24 : If Only I Met You First

145 7 0
                                    

Pada saat bel istirahat berbunyi dan semua anak kelasnya berhambur ke kantin, Jove malah duduk diam di kursinya. Ia sedang tidak lapar dan lebih memilih untuk diam di kelas sambil membaca bukunya. Lagipula, kalaupun lapar, ia sudah membawa apel, kok.

Diraihnya tas miliknya, dan tangannya mulai mengubek-ubek isi tas mencari buku karangan Stephen King yang hendak ia baca. Alih-alih buku lama berjudul Red Roses miliknya yang ia temukan, malah sebuah amplop putih. Karena merasa tidak pernah menaruh barang tersebut ke dalam tasnya, Jove membuka amplop itu dan menarik secarik kertas. Ia membaca kata-kata yang ditulis miring di atas kertas putih tersebut.

Jus Jeruknya lezat, kan?

Jove tersentak. Jus jeruk? Siapa yang mengiriminya surat ini? Bagaimana bisa ada surat ini di dalam tasnya? Apakah...surat yang berada di tangannya ini adalah...surat ancaman? Tapi untuk siapa? Untuknya, kah?

Ia mengedarkan pandangannya ke seisi kelas, berjaga-jaga siapa tahu si pengirim surat ada di sekitarnya-sedang mengawasinya. Tapi tidak ada siapa pun di kelas, hanya dirinya.

Ia kembali membaca kalimat singkat di surat itu.

Jove yakin sekali apa pun maksud dan tujuan si penulis, pastilah tidak baik. Ini adalah surat ancaman. Ya, surat ancaman....seseorang di sekolah ini pasti berasal dari pihak yang telah membunuh ibu dan kakaknya....dan yang kini, hendak mengenyahkannya juga. Tapi, sebelum mengenyahkannya perlahan, ia mengancamnya!

Jus jeruk...ya, pasti orang itu hendak meracuninya dengan jus jeruk.

Tapi kemudian Jove malah mengernyit. Ia tidak menerima jus jeruk apa pun. Dan kalau pun ia mendapatkan jus jeruk lalu meminumnya, si pengirim tidak mungkin kan membeberkan rahasia kalau jus jeruk itu beracun kepadanya lewat surat ini?

Itu adalah tindakan bodoh.

Lima detik kemudian, setelah berhasil mencerna dan berpikir, Jove terperanjat. Ia bangkit dengan sekali sentakan.

Siapa bilang kalau dirinya yang harus meminum jus jeruk beracun itu? Memang surat ancaman ini diperuntukkan kepadanya, tapi bukan dirinya yang diincar di dalam surat ini.

Kemudian, Jove teringat. Bukankah dulu Jana pernah diracuni lewat minuman gratis yang didapatkannya?

Sejurus kemudian Jove berlari seperti orang kesetanan mencari sosok Jana.

"Jana mana!?" bentaknya kepada teman sekelas Jana, ketika ia tidak mendapati sosok gadis itu di dalam kelasnya.

Yang ditanya malah angkat bahu lalu berlalu. Ia langsung sebal ketika Jove bertanya tentang Jana.

"Shit!"

Saat ia berlari ke sekeliling sekolah mencari Jana, ia bisa merasakan hatinya berdegup tak karuan. Begitu takut, gelisah, khawatir. Dimana Jana saat ia benar-benar perlu melihat gadis itu? Mengetahui kalau gadis itu baik-baik saja!?

Jana...entah kenapa gadis itu seperti selalu saja menjadi target. Sewaktu ia bersama Dave, ia yang menjadi sasaran lemparan batu dan keningnya harus dijahit. Dulu Jana pernah diracuni lewat minuman gratis itu, tapi kemudian ia bisa diselamatkan. Lalu sekarang! Jove semakin emosi. Ia mengepalkan tangannya.

Halaman belakang Casaluna entah kenapa baru terlintas di benak Jove. Ia segera melesat ke sana.

Benar saja, Jana sedang duduk di sana sambil menulis. Gadis itu baik-baik saja dan sedang duduk di kursi taman. Seperti ada air segar yang mengguyur hati Jove, meredam segala kegelisahan dan ketakutannya.

Ia menghampiri Jana dengan napasnya yang tersengal-sengal dan wajah merah.

Menyadari kehadiran Jove di sebelahnya, Jana mengangkat wajahnya dari buku latihan Matematika. Ia memandang Jove yang sedang berusaha mengatur hela napasnya.

Ever AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang