17 : Knowing The Truth

148 7 0
                                    

"Mau makan apa, Jana?" Pelayan kantin memandang gadis yang berdiri di depannya yang hanya menatap papan kapur berisi menu tanpa selera. Ia sadar Jana tidak ceria seperti biasanya.

Kemudian, Jana mendesah lemas. Ia menggeleng pelan, "Nggak jadi, deh, Bu."

"Kamu sudah tidak makan berhari-hari. Kalau istirahat begini terus, ngantri tapi nggak jadi pesan. Kenapa?"

Jana memaksakan seulas senyum, mencoba memberitahu wanita di hadapannya bahwa ia baik-baik saja. Walau sebenarnya, ia tidak baik-baik saja. Bagaimana bisa ia baik-baik saja di tengah keadaan yang benar-benar membuatnya merasa gelisah dan risau?

Ketika ia membalikkan tubuhnya, ia mendengar beberapa orang tertawa. Mungkin ia tidak akan mempermasalahkannya apabila tawanya tidak terkesan dipaksakan dan mengejek. Siapa lagi targetnya kalau bukan dirinya? Dengan susah payah Jana berusaha mengabaikan geng Rico yang memandangnya seolah ia adalah kotoran di sepatu mereka.

"Hey, Jana!"

Tubuh Jana menegang tepat ketika suara Rico meneriakkan namanya. Ia membalikkan badannya dan memandang mereka dengan malas.

"Laper? Ini ada makanan buat lo!" Rico berteriak dengan suara lantang, sehingga orang-orang di kantin memandangi mereka. Rico kemudian melempar apel yang sudah tergigit setengah, dengan bagian dagingnya telah menghitam.

Jana yang tidak siap menangkap hanya memejamkan matanya, bersiap menunggu hantaman apel itu di kepalanya. Tapi beberapa lama ia menunggu, tidak ada yang terjadi. Malah tawa Rico berhenti, dan suasana kantin begitu tegang.

Jana membuka matanya.

"Kenapa lo nggak makan aja sendiri apel busuk ini?" Seorang cowok yang berdiri di sebelahnya melempar apel itu kepada Rico. Wajah Rico langsung merah padam, menahan amarah.

Dan suasana kantin kembali seperti biasa.

Jana memandang cowok di hadapannya tanpa berkedip. Ia adalah seorang cowok bertubuh tinggi tegap dengan tubuh tidak terlalu atletis, dan wajahnya oriental. Ia manis, walau tidak terlalu tampan. Tapi ketika tersenyum, setiap gadis akan suka sekali melihatnya. Termasuk Jana.

"Halo....?" Cowok itu menelengkan kepalanya, mencoba menyadarkan Jana.

"Eh....iya, maaf." Jana terkesiap, "Ha-ha. Gue nggak apa. Udah biasa, lagipula cuma...apel busuk."

Ya, barusan Rico menyuruhnya untuk memakan apel busuk.

"Makasih udah nolongin gue tadi. Untung kepala gue nggak kena lemparan apel busuk..." Ia tertawa, sambil meraba keningnya. Membayangkan apabila apel busuk itu berhasil mendarat di sana. Kemudian, ia teringat sesuatu. "Gue nggak pernah lihat elo...." Jana menggelengkan kepalanya pelan.

"Oh, iya...jelas. Gue anak baru, kelas dua. Kenalin, nama gue Lukas." Ia mengulurkan tangannya, mengisyaratkan Jana menyambutnya. "Lo Jana kan?"

Jana tersenyum, kemudian ia membelalak. "Lo...tau gue?" Jarang sekali ada anak baru di Casaluna yang langsung tahu namanya. Tapi, tiba-tiba Jana teringat oleh Dave. Dave....

"Semua lagi sering membicarakan elo di belakang. Katanya, lo yang menyebabkan kematian seorang anak di sini. Yang dulunya, bersekolah di sini."

Mengapa Jana merasa ada sesuatu yang aneh dari nada bicara Lukas barusan? Ah, entahlah.

"Waw....dulu gue selalu mau jadi populer. Nggak nyangka gue populer karena itu, haha..." Jana tertawa gamang.

"Apa bener?"

"Hah?"

"Apa bener...lo punya hubungan sama anak yang meninggal itu?"

Hati Jana meringis dan terasa agak perih ketika mengingat lagi soal kematian Dave. Padahal ia dengan susah payah dan setengah mati berusaha untuk mengenyahkannya, menganggapnya tidak pernah terjadi.

Ever AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang