Wajar jika manusia mengenal Tuhan yang Maha Besar. Merasa terikat oleh perintah-Nya, hidup menurut pengarahan dan hidayah-Nya.
__Aditya Hutama
Bagi Saga niatnya sudah benar-benar bulat. Pindah agama memang sudah menjadi buah pikirannya sejak lama. Walau alasannya karena cinta, toh dirinya bukan orang pertama yang melakukannya. Artis, publik figur, orang biasa seperti dirinya juga.
Tuhan satu, kita yang berbeda. Memang benar keyakinan berbeda, cara penyembahannya juga berbeda, kitab suci dan pola peribadahannya. Apakah salah jika dirinya pindah keyakinan? Tuhan tentu tak akan marah kan. Batinnya.
Saga memperhatikan seniornya yang sedang memeriksa pasien. Sekarang dirinya sedang berada di rumah sakit. Sudah dua hari dirinya bolak balik ke rumah sakit ini untuk memperoleh bimbingan dari seniornya tentang Islam.
Saga sudah mengenal seniornya ini sejak tahun pertamanya kuliah sebagai mahasiswa kedokteran. Walau tidak terlalu dekat, tetapi kepribadian dan pengalaman Aditya membuat Saga yakin untuk menjadikan seniornya itu sebagai Pembimbingnya.
Aditya yang tergabung dengan organisasi Unit Kegitan Kerohanian (UKK) di kampusnya, bahkan pernah menjabat sebagai ketua umum. Tidak hanya itu, Aditya juga sering mengisi kajian sebagai pemateri. Semua informasi itu didapatkan Saga dari Oji yang kebetulan satu kos dengan seniornya itu.
"Siang Bang!" Sapa Saga. Pemuda itu tersenyum sambil menganggukkan kepala kepada seniornya itu.
"Siang!" balas Adit. "Udah lama Ga?" tanyanya,
"Nggak kok bang. Baru ini!" jawabnya, sementara Adit mengangukkan kepala.
*****
Saga menyimak apa yang disampaikan Adit. Sesekali dirinya memotong penjelasan seniornya itu karena penjelasan tersebut menurutnya mengundang tanya. Adit baru saja menjelaskan hal-hal dasar dalam agama Islam. Pemuda itu juga membacakan surat-surat Al Quran untuk menjelaskan lebih lanjut kepada Saga.
Saga terdiam, tangannya memegang dada. Ada aliran yang menilisik dan menciptakan kehangatan di hatinya ketika mendengar Adit melantunkan Al-quran.
Adit menjelaskan per-ayat surat Al-Ikhlas yang tadi ia lantunkan kepada Saga. Buku kuduk pemuda itu meremang. Ada perasaan asing yang tak diketahui Saga, seperti merindukan sesuatu tetapai bukan rindu yang biasa. Bahkan Saga merasa hatinya membuncah karena saking rindunya. Namun pemuda itu tidak tahu untuk siapa rindu itu.
"Kita lanjutkan?"
Adit kembali bersuara ketika melihat Saga hanya diam.
"Iya bang, silahkan."
"Islam berarti tunduk dan patuh kepada Allah SWT dan berserah diri serta menyerahkan segala urusan kepada-Nya. Seorang muslim, wajib mengikuti kehendak Allah."
"Dan barang siapa yang berserah diri kepada Allah dan ia berbuat baik, sesungguhnya ia telah berpegang pada buhul tali yang kukuh (agama Allah). Dan hanya kepada Allah sajalah kesudahan segala sesuatu. (Q.S Luqman: 22 )"
"Lagian kita siapa Ga? Kita hanya salah satu makhluk ciptaannya. Tujuan kita diciptakan adalah beribadah kepada-Nya." tutur Adit lagi, sementara Saga merenungkan perkataan seniornya itu.
"Ga!"
Adit menepuk pundak juniornya yang lagi-lagi terdiam, Adit tau ada sesuatu yang mungkin sedang berkecamuk di dalam dada juniornya itu. Adit pun kembali menjelaskan ketika Saga kembali fokus kepadanya.
"Saat manusia sudah menyatakan tunduk kepada Allah, menghormati ajaran dan perintah-Nya dan mutlak mematuhi pengarahan-Nya, maka pada saat itu berarti ia menyelaraskan hidupnya dengan semesta Alam yang bersujud kepada Tuhan-Nya."
Saga memandang kagum ke arah Adit. Ada rasa puas yang entah kenapa muncul ketika Adit menjawab semua pertanyaan yang dilontarkannya. Oji benar, Adit adalah orang yang cocok menjadi mentor dan pembimbingnya untuk mempelajari Islam. Beruntung Oji menyarankan seniornya itu.
*****
Saga memandang jalanan dari balkon kamarnya. Sudah hampir jam sebelas, namun jalanan masih tetap saja dipenuhi kendaraan yang berlalu lalang. Oh, Saga lupa bahwa malam ini adalah malam minggu. Pantas saja.
Saga memetik gitarnya asal. Sendirian seperti ini, lagi-lagi mengingatkannya kepada Hanin. Menurut Saga, Hanin pastilah muslimah yang taat kepada Tuhannya. Lalu, apakah gadis itu mau menerima dirinya yang baru akan memeluk Islam?
Saga mengusap mukanya kasar, memikirkan hal ini semakin membuat kepalanya pening. Dirinya teringat pertanyaan terakhir yang dilontarkannya kepada Adit.
"Lalu bagaimana cara seseorang seperti saya untuk masuk Islam bang?" tanya Saga.
"kalimat syahadat yang abang bacakan tadi adalah kalimat yang akan membuka pintu untuk kamu menuju Islam. Jika kamu yakin Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah kemudian bersyahadat, maka kamu sudah menjadi seorang muslim." Tutur Adit.
***
Oji menepuk keras pundak Saga yang sedang fokus dengan laptop dihadapannya. Pemuda itu sepertinya tidak sadar akan kedatangan Oji.
"Gimana bro?"
Oji berbisik di telinga sahabatnya itu."Astaga!"
Saga melotot, dirinya tak suka dikejutkan seperti itu."Sabar-sabar!"
Oji menepuk-nepuk pundak Saga sambil terkekeh. Sementara Saga hanya bisa mendengus."Ada perkembangan?"
"Masih belum tahu, perkembangan atau nggak"
"Ok gue ganti pertanyaan. Lo udah yakin mau pindah agama?"
"Masih bimbang. Semua yang gue dapat dari Bang Adit buat gue bertanya-tanya banyak hal"
"Maksudnya?"
Oji mengernyitkan kening. Sudah hampir sebulan Saga dibimbing Adit, namun sahabatnya itu belum juga memutuskan."Gue semakin tertarik. Semua yang udah gue denger dan gue cari tahu, dari Bang Adit maupun dari google, YouTube dan nanya langsung ke ustadz, semuanya buat gue semakin penasaran Ji"
Oji menata Saga lamat-lamat sebelum akhirnya menepuk pundak Saga.
"Gue nggak ngerti semua yang Lo bilang bro. Tapi gue dukung apapun itu"
Sudah kali kedua Oji mengatakan hal itu, dan Oji benar-benar serius dengan perkataannya. Apapun keputusan Saga. Oji tetap Oji sahabat Saga.
"Thanks bro!"
"Nope!"
Semoga Lo nggak kecewa aja nantinya bro, batin Oji.
KAMU SEDANG MEMBACA
SABDA CINTA [END]
Dla nastolatkówHanin membelalakkan matanya mendengar penuturan Nadia, jantungnya seakan memompa lebih cepat. Gadis itu tiba-tiba berubah jadi kaku. Namun Nadia malah terkekeh senang. Entah apa yang membuat perempuan paruh baya itu demikian. Hanin melirik Fadhlan...