28 : Storm and Riddles

118 7 0
                                    

Two weeks later...

Jana mengetuk-etukkan kakinya ke tanah, menandakan dirinya sedang tidak sabar menunggu seseorang. Entah untuk ke berapa kalinya ia melirik jam tangannya, dan berdecak ketika menyadari waktu terus berputar. Sepuluh menit lagi bel berbunyi dan jam pelajaran pertama akan dimulai. Sedangkan ia sudah dari jam setengah tujuh menunggu di depan pagar, namun yang ditunggu tak kunjung datang.

Sampai pada akhirnya motor ninja hitam yang sangat Jana kenal itu masuk ke pelataran parkir Casaluna dengan suara deru motornya yang begitu bising. Seulas senyum tersungging di bibir Jana dan cepat-cepat ia menghampiri Jove yang sedang melepaskan helmnya.

Cowok itu pun melepaskan jaket kulit hitamnya dan menaruhnya di dalam tas.

"Lima menit lagi dan lo telat." Seru Jana.

Jove diam saja sambil mencabut kunci motornya. Ia berjalan mendahului Jana.

"Emang kenapa kalo gue telat?"

"Ya lo bakal dihukum!"

"Terus?"

Jana memutar bola matanya. Sudah cukup lama Jove bersekolah di Casaluna dan ia tidak dapat menghilangkan kebiasaannya telat masuk ke kelas atau mepet dengan waktu jam pelajaran pertama.

"Gue juga nggak nyuruh lo buat nungguin gue." Seru Jove.

Jana memutar bola matanya malas, "Heh! Gue juga nggak akan mau, deh, nungguin elo di depan kayak orang bego! Lo kan janji mau ngasih gue contoh education essay berbahasa asing kayak gimana."

Jove teringat. Ia lalu mengambil selembar kertas yang telah terketik rapi dan menyerahkannya pada Jana. Jana menyeringai sambil menggabungkan kertas esai itu bersama kertas-kertas lainnya ke dalam map putih yang berada dalam dekapannya.

"Emang buat apaan, sih?" Jove menunjuk dengan dagunya ke arah map yang berada di dekapan Jana.

"Gue mau apply beasiswa. Doain, ya, Jov. Nggak dapet beasiswa....gue nggak kuliah, deh." Jana mendesah, "Lo sendiri gimana? Udah tau mau kuliah dimana?"

Jove membetulkan posisi ranselnya, "Gue nggak tau." Jana sekejap merasakan ada perubahan raut wajah Jove saat ia membicarakan tentang kuliah.

Jana membelalakkan matanya, "LO NGGAK TAU!?" Jove hanya mengangkat bahunya malas. Jana mendengus. Kadang ia iri sekali pada Jove dan benar-benar berharap ia bisa memiliki posisi seperti Jove. Bisa memiliki segalanya, termasuk bisa memilih mau kuliah dimana tanpa harus memperjuangkan beasiswa. Tapi cowok di hadapannya ini malah santai-santai saja dan tidak menampakkan kalau dirinya antusias untuk kuliah.

"Eh, ada apaan tuh rame-rame di aula!?" Jana melemparkan pandangan tanya kepada Jove yang hanya mengedikkan bahunya. Seluruh kelas di koridor kosong dan semua siswa berkumpul di aula. Jana segera menarik Jove untuk masuk ke dalam aula bergabung bersama yang lainnya.

Pak Kepala Sekolah sedang memegang mikrofon di mimbar saat Jana dan Jove masuk. Tapi seketika melihat sosok Jove, ia segera berhenti berbicara. Spontan yang lain langsung mengikuti arah pandang pak kepsek yang tengah memandangi Jove.

Jana pelan-pelan melirik Jove bingung, bertanya-tanya mengapa semua orang memandangi Jove seakan ada sesuatu yang salah dengan wajahnya.

"Kenapa semua orang pada ngeliatin lo kayak lo itu teroris, Jov..." Jana berbisik namun tidak melepaskan pandangannya dari begitu banyaknya pasang mata yang tengah menatap Jove.

Pak Kepala Sekolah pun turun dari panggung dan berjalan menghampiri Jove.

"Saya mau bicara dengan kalian berdua. Pribadi. Di ruangan saya."

Ever AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang