Sekarang Aku tau kenapa kamu, aku dan dia dipertemukan. Semua yang terjadi bukan sebuah kebetulan, namun takdir-Nya.
__Hanindia Irawan
Hanin memandang seseorang dihadapannya dengan mimik pias. Dirinya tak menyangka ketika dirinya terbangun, wajah Fadhlanlah yang pertama dilihatnya. Pemuda itu tersenyum tipis kepadanya membuat Hanin merasa bingung menanggapi, namun seulas senyum tipis akhirnya muncul di wajah gadis itu.
"Kamu udah bangun?" tanya Fadhlan retoris. Tentu saja Hanin sudah bangun, namun pemuda itu bingung harus mengatakan apa. Hanin mengangguk pelan, kemudian melirik seisi ruangan. Tak ada orang lain yang didapatinya selain mereka.
"Kamu cari mama?"
"Ehm." Hanin mengangguk menjawab pertanyaan Fadhlan.
"Mama lagi diluar sama om Denan dan istrinya. Kamu lapar?" tutur Fadhlan yang lagi-lagi diangguki oleh Hanin.
"Tunggu sebentar ya."
Fadhlan bergerak menuju nakas yang berada disamping bankar. Tadinya perawat sudah mengantarkan sarapan pagi untuk Hanin, namun gadis itu masih belum bangun.
"Nasinya udah dingin dek. Kamu nggak apa-apa nih makannya. Mau mas beliin sup? Atau makanan yang lain?" Fadhlan memandang istrinya lamat-lamat. Pikirnya, makan makanan yang sudah dingin disaat sakit pasti tidak akan terasa enak.
Hanin menggeleng, dirinya sudah terlalu lapar saat ini, lagipula dirinya tidak mau merepotkan Fadhlan.
"Beneran nggak mau yang lain?" tanya Fadhlan lagi, membuat Hanin kembali menggeleng. Fadhlan berubah jadi sangat baik pagi ini, pikir Hanin. Seandainya sedari awal sikapnya begitu, mungkin akan berbeda cerita kisah mereka.
Fadhlan menyodorkan sesendok nasi kepada Hanin. Membuat gadis itu bergeming.
"Saya bisa makan sendiri mas, nggak usah disuapi." Tutur Hanin pelan. Membuat Fadhlan menjadi kikuk. Entah kenapa, melihat Hanin bangun dirinya merasa sangat senang dan antusias untuk merawat perempuan yang memang sudah menjadi tanggung jawabnya.
Hanin mengambil alih piring yang disodorkan Fadhlan. Kemudian mulai makan, sementara Fadhlan kembali beranjak menuju nakas mengambilkan minum untuk Hanin.
******
Fadhlan menatap Hanin yang sedang asyik bercanda dengan Om Denan dan istrinya. Adik ayahnya itu memang pandai melucu, membuat seisi ruangan tertawa karena kelakarnya, tak terkecuali Hanin. Wajah gadis itu sudah mulai nampak berseri membuat Fadhlan bersyukur dalam hati.
Sesekali nama Fadhlan disebut-sebut. Mungkin namanya dijadikan bahan bullian oleh om nya. Namun Fadhlan tidak terlalu menghiraukan hal itu. yang penting saat ini adalah dirinya dapat melihat tawa renyah dari istrinya. Baru kali ini dirinya mendengar tawa Hanin. Mendengarnya membuat Fadhlan merasa bahagia.
Fadhlan mencium tangan om Denan yang pamit untuk pulang. Fadhlan tidak menemani mamanya mengantarkan om-nya kedepan rumah sakit karena harus menemani Hanin.
"Mas, ponsel aku ada dibawa nggak?" tutur Hanin ragu. Apakah Fadhlan sempat memikirkan untuk membawa ponselnya.
"Ponsel kamu kemarin nggak sempat mas bawa dek. Tapi tadi pagi mas udah pesankan ke mama untuk sekalian tolongin bawa ponsel kamu sewaktu mama pulang ke kontrakan untuk jemput pakaian kamu. Tunggu mama bentar lagi ya, soalnya mas nggak tau mama simpan dimana ponselnya."
Hanin menggigit bibir bawahnya memikirkan kabar kakak sepupunya saat ini. pasalnya, Adit hari ini akan ke Padang namun Hanin tidak tau pasti pesawatnya sampai jam berapa. Sementara Hanin sudah berjanji akan menjemput kakaknya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SABDA CINTA [END]
Teen FictionHanin membelalakkan matanya mendengar penuturan Nadia, jantungnya seakan memompa lebih cepat. Gadis itu tiba-tiba berubah jadi kaku. Namun Nadia malah terkekeh senang. Entah apa yang membuat perempuan paruh baya itu demikian. Hanin melirik Fadhlan...