3. KEINGINAN

75 7 0
                                    

Setiap anak tak ada yang memiliki keinginan untuk mengecewakan kedua orangtuanya. Namun jika kekecewaan itu bisa dibayar dengan sebuah cara, kenapa tidak?

__Hanindia Irawan

Hanin mengetuk pintu asrama pondokan putri seperti tak bertenaga. Skripsi memang mudah menjungkir balikkan mood. Ditambah belum ada sahutan dari dalam asrama atau tanda-tanda ada yang akan membukakan pintu untuknya.

Gadis itu kemudian tak melanjutkan mengetuk pintu. Dirinya memilih untuk duduk dibangku yang berada di teras asrama. Mengeluarkan Mushaf Al-quran berukuran sedang dari tas miliknya. Ada baiknya jika hatinya dihibur dengan membaca surat cinta-Nya.

Hanin meraih ponselnya yang berbunyi, benda pipih itu melantunkan sholawat favoritnya. Nomor tak dikenal terpampang di layar ponsel membuat gadis itu mengernyitkan kening.

Siapa? Hanin membatin, tanpa pikir panjang digesernya tombol hijau t
kemudian mendekatkan benda pipih itu ke telinga.

"Halo, Assalamualaikum"

"Walaikumsalam warahmatullah,  Hanin ya? ini Saya Fadhlan." Tanpa perlu gadis itu bertanya, orang itu sudah lebih dulu memberitahukan identitasnya.

Fadlan? Hanin mengernyitkan kening. Fadhlan siapa? kenapa tiba-tiba orang ini menelpon, batinnya. "Iya saya. Ada yang bisa saya bantu?"

"Ehmm. Hanin mendehem ketika tidak mendapat jawaban dari seberang. "Ada perlu apa ya?" Hanin mengganti pertanyaan.

"Be_begini, masalah yang diperbincangkan orangtua kita waktu itu__"

Fadhlan menjeda kalimatnya semakin membuat Hanin tak paham apa yang dia maksud. Perbincangan Apa? Ini orang lagi ngomongin apa sih, batinnya.

"Maksudnya?" Tanya gadis itu langsung ke poinnya. Hanin bukanlah tipikel perempuan yang nyaman berbincang sesuatu dengan lawan jenis yang bukan mahram, apalagi harus berputar-putar.

"Iya, liburan semester kemarin. Saya dan keluarga bersilaturrahmi ke rumah kamu."

Deg!

Apa maksudnya ini? Batin Hanin. Gadis itu terdiam selama beberapa detik sebelum kesadarannya kembali karena seruan dari seberang telpon. Suara bariton pemuda itu berhasil membuat dirinya gelagapan. Hanin baru mengerti maksud arah pembicaraan pemuda itu.

"Iya saya tau mas, jadi maksud mas telpon saya kenapa?" Tanya Hanin dengan nada yang terdengar bergetar.

"InsyaAllah, saya dan keluarga akan silaturrahmi ke rumah kamu bulan depan, dan saya mohon bantuannya."

"Maksudnya?" Hanin kembali mengernyitkan keningnya.

"Saya kasih tahu nanti. Jangan terlalu dipikirkan," ujar laki-laki itu.

Orang ini sungguh aneh sekali. Hanin membatin.

Hanin masih terdiam. Dirinya masih memikirkan maksud dari lak-laki yang baru saja menelponnya. Apa maksudnya untuk bersilaturahmi. Apakah keluarganya akan menjodohkan dirinya? Hanin menyimpan tanya di benaknya.

Saat dirinya pulang liburan semester kemarin, Mamanya memang pernah bercerita mengenai anak sahabatnya tetapi saat itu Hanin tidak terlalu serius menanggapinya. Lagipula semester kemarin, kedatangan keluarga Fadhlan ke rumahnya pada saat Hanin tak di rumah, walaupun nama Fadhlan disebut-sebut setelah ia pulang, namun tidak memberi petunjuk kepada Hanin. Tenang Hanin, mungkin maksud si Fadhlan itu cuma silaturrahmi biasa. Iya pasti itu, batinnya.

Selang beberapa menit, Hanin kembali dikagetkan oleh suara jeritan ponselnya. Buru-buru digesernya layar pipih itu setelah tau mamanya yang menelpon.

"Halo, Assalamualaikum ma."

"Walaikumsalam Warahmatullah. Gimana skripsinya Nin?"

"Gitu deh ma. Hari ini aja nggak jadi bimbingan Ma. Dosennya mendadak keluar kota."

"Loh, terus gimana? Wisuda tetap bulan maret kan?"

"Kalo nggak bisa gimana ma?" Ucap Hanin ragu-ragu.

"Loh, katanya bisa wisuda maret?" Hanin sudah dapat menerka reaksi mamanya, persis seperti apa yang ia bayangkan.

"Gini ma?"

"Iya gimana Nin?"

"Hanin kayaknya nggak pulang deh liburan semeter ini Ma. Gadis itu menyampaikan perihal halangan dirinya tidak bisa pulang kampung dengan hati-hati, dia tau mamanya pasti akan kecewa jika dirinya tidak pulang.

"Loh, kok gitu. Nggak bisa, pokoknya kamu harus pulang!" Hanin terkejut mendengar suara Mamanya meninggi.

"Duh mau gimana lagi Ma. Kalo Hanin pulang kemungkinan Hanin nggak akan bisa wisuda bulan maret." Hanin mencoba memahamkan mamanya. Mengingat jadwal wisuda di kampusnya hanya dua kali dalam setahun, di bulan maret dan September.

"Terserah kamu mau wisuda maret atau nggak. Pokoknya, Desember ini kamu harus pulang!" Hanin kaget dengan keputusan sepihak Mamanya. Bukankah kemarin Mamanya memaksakan Hanin agar dapat wisuda di bulan Maret tahun depan, mengingat Hanin memang sudah kuliah sebanyak 9 semester.

"Tanggal 10 kamu udah OTW rumah!" Hanin mengernyitkan keningnya. Ucapan Mamanya penuh penekanan.

"Tanggal sepuluh Ma? Nggak bisa di akhir desember aja Ma? Hanin masih mencoba menego kepada mamanya dan lagi-lagi mendapat penolakan tegas. Ini Mama kenapa sih? Batin Hanin.

***

Hai guys... aku cuma mau kasih tau kalo kalian jangan sampai salah paham sama cerita aku ya? ini ceritanya bukan hanya tentang Hanin aja tapi ada beberapa orang disini yang menjadi tokoh penting cerita. Karena Judulnya itu SABDA CINTA. huhuhu...

ayo siapa yang menantikan part bagiannya Sagara Hadinta?

Terimakasih udah baca cerita aku. huhuhu terharu. komen dan vote nya jangan lupa itu penting buat aku. nambahin semangat buat lanjutin ceritanya. xoxo  by uniyola

Ig: yolamaiza

Fb: Yola Maiza Chandra

SABDA CINTA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang