Aku belajar dari sebuah kegagalan. Bahwa, tidak ada usaha yang dapat berhasil hanya dengan sekali melangkah. Perlu satu, dua, tiga bahkan ribuan jejak agar Aku dapat menggapainya. Dirimu yang menciptakan jarak.
__Sagara Hadinata
"Lo yakin Ga!" Oji bertanya untuk ke sekian kalinya, anggukan dari sahabatnya itu sudah cukup untuk menjawab pertanyaannya. "What the_!"
"Gue udah mikirin ini sejak lo tanyain apakah gue mau pindah keyakinan Ji! Waktu itu mungkin gue masih ragu, tapi sekarang gue beneran yakin." Jelas Saga.
"Ga? Gue kemarin nanyain lo karena gue masih ragu. Tapi kalo gue lihat lo sekarang, gue nggak ngeraguin perasaan lo sama sekali Ga! Tapi disini masalahnya, lo udah tau belum perasaan cewek itu sama lo gimana?" Oji mengusap mukanya kasar. Walau dirinya bukanlah seorang kristiani yang taat, tetapi dirinya tidak akan mengkhianati agamanya.
"Gue yakin Hanin juga suka sama gue Ji!" tutur Saga. Walau jauh di dalam lubuk hatinya masih terbersit keraguan.
"Lo mau ngekhianatin Tuhan lo cuma karena cewek?, Gila lo Ga! Nggak habis pikir gue ama lo!" Oji menggeleng tak percaya. Niat dirinya adalah untuk menyadarkan sahabatnya selama ini bahwa cinta beda keyakinan kecil kemungkinan akan menyatu, bukan menyuruh Saga untuk pindah keyakinan.
"Gue nggak ngekhinatin Tuhan Ji! Gue yakin Tuhan satu, cuma kita nya aja yang beda cara nyembahnya." Jelas Saga, dirinya tidak terima jika dianggap mengkhianati Tuhan. "Nggak ada bedanya kan gue Islam atau Kristiani? Selama gue masih yakin dengan keberadaan Tuhan!" tambahnya.
"What the! Lo udah nggak waras Ga! Pindah agama nggak sebercanda itu Ga!" Oji menatap Saga frustasi, dirinya berharap Saga bisa goyah, sehingga sahabatnya itu mau mempertimbangkan keputusannya.
"Gue nggak akan langsung pindah agama kok Ji! Gue akan pelajari tentang Islam dulu." Cetus Saga. Sementara Oji semakin melongo dibuatnya. Pemuda itu menarik nafas dan menghembuskannya kasar.
"Lo bego Ga! Tapi gue tetep dukung keputusan lo! Tutur pemuda itu akhirnya sambil menepuk-nepuk pundak Saga.
"Thanks Ji!" ucap Saga lega, setidaknya Oji mendukung dirinya. Saga tau hal ini tidak akan berjalan dengan mudah. Banyak hal yang mungkin akan dilewatinya, termasuk kemurkaan dari keluarganya.
*****
Hanin menatap makanan dihadapannya tak berselera. Tiga hari lagi, tidak lebih dari itu dirinya akan resmi dipersunting oleh pemuda yang bahkan dirinya tak ketahui sepenuhnya.
Hanya sekedar nama dan latar belakang keluarga. Soal kepribadian, Hanin hanya memperoleh cerita tentang Fadhlan dari orang tuanya. Dari cara orang tuanya membanggakan pemuda itu di hadapannya, Hanin tau pasti Fadhlan sangat disukai keduanya.
"Nin! makanannya jangan dilihatin aja!" Ratna mengusap lembut pundak putrinya. "Kamu mikiran apa nak? Makannya udah telat, terus kayak nggak ada selera."
"Nggak kok ma!" jawab Hanin kemudian gadis itu mulai menyuap nasi. Ratna hanya mengusap kepala putrinya sambil tersenyum.
"Temen-temen Hanin yang mau diundang udah di list belum?" tanya Ratna lagi yang di balas anggukan oleh Hanin.
"Undangan kemarin cukup Nin? Temen-temen kamu yang di Padang udah di kasih tau? Ana datang kan?" tanya Ratna lagi yang hanya di balas senyuman oleh Hanin.
Hanin hanya mengundang teman-teman dekatnya yang berada di Batam. Sementara teman-temannya yang berada di Padang tak diberi taunya seorang pun, termasuk akhwat asrama pondokan putri yang sudah dianggapnya sebagai saudari-saudarinya dan juga Ana sahabatnya sekalipun.
Entah kenapa, Hanin terlalu takut menyakiti dan dirinya hanya ingin menjaga perasaan satu orang yang sampai saat ini masih belum bisa ditepis dari hatinya.
Awalnya Hanin berniat memberitau Ana tentang pernikahannya, namun niat itu diurungkannya karena Ana lebih dulu bercerita tentang Saga yang marah besar karena candaan Ana tentang perjodohan Hanin.
Hanin sempat terkejut, gadis itu pikir Ana sudah tau tentang perjodohannya tetapi ternyata tidak, itu hanya candaan Ana saja yang sebenarnya adalah fakta.
Hanin tidak tau apakah keputusannya ini benar atau salah. Tetapi demi menjaga perasaan pemuda itu, Hanin berniat tidak akan memberitaukan tentang pernikahannya yang sekarang tinggal menghitung hari.
Hanin baru saja selesai makan dan seperti biasanya gadis itu membawa langsung piring dan gelas ke westafel untuk langsung di cuci. Kebiasaan yang sudah diajarkan mamanya sejak kecil.
"Nin ponsel kamu bunyi tuh!" seru Ana kepada putrinya.
"Iya ma, bentar Hanin selesaikan ini dulu." Jawab Hanin.
"Dari mas mu ini loh!" Tutur Ratna lagi.
"Angkat aja ma, bentar lagi Hanin selesai." Jawab gadis itu sambil terburu-buru membilas piring dan gelas yang tadi dipakainya. Setelah selesai Hanin menyusul mamanya yang sudah duduk di ruang tamu sambil terkekeh dengan benda pipih di telinganya.
"Nih Haninnya" tutur Ratna ketika melihat Hanin sudah berdiri di hadapannya sambil tersenyum. Kemudian Ratna menyerahkan benda pipih itu kepada putrinya.
"Halo mas! Assalamualaikum" tutur Hanin semangat! Sudah lama ia tidak berkomunikasi dengan abang sepupunya yang cuma terpaut umur dua bulan itu. Walau cuma terpaut dua bulan, Hanin tetap memanggilnya mas karena abang sepupunya itu yang meminta.
"Walaikumsalam warahmatullah! Sehat dek?" tanya sepupunya tersebut.
"Alhamdulillah mas! Mas sendiri gimana?" tutur Hanin lagi.
"Alhamdulillah juga nih!" Hanin ikut terkekeh mendengar suara dari seberang. Namun tidak lama gadis itu cemberut karena ternyata pemuda itu menyampaikan tidak bisa hadir di pernikahannya karena kendala perkuliahan. Sepupunya itu harus menyelesaikan praktek magangnya sebagai mahasiswa kedokteran di Jakarta.
Hanin mencebikkan bibirnya. Setelah bicara panjang lebar demi melobi abang sepupunya agar bisa hadir, Hanin akhirnya terpaksa menerima. Lagipula Abang sepupunya itu berjanji akan pulang untuk bertemu dengannya jika masa magang nya telah selesai.
Bagi Hanin abang sepupunya itu adalah kakak terbaik yang dimilikinya. Hanin sangat menyayanginya seperti abang kandung sendiri. Dirinya pun merasa selalu dijaga dan dilindungi layaknya adik kandung.
Awalnya Hanin ingin menceritakan keraguannya akan pernikahan yang tinggal menghitung hari, namun karena sepupunya bilang sedang terburu-buru. Jadilah Hanin hanya memendamnya sendiri.
*****
NB
1. Akhwat adalah sebutan untuk perempuan jamakSelalu ada tokoh baru ya!... hehehe
Kasih komen dong! jangan jadi silent reader aja! ngetik dikit buat masukan nggak rugi kan?
sedih author tuh!
😥😫
KAMU SEDANG MEMBACA
SABDA CINTA [END]
Teen FictionHanin membelalakkan matanya mendengar penuturan Nadia, jantungnya seakan memompa lebih cepat. Gadis itu tiba-tiba berubah jadi kaku. Namun Nadia malah terkekeh senang. Entah apa yang membuat perempuan paruh baya itu demikian. Hanin melirik Fadhlan...