20 : Let's Be Friends.

136 6 0
                                    

Pada saat jam istirahat, Jana mengurungkan niatnya untuk ke kantin. Ia tidak mau mengambil resiko dikerjai lagi, dan terlebih pula ada Jove di sana, pasti. Saat ini ia benar-benar tidak ingin bertemu, bertatap muka, apalagi melihat cowok itu. Masih ada rasa sakit hati di dalam hatinya, dan entah sampai kapan rasa itu akan ada.

Awalnya ia kira Jove setidaknya memiliki sifat yang sedikit sama dengan Dave, selain wajah mereka yang mirip. Tapi kenyataannya...ia salah. Sifat mereka jauh sekali berbeda, bagaikan langit dan bumi.

Ketika memutuskan untuk menyendiri di halaman belakang Casaluna yang sepi, Jana menangkap sosok lain duduk di kursi kesayangannya.

Bukankah itu...

Lukas? Adik kelas yang waktu itu menyelamatinya dari lemparan apel maut dari Rico? Kenapa cowok itu duduk di sana sambil merintih kesakitan dengan luka lebam di sekitar wajah dan lengannya?

Jana memutuskan untuk menghampirinya.

"Ehm...." Jana berhati-hati saat menyapa Lukas. Siapa tahu, Lukas tidak berada di pihaknya, melainkan di pihak yang sama dengan anak-anak Casaluna yang lain. Tapi yang membuat Jana berani menghampirinya adalah kebaikan cowok itu saat membantunya dulu.

Ternyata Lukas tersenyum melihatnya. Pertanda bagus, batin Jana.

"Lo kenapa?"

"Ooh...ini..." Lukas terkekeh, "bukan apa-apa."

"Gimana bukan apa-apa? Itu lebam biru dimana-mana, ujung bibir lo juga sobek." Jana menunjuk dengan dagunya luka di ujung bibir Lukas. "Lo jatuh dari pohon, ya?" guraunya.

Lukas tertawa, namun ia segera merintih kesakitan sambil memegangi luka lebam di pipi kirinya.

"Terus kenapa?" Tanya Jana tidak sabar, "Bilang aja kali. Lo habis berantem, kan?"

Lukas memandang Jana kaget, "Kok tau?"

"Luka-luka kayak gitu nggak mungkin karena lo jatuh dari pohon kan?" sendanya lagi.

Lukas manggut-manggut sambil mengulum senyum, takut apabila ia tertawa rasa sakit di pipinya akan menyerang lagi.

"Siapa yang mukulin elo?"

Lukas bungkam. Ia tersenyum kecil, hanya menggeleng daripada menjawab pertanyaan Jana barusan. Tampak ia takut untuk menyebutkan nama orang yang menggebuki dan menghajarnya sampai seperti ini.

"Lukas, denger. Waktu itu lo bantuin gue pas gue dipermalukan di kantin. Sekarang gue berniat bantu elo. Tapi lo harus kasih tau siapa yang udah mukulin elo sampai kayak gini."

Yang disudutkan hanya menarik napas lalu menghembuskannya perlahan, ia menjawab dengan tidak enak hati. "Engg...Ri...Rico."

Saat nama itu disebutkan Jana sudah bisa menduganya. Rico....cowok paling ditakuti di sekolah. Gengnya yang banyak anggota itu mau saja mengikuti apa yang diperintahkannya, tidak peduli baik atau tidak. Dasar pengecut, beraninya bergerombol saat menghajar orang. Betapa Jana benci sekali dengan orang-orang seperti Rico. Tapi ia tidak dapat berbuat apa-apa, kalau ia berbuat ceroboh sekali saja mengikuti kata hatinya dari dulu, mungkin ia sudah tidak lagi sekolah di Casaluna atau tinggal di rumah Githa.

"Eh...tapi lo jangan bilang kalo gue yang kasih tau." Lukas memperingatkan, "Gue bener-bener nggak mau cari masalah ama mereka."

Jana menatap Lukas kasihan, "Tapi gue tahu kenapa mereka memperlakukan elo kayak gini. Pasti karena lo bantuin gue kemarin, iya kan? Rico benci banget sama gue."

Lukas menyeringai, "Tenang aja, kali. Gue orangnya santai, kok, nggak dendaman. Lagipula gue ikhlas bantuin lo waktu itu."

Rasanya senang sekali mendengar seseorang berkata seperti itu kepadanya. Lukas...memang orang yang baik. Sepertinya ia berada di pihaknya, atau semoga saja. Tapi...kata-kata Lukas barusan mengingatkan Jana pada Dave. Dave yang selalu ikhlas membantunya, Dave yang selalu menenangkan hatinya seperti yang saat ini sedang dilakukan Lukas padanya, Dave yang selalu tersenyum...

Ever AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang