Manusia tentu pernah salah, tetapi kesalahan dapat membuat kita belajar, memilih dan memilah yang terbaik untuk kehidupan kita
__Fadhlan Minallah. A
Fadhlan melirik Hanin yang sejak tadi duduk disampingnya. Mereka sampai di Bandara beberapa waktu yang lalu dan sekarang sedang menunggu taksi online yang akan menjemput. Fadhlan masih asyik memperhatikan Hanin. Setelah hampir satu bulan memperjuangkan rumah tangganya, akhirnya semua itu membuahkan hasil. Tak apa dirinya gagal kompre, saat ini yang terpenting baginya adalah Hanin.
Fadhlan bahkan sangat merasa bersalah karena setelah Hanin menikah dengannya, gadis itu sudah masuk rumah sakit sebanyak dua kali. Itu semua karena kecerobohan Fadhlan yang tidak tahu apa-apa mengenai Hanin. Pertama, Fadhlan tidak tahu kalau Hanin alergi makanan laut dan kedua, Fadhlan juga tidak tahu bahwa Hanin pernah mengalami penyakit tipus. Dan mungkin banyak ketidak tahuan lainnya mengenai istrinya itu, tetapi Fadhlan berjanji kepada dirinya sendiri bahwa setelah ini dirinyalah orang yang akan sangat mengetahui segala sesuatu tentang Hanin, istrinya.
"Kamu yakin mau puasa dek?" Fadhlan memegang puncak kepala Hanin lembut membuat yang ditanya menoleh kepadanya dengan senyuman tipis menghias di bibirnya.
"Mas nggak usah khawatir, aku nggak papa" jawab Hanin.
Bukan bermaksud berlebihan, tetapi Fadhlan memang dibuat khawatir karena kemarin adalah hari yang panjang dan cukup melelahkan baginya dan mungkin juga untuk Hanin. Menghadapi Ayah mertuanya saja membuat Fadhlan bergidik ngeri, ada ketakutan dan tantangan yang tidak pernah ia hadapi sebelumnya. Namun, kelegaan hati jugalah yang ia dapat karena sekarang Hanin sudah kembali bersamanya. Lagipula hari ini, ada sesuatu yang dipersiapkan Fadhlan untuk Hanin.
Tak berapa lama taksi online yang Fadhlan pesan sampai, membuat senyuman Hanin merekah karena dirinya sudah tidak sabar bertemu dengan orang-orang terdekatnya.
"Mas habis pulang ke rumah, aku boleh izin keluar buat ketemu teman-teman aku ya?" ujar Hanin sambil memperhatikan wajah suaminya.
"Nggak boleh." Fadhlan menjawab datar membuat Hanin mengerucutkan bibirnya. Ternyata sifat ketus Fadhlan memang sudah melekat dalam dirinya. Fadhlan hanya mengulum senyum melihat raut wajah istrinya. Di sepanjang perjalanan pulang ke rumah, Hanin hanya diam karena Fadhlan membuat dirinya begitu kesal.
Setibanya di depan rumah, Hanin langsung turun dari taksi dan memutuskan melangkah masuk ke dalam rumah meninggalkan Fadhlan yang sedang menurunkan barang-barang mereka. Namun senyum di wajah Fadhlan semakin melebar melihat wajah ngambek istrinya.
"Ahlan Wa Sahlan!"
Hanin membelalakkan matanya dan spontan bertakbir. Kebiasaan yang selalu ia lakukan jika sedang terkejut. Hanin segera menutup mulut dengan kedua tangannya tak percaya dengan apa yang sedang dia saksikan. Rumah yang penuh dengan hiasan dan juga gerombolan orang-orang terdekatnya. Ana dan Aro bahkan memegang sebuah kue berlapis coklat kesukaannya.
"Welcome home, my zaujati!" Fadhlan berseru di belakang Hanin membuat semua yang berada disana berteriak heboh karena baper. Sementara Hanin hanya tersenyum berusaha menahan rasa malu karena ucapan Fadhlan yang menurutnya sedikit norak, namun rona merah di wajahnya tak dapat dia sembunyikan.
"Cie-cie! Kak Hanin merah ni ye!" seru Pipin, junior Hanin di asrama pondokan putri.
"Ah, kamu jahat banget Nin. Nikahnya nggak ngundang-ngundang!" kali ini Aro yang menyuarakan protes. Yang ditambahi anggukan oleh Ana.
"Untung abang ipar udah ngasih tahu!" Ina menimpali.
"Tapi, kami ngerti kok kak! Kalau sesama saudara nggak perlu pake undangan segala kan ya? Justru kita yang bantu buat meriahin acaranya. Maka dari itu sekarang kita buat pesta untuk kakak dan abang ipar! Yeeeee!" Seru junior Hanin yang lain.
Hanin bergeming mendengar satu persatu penuturan dari sahabat dan juniornya di wisma yang memang sudah dekat seperti adik sendiri. Air mata Hanin bahkan sudah mengalir di pipinya. Hanin sangat terharu, semua orang bersedia memahami apa yang telah ia lakukan.
"Kakak jangan nangis!" seru Pipin sambil menghambur memeluk Hanin. Hal itu membuat yang lainnya serta merta turut memeluk Hanin dan Pipin. Sementara Fadhlan hanya berdiri menyaksikan betapa istrinya sangat disayangi oleh orang-orang disekitarnya.
"Udah!" Ina berteriak lantang. "Ina nggak mau sedih-sedihan lagi, sekarang waktunya kak Hanin potong kue dan unboxing kado-kadonya!" timpal gadis itu membuat yang lain berseru mengiyakan.
"Wah, ada kado segala!" seru Hanin melihat tumpukan kado di atas meja ruang tamu.
"Ya dong, ini tuh kado spesial dari kami untuk ukhti tersayang. Ada surat cintanya juga. Tapi bacanya nanti pas lagi berdua ya" seru Aro.
"Bang Fadhlan juga ikutan dong!" seru Ana kepada Fadhlan yang hanya berdiri tak jauh dari mereka.
"Ehem!" Pipin berdehem, mencoba memberi kode kepada yang lainnya untuk memberi space untuk Fadhlan.
"Oh iya lupa" celetuk Pipin. Dirinya memang sempat lupa bahwa masih ada makhluk Adam di kumpulan mereka.
Acara buka-buka kado berakhir dengan derai tawa dan godaan jail dari sahabat dan junior-junior Hanin. Semua orang tergelak karena kado yang telah di unboxing hampir semuanya barang-barang perlengkapan bayi. Suasana berubah menjadi senyap ketika Ana dan Aro membawa nampan dengan beberapa mangkuk Soto di atasnya. Semuanya langsung menyambut dan ingin menyantap makanan tersebut. Kebiasaan di asrama pondokan kalo ada makanan suasana akan menjadi tenang karena semua asyik menyantap makanan.
"An!" Hanin mencolek Ana yang baru selesai menghabiskan semangkuk Soto miliknya. "Syifa nggak kamu ajak kesini?"
"Ya ampun, aku lupa kasih tahu kamu. Syifa kirim salam Nin. Dia nggak, dapat izin dari bosnya karena nggak ada orang yang bisa gantiin dia."
"walaikumsalam. Wah, padahal aku kangen sama dia, An." Keluh Hanin.
"Ya udah, besok pas ngampus kita ke kafetaria aja nyamperin Syifa." Ujar Ana menghibur sahabatnya itu, yang disambut anggukan oleh Hanin.
"Makasih semuanya, fii amanillah!" Hanin melambaikan tangan ke arah mobil yang baru saja dimasuki oleh Aro dan junior-juniornya. Semuanya membalas lambaian Hanin dengan senyum yang merekah hingga mobil telah membelakangi Hanin dan melaju. Sementara Hanin masih mengamit lengan Ana.
"Nginap disini ya!" seru Hanin untuk ke sekian kalinya, berharap Ana mengiyakan ajakannya.
"Ih, apaan sih Nin". Ana menepuk-nepuk tangan Hanin dan melirik Fadhlan sekilas. "Kamu ada bang Fadhlan, masa aku diajak nginep" tambahnya.
"Emang kenapa?" Hanin bertanya dengan nada polos yang membuat Ana memutar bola matanya.
"Au ah, sampai ketemu besok!" seru Ana sambil melambaikan tangan kepada sahabatnya itu. Sementara Hanin mengerucutkan bibirnya namun akhirnya membalas lambaian Ana. Fadhlan memperhatikan istrinya dari belakang sambil mengulum senyum. Dirinya baru saja melihat sisi manja sekaligus ceria dari Hanin hari ini.
*****
Hai...
assalamualaikum...
udah lama nggak update, karena kesibukan jadinya harus ada yang ditunda. semoga suka sama cerita pertama yang aku buat ini. Jangan lupa comment, vote, and share untuk support aku agar bisa menulis cerita yang lebih bagus lagi.
thanks all... XOXO
KAMU SEDANG MEMBACA
SABDA CINTA [END]
Teen FictionHanin membelalakkan matanya mendengar penuturan Nadia, jantungnya seakan memompa lebih cepat. Gadis itu tiba-tiba berubah jadi kaku. Namun Nadia malah terkekeh senang. Entah apa yang membuat perempuan paruh baya itu demikian. Hanin melirik Fadhlan...