Apakah kamu, karena satu dan lain hal khawatir? Jangan-jangan kamu tidak pernah bisa mengerti apa artinya menjadi pria sejati?
__Alif Yosfrito
Fadhlan berusaha bangkit dari tidurnya saat suara ketukan pintu mengganggu pendengarannya. Tadinya Fadhlan hendak membiarkan saja karena kondisi tubuhnya yang terlalu lemas untuk bangkit. Tetapi akhirnya pemuda itu tetap bangkit dan membukakan pintu, walau dengan berat hati.
Apa ini, seketika Fadhlan kaku di tempat saat melihat Hanin berdiri di hadapannya. Gadis itu nampak memasang wajah datar sebelum kemudian mengucapkan salam. Bahkan gadis itu harus mengulang salamnya untuk yang kedua kalinya, barulah Fadhlan menjawabnya kemudian. Pemuda itu tentu bertanya-tanya, apa yang menyebabkan Hanin datang ke kontrakkan.
Ehem... Hanin berdehem, seperti biasa Fadhlan bahkan tidak menunjukkan kepekaan sama sekali. Pemuda itu masih setia bergeming dihadapan Hanin. Tidak ada tanda-tanda akan mempersilahkan masuk.
Dasar gak peka! Kok aku bisa langsung ke sini tanpa mikir dulu sih. Batin Hanin.
Hanin tersenyum kaku sambil menunjukkan kantong hitam. Jujur kali ini dirinya telah bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu. "Bahan masakan!" tutur Hanin. "Waktu itu, mama kamu suruh aku masakin sup buat kamu, karena katanya kamu suka itu. Terus aku iyain, jadi aku cuma nggak mau dosa karena nggak nepatin omongan aku." Tutur Hanin sedikit terbata. Dirinya tidak berbohong, Nadia memang pernah meminta dirinya memasak makanan kesukaan putranya itu beberapa hari yang lalu. Ya, walaupun bukan itu alasan sebenarnya dirinya tiba-tiba mendatangi Fadhlan. Namun kalimat yang dilontarkan Alif sudah lebih dari cukup untuk membuat dirinya bertindak sejauh ini.
Fadhlan mengangguk tanda paham apa yang dimaksud Hanin. Entah kenapa, ada kecewa yang dirasakannya. Tadinya, Fadhlan pikir Hanin ke sini karena mengetahui dirinya sedang sakit. Ya, mau berharap apa. Pemuda itu kemudian membuka pintu lebih lebar kemudian berbalik tanpa mengucapkan sepatah katapun kepada Hanin.
Hanin mengerucutkan bibirnya, Fadhlan tetaplah Fadhlan. "Dasar es batu!" ketus Hanin, namun tetap menjaga suaranya agar tidak terdengar oleh pemuda itu.
"Ya Allah, kalo nggak takut dosa!..." Hanin menatap punggung Fadhlan kemudian merutuk dalam hati. Ada sedikit rasa aneh dihatinya melihat pemuda itu berjalan pelan seperti akan limbung, entahlah.
Sok kuat, batin Hanin.
*****
Hanin melihat hasil masakannya dengan puas. Dirinya kemudian melirik jam di di dinding yang menunjukkan pukul sepuluh lewat, memang sudah terlalu larut untuk makan malam.
Tak menghiraukan hal itu, Hanin hanya kembali teringat ucapan Alif saat ditelpon. Dirinya benar-benar merasa bersalah karena ucapan pemuda itu yang sedikit menohok hatinya.
Setelah menaruh sepiring nasi dan semua hasil masakannya diatas meja yang berada di depan sofa. Walau dengan berat hati, Hanin berupaya membangunkan pemuda itu. Bukankah tidak baik tidur dalam keadaan perut kosong, apalagi Fadhlan sedang sakit walaupun sekarang sudah bukan waktunya makan malam lagi.
"Mas!" Hanin mengeluarkan suaranya ragu-ragu. Suaranya bahkan lebih seperti sebuah bisikan.
"Ehem!"
"Mas!" Panggil Hanin lagi kali ini dengan intonasi yang sudah dinaikkan, namun Fadhlan tetap nyenyak dalam tidurnya.
Biarin aja atau gimana ya? Batin Hanin. Gadis itu bingung harus lanjut membangunkan Fadhlan atau membiarkannya tetap tertidur. Tetapi, tadi Alif menyampaikan kepadanya bahwa Fadhlan belum makan sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
SABDA CINTA [END]
Teen FictionHanin membelalakkan matanya mendengar penuturan Nadia, jantungnya seakan memompa lebih cepat. Gadis itu tiba-tiba berubah jadi kaku. Namun Nadia malah terkekeh senang. Entah apa yang membuat perempuan paruh baya itu demikian. Hanin melirik Fadhlan...