Apa kamu tau apa itu asa?
Asa itu adalah ketika kamu masih bisa tersenyum justru karena merasakan sakit. Kamu harus tau, setiap rasa sakit itu akan menjadi saksi bahwa setidaknya aku tak pernah putus asa untuk memperjuangkanmu.
__Sagara Hadinata
Saga menatap id line seseorang yang tertera di layar ponselnya. Sudah hampir dua minggu pemuda itu memiliki id line tersebut. Entah kenapa terbersit ragu dibenaknya untuk sekedar mengirimkan sebuah chat. Saga terlalu takut kejadian di masa lalu terulang kembali. Kemarin sudah cukup rasanya bagi Saga bertemu dengan gadis itu. Tetapi saat ini, entah kenapa ada sesuatu yang menyeruak dihatinya. Hati Saga seolah mengirimkan sinyal ke otaknya untuk segera mengirimi sebuah chat kepada gadis tersebut.From: SGH
Hy Nin... Ini Saga. Aku tau kemungkinan kamu balas chat aku sangat kecil. Haha kamu pasti keganggu ya?
Sengaja aku tuh! Eaaa..
Aku cuma mau memastikan satu hal Nin? Beneran kamu gak pernah suka aku? Setidaknya kasih aku alasan untuk lupain kamu Nin.
Saga menatap layar ponselnya jengah, baru sekitar sepuluh menit pesan itu terkirim, tetapi rasanya sudah seperti berjam-jam. Sesekali dirinya membuang nafas kasar karena tak kunjung ada respon dari Hanin.
Drrrt...
Saga mengerjapkan matanya yang masih mengantuk. Semalam pemuda itu tidur larut karena mengharap balasan dari Hanin. Tangannya meraba-raba kasurnya mencari keberadaan benda pipih yang telah membangunkannya.
Pemuda itu kemudian bangkit setelah mendapati benda itu ditangannya. Matanya sekali lagi mengerjap tak percaya, bibirnya berdecak. Nihil. Tak ada balasan dari Hanin, bahkan gadis itu belum membaca pesan darinya.
Kamu sibuk atau memang sengaja nggak buka pesan dari aku sih Nin? Batin Saga.
***
Ga!
Sagara!
Saga menoleh kepada orang disampingnya dengan ekspresi datar membuat orang itu mengkerutkan keningnya.
"Kenapa lagi?" tanya orang itu datar.
"Cinta sama orang itu sesakit ini ya Ji?" Ujar Saga dengan polosnya. Pertanyaan itu tiba-tiba saja terlontar dari bibir pemuda itu.
"Saudara sehat?" tutur pemuda yang akrab dipanggi Oji itu.
"Gue serius Ji!" Saga mendecak sebal kepada sahabatnya itu.
"Gue masih normal buat seriusin lo!" jawab Oji dramatis kemudian tawa pemuda itu pecah. Oji baru berhenti tertawa ketika mendapat tatapan tajam dari Saga. "Canda Men!" tutur pemuda itu setelahnya.
"Lo masih suka sama yang namanya... eung__ siapa?" Tanya Oji sambil mengingat nama gadis yang disukai sahabatnya.
"Hanin. Namanya Hanin!" tutur Saga pelan. "bukan cuma suka tapi lebih dari itu, mungkin!" tambahnya. Mengingat apa yang berefek kepadanya bukanlah karena sekedar suka.
"Jijik! Lo kenapa jadi lembek gini Ga?" Tanya Oji dengan mimik yang melirik Saga tak percaya.
"Rese lo!" ketus Saga.
"Gue kasih tau satu hal ya Ga, Lo ama dia tu nggak bakalan bisa nyatu Ga. Harusnya Lo sadar itu. Suka sama cewek yang jelas beda prinsip gak ada gunanya." Tutur Oji. Pemuda itu berharap kali ini Saga akan sadar walau itu bukanlah kalimat yang baru kali ini ia ucapkan.
"Tapi kalo gue usaha, pasti bisa kan?" Tutur Saga tak mau kalah. Perbedaan itu harusnya menciptakan keindahan menurutnya.
"Lo tau lagu Agnes Monica yang judulnya tak ada logika?" Tanya Oji.
"Tau!" jawab Saga datar.
"Tuh lagu cocok buat lo!" tutur Oji sambil menepuk bahu sahabatnya itu.
"Ejek aja terus!" Ketus Saga.
"Gue cuma ngingetin bro! Si Hanin Hanin itu kayaknya teguh banget ama prinsipnya dia. Lo tau nggak dalam agamanya, nikah sama yang beda keyakinan itu dilarang. Lo siap pindah agama?" tutur Oji.
"Gue tau! gue nggak yakin kalo itu!" Jawab Saga.
"Gue pernah punya temen yang sama kayak Lo. Walau beda keyakinan mereka tetap pacaran. Tapi ujung-ujungnya pisah karena salah satunya nggak siap untuk pindah keyakinan." Tutur Oji lagi. "Emang Lo tau perasaan dia ke Lo Ga?" tambahnya.
Saga diam. Dirinya bahkan tidak pernah tau bagaimana perasaan gadis itu terhadapnya. Perasaannya selama ini bahkan tak mendapat respon positif dari gadis itu, namun tidak juga dengan penolakan. Membuat pemuda itu bimbang apakah harus berhenti atau terus memperjuangkan perasaannya.
"Woi! Kenapa diem?" tegur Oji. "Lo tau kasus ayam-ayam itu kan. Jangan sampe Lo sama kayak ayam-ayam itu. Diem-diem mati mendadak."
"Lo kalo punya mulut nggak dijaga ya! Banyak bacot Lo!" ketus Saga lagi.
"Sans bro!" Tutur Oji Kalem. "Gue Cabut! Males liat muka asam kecut Lo" Tutur Oji lagi kemudian berlalu meninggalkan sahabatnya.
***
"Halo, kenapa?" ucap Saga datar membuat orang yang menelponnya berdecak.
"Kamu yang kenapa?" tutur Ana. Padahal dirinya berniat baik menghubungi sepupunya itu.
"Kok malah balik nanya? Yang nelpon siapa?" ketus Saga. "Buruan Aku harus buat jurnal ini!" tambahnya.
"Oh, jadi sibuk nih ceritanya. Ya udah info tentang Hanin kapan-kapan aja aku kasih tau." tutur Ana santai.
"Nggak sibuk!" ucap Saga. "buruan kasih tau!" tambahnya.
Bukannya memberitau Ana malah terkekeh pelan. Timbul niat gadis itu untuk mengerjai sepupunya itu. "kamu jangan sedih ya Ga, Hanin dijodohin orang tuanya. Dan udah ke tahap lamaran." Tutur Ana sok dramatis. Namun tak ada respon dari seberang.
"Halo!"
"Halo!"
"Ga, kamu dengar aku nggak?"
"Halo!"
Ana memastikan telponnya tak terputus. Hitungan waktu sambungan telpon masih berjalan. Namun tetap tak ada jawaban dari seberang.
"Ga, Aku bercanda! Kamu nggak kenapa-napa kan?" tutur Ana pelan.
"Ga?" serunya lagi.
"candaan kamu berlebihan An." Bentak Saga. ucapan sepupunya itu sempat membuat jantungnya memompa lebih cepat. Bahkan matanya sudah terasa perih. Entah akan menangis.
"Sorry, jangan marah ya Ga!" tutur Ana pelan. Gadis itu tidak tau kalau sepupunya akan semarah ini.
"Lain kali ngotak kalau mau canda. Receh tau nggak!" ketus Saga. Pemuda itu kemudian memutuskan sambungan telpon tersebut kemudian melempar ponselnya ke atas kasur. Sementara Ana syok dengan ucapan yang dilontarkan sepupunya itu.
Memangnya keterlaluan banget ya? Batinnya
***
YUUUUHUUUU....
Yang nunggu partnya Saga. Nih aku kasih partnya Saga. hahahaha...
Tambah tokoh lagi...
kalian pendukung siapa nih.
Sagara Hadinata & Hanindia Irawan
Fadhlan Minallah Ashraf & Hanindia Irawan?
KAMU SEDANG MEMBACA
SABDA CINTA [END]
Teen FictionHanin membelalakkan matanya mendengar penuturan Nadia, jantungnya seakan memompa lebih cepat. Gadis itu tiba-tiba berubah jadi kaku. Namun Nadia malah terkekeh senang. Entah apa yang membuat perempuan paruh baya itu demikian. Hanin melirik Fadhlan...