1 : Funeral That Starts It All

543 23 1
                                    

Pemakaman yang jauh dari kesan normal itu hampir saja selesai. Peti mati hitam berukiran emas sudah setengah tertutup oleh tanah merah, menyatu dengan bumi. Perlahan tapi pasti, tanah merah kecoklatan itu menyelimuti seluruh bagian peti hingga tak lagi terlihat.

Hanya segelintir orang yang datang. Proses penguburannya pun terkesan terburu-buru, dan area makam dipilih paling pojok dan tersembunyi - seakan dengan maksud tertentu.

Tidak butuh waktu lama bagi orang-orang tersebut untuk berlalu dari area makam setelah proses pemakaman selesai. Mereka langsung hilang bagaikan ditelan bumi, tidak mau berlama-lama di sana. Entah karena takut, sedih, atau gelisah.

Begitu cepat makam itu ditinggalkan. Kini sepi, hanya ditemani dedaunan kering berwarna coklat kekuningan yang jatuh dari ranting pohonnya.

Tak jauh dari area pemakaman, sebuah mobil sedan Subaru mewah bewarna hitam terparkir agak tersembunyi. Kaca mobilnya yang gelap membuat orang mengerti bahwa siapapun di dalamnya sangat menjunjung tinggi privasi.

Di dalam mobil, suasana lebih canggung lagi. Saking canggung dan heningnya, suara rintik hujan yang turun perlahan-perlahan dapat terdengar. Seorang supir masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesin mobil mewah tersebut dan perlahan, mobil itu meninggalkan area pemakaman.

"Ini semua terlalu cepat...." Dave bersuara pada akhirnya. Suaranya serak, ia telah menghabiskan suaranya untuk menangis dan meneriakkan nama ibunya yang kini telah tiada. Bahkan pandangannya masih tertuju pada makam ibunya di kejauhan sana. "Dia bahkan nggak datang."

Yang di sebelahnya tidak menyahut. Ia melempar pandangan ke luar jendela mobil tanpa ekspresi.

Dave menoleh kepada saudaranya, dan terlihatlah wajahnya yang sebenarnya tampan itu. Tampan, campuran Jawa-Itali. Hanya saja, wajahnya terlihat kuyu dengan mata merah serta kantung mata yang menimbulkan warna agak kehitaman di bawah matanya.

Terdengar desahan Dave. Ia mengusap wajahnya dengan tangan, "Sulit dipercaya."

"Gue bahkan belum menghabiskan waktu dengan Mama." Saudaranya bersuara tanpa menoleh ke arahnya, "Semua terlalu cepat."

Dave terdiam. Diliriknya saudaranya itu, "Ya, semua terlalu cepat."

Si supir melirik dari kaca spion untuk melihat sepasang saudara kembar yang duduk di belakangnya. Kalau orang tidak memandangi dan menilik kedua wajah mereka, pasti dikira mereka adalah kembar identik. Namun tidak. Mereka memang kembar karena dilahirkan pada waktu yang sama, namun wajah mereka sedikit berbeda. Setidaknya hal itu memudahkan keluarga atau teman mereka membedakan mana yang adalah Dave, dan mana yang adalah...

"Jove," Panggil Dave, "apa menurut lo...semua ini ada hubungannya sama Papa?"

Jove terdiam sebentar sebelum menjawab, "Nggak mungkin kalau nggak ada."

Dave mendesah berat.

"Lo bawa jurnal itu kemana-mana?" tanya Jove melirik buku harian berwarna coklat yang berada di genggaman Dave.

Dave mengangguk. Tapi ia sedang tidak bersemangat untuk menceritakan soal buku jurnalnya sekarang.

Saat mengamati wajah Dave, hatinya terasa miris. Walau wajah mereka berdua sangatlah mirip, tapi wajah kakaknya ini sangatlah mirip dengan Mama. Seandainya saja ia mewarisi wajah Mama yang anggun dan berparas lembut itu...dan mengingatnya lagi, betapa ingin Jove menghambur ke dalam pelukan wanita yang telah melahirkannya itu-namun tidak pernah sempat menghabiskan waktu lama dengannya.

"Jov, gue yakin lo tahu sesuatu. Dari tadi lo diem aja. Apa yang lo tahu?" Dave menebak. Ia memaksa Jove membuka mulut.

Jove menatap mata kakaknya dengan kagum. Ternyata kakaknya ini tahu betul dirinya, walau mereka jarang menghabiskan waktu bersama.

Ever AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang