Ketika Aku tak mengetahui bahkan tak mengenal dirimu. Aku hanya berharap diberi masa untuk memahamimu.
__Sagara Hadinata
"Hanin!"
Suara dari seberang jalan membuat Hanin sedikit terkejut. Matanya memandang Honda Jazz putih dengan kaca pintu mobil yang terbuka di seberang jalan, menampakkan pemuda yang duduk di belakang kemudi.
Pemuda itu keluar dari mobilnya kemudian menyebrangi jalan menghampiri Hanin.
"Malam!"
Saga menyapa gadis yang terlihat bingung dihadapannya. Namun pemuda itu tau pasti apa alasannya.
"Malam!" Jawab Hanin ragu-ragu. Dirinya masih melirik ke arah mobil pemuda itu. membuat Saga tersenyum tipis.
"Ana nggak bisa jemput, perutnya tiba-tiba sakit" tutur Saga.
Hanin menautkan kedua tangannya, merasa bimbang. Gadis itu tau, tadi Ana mengeluhkan perutnya yang sakit karena tamu bulanannya datang. Tetapi bagaimana bisa Ana menyuruh Saga menjemputnya.
Saga kembali tersenyum tipis. Pemuda itu tau Hanin pasti mengkhawatirkan dirinya yang akan berduaan saja di dalam mobil.
"Kamu tenang aja, didalam mobil ada Tristan kok!" Ucap Saga. Hanin bernafas sedikit lega, harusnya dia tau Ana pasti berpikir panjang jika sudah menyangkut dirinya. Hanin merasa beruntung memiliki sahabat seperti Ana.
"Hai kak!" ucap Tristan.
"Hai juga!" balas Hanin sambil tersenyum kepada Bocah umur sepuluh tahun yang duduk dibangku depan.
"Kak Hanin biar Tristan aja yang disana. Kakak duduk depan aja samping bang Gaga." Ucap Tristan dan tentu membuat Hanin sedikit kaget. Saga yang baru duduk dibalik kemudi pun seketika melirik ke arah Hanin, dirinya tau gadis itu pasti canggung sekarang.
"Tatan didepan aja. Kak Hanin butuh tempat duduk yang lapang." Ucap Saga kepada adiknya.
"Kenapa?" Bocah itu mengernyitkan keningnya melirik ke arah Hanin. Pikirnya tubuh Hanin tidak gendut sampai harus membutuhkan tempat duduk yang lapang.
Saga dan Hanin hanya saling melirik sekilas, namun tak ada dari mereka yang memberi alasan agar bocah laki-laki itu mendapatkan jawabannya. Karena tak kunjung mendapat jawaban, Tristan memilih diam dan tak lagi memikirkan lebih jauh kenapa Hanin butuh tempat duduk yang lapang.
Melihat Tristan diam dan tak lagi bertanya, Hanin bisa bernafas lega. Sementara Saga hanya dapat mengulum senyum.
***
"Malam tante!" Hanin menyapa Felicia, tantenya Ana yang notabenenya mama dari Saga dan Tristan.
"Malam Nin, yuk duduk sini!" Felicia berucap ramah kepada Hanin sambil menepuk sofa disampingnya. Perempuan paruh baya itu sudah biasa menerima kehadiran Hanin dirumahnya.
"Iya tante." Hanin langsung menuruti ajakan Felicia dan duduk disebelahnya.
"Ma! Kak Hanin butuh tempat duduk yang lapang!" Tristan yang baru memasuki ruang tengah pun langsung berucap polos melihat mamanya yang duduk bersebelahan dengan Hanin.
Saga yang berdiri dibelakang Tristan pun langsung mengulum senyum, berusaha menahan tawanya yang mungkin akan meledak. Sementara Hanin hanya melongo dan sepintas melirik Saga. Dalam hati dirinya merutuk Saga yang memberikan alasan itu kepada Tristan sewaktu di mobil.
"Kamu apa-apaan sih dek!" Ucap Felicia kepada putra bungsunya itu. Keningnya mengernyit mencerna kenapa Tristan berkata seperti itu.
"Ta__hmph" belum sempat Tristan berucap, Saga sudah membekap mulut adiknya itu. kemudian badan gempal milik bocah itu digendongnya menjauh dari Mamanya dan Hanin.
"Ih, kamu ngapain adekmu sih bang, jangan gitu ah!" ucap Felicia setengah berteriak karena melihat kelakuan putra sulungnya. Sementara Hanin hanya tersenyum tipis.
"Nin, ajarin tante buat pola yang kemarin ya. Hasil rajutan tante masih berantakan. Nggak serapi punya kamu yang dikasih ke tante." Ucap Felicia. Dalam hati Hanin bersyukur tante Felicia tak membahas perihal tadi kepadanya. Bagaimana ia akan menjelaskan.
"Iya tante, nanti Hanin ajarin lagi." Ucap Hanin tersenyum manis.
"Oh ya, kamu kesini cari Ana kan? Dia ada di kamar, lagi sakit perut karena tamunya datang." Ucap Felicia.
"Iya tante, kalo gitu Hanin ke kamar Ana dulu ya tan." Hanin menundukkan kepalanya sopan meninggalkan Felicia yang memberikan senyum kepadanya. Gadis itu menaiki tangga menuju ke lantai dua dimana kamar Ana berada.
"An!" Hanin mengetuk pintu kamar milik Ana pelan.
"Masuk aja, paling tuh anak molor." Suara khas milik Saga mengagetkan Hanin. Pemuda itu sudah berdiri disampingnya.
"Kamu kagetan banget orangnya ya!" ucap Saga tersenyum tipis kepada Hanin. Tentunya gadis itu tak melihatnya.
"Ya udah, aku masuk dulu." Cuma itu yang Hanin ucapkan. Sementara Saga mengangguk dan memperhatikan Hanin yang masuk ke kamar Ana kemudian menutup pintu kamar sepupunya tersebut.
Aku hanya ingin kamu bersikap seperti dulu Nin. Kalau saja waktu bisa diulang. Maka Aku akan memilih untuk tak mengutarakannya saat itu, jika akhirnya kamu malah jadi orang asing seperti ini. Batin Saga.
"An!" Hanin menepuk pelan tangan Ana yang sedang tidur bergelung dibalik selimut. Sahabatnya itu nampak nyenyak dalam tidurnya. Membuat Hanin tak tega membangunkannya.
Hanin mengeluarkan termos kecil dari tas milikinya. Termos yang berisi air jahe hangat itu diletakkannya di atas nakas. Tadinya air itu untuk Ana yang sedang kedatangan tamu bulanannya.
Cahaya bulan yang terang hingga menembus masuk ke kamar Ana membuat Hanin berniat membuka pintu menuju balkon kamar sahabatnya itu. Entah kenapa, setiap kali dirinya ke sini ia selalu ingin melihat langit dari balkon ini, mengingatkan dirinya dengan kamar miliknya. Hanin tersenyum melihat keindahan ciptaan Sang Maha Cinta itu. Semilir angin yang berhembus pelan membuat gadis itu reflek menutup matanya, merasakan belaian lembut menerpa wajahnya.
Sementara tanpa gadis itu ketahui. Saga yang juga berada dibalkon kamarnya yang bersebelahan dengan milik sepupunya itu tersenyum melihat kehadiran Hanin. Gadis itu tidak menyadari adanya dirinya.
Terkadang aku cuma ingin baca pikiran kamu Nin. Mengetahui dan mengenal kamu lebih jauh. Batin Saga.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
SABDA CINTA [END]
Teen FictionHanin membelalakkan matanya mendengar penuturan Nadia, jantungnya seakan memompa lebih cepat. Gadis itu tiba-tiba berubah jadi kaku. Namun Nadia malah terkekeh senang. Entah apa yang membuat perempuan paruh baya itu demikian. Hanin melirik Fadhlan...