Islam membuatku percaya bahwa semua yang terjadi adalah ketetapan-Nya. Begitu lembutnya cara Tuhan mengajarkanku untuk ikhlas dan yakin kepada-Nya.
__Sagara Hadinata
Saga bergeming mendengar ucapan perempuan paruh baya tersebut. Kalimat yang diucapkan perempuan paruh baya itu tentu ditujukan kepada seorang gadis dan laki-laki yang baru saja hendak didatanginya. Melihat Hanin yang hendak disuapi membuat Saga mengurungkan niatnya, Saga memilih untuk segera beranjak dari posisinya sebelum Hanin melihatnya.
Saga tidak berhenti beristighfar dalam hati. Sungguh amarahnya serasa akan meluap sekarang. Adegan yang baru saja dilihatnya terasa membuat hati dan otaknya mendidih. Rasanya tidak mungkin seorang Hanin berlaku seperti tadi kalau dirinya tak ada hubungan apa-apa dengan pemuda yang tidak terlihat jelas wajahnya oleh Saga.
Setau Saga jangankan berbuat seperti tadi, duduk bersebelahan dengan laki-laki yang bukan mahramnya saja Hanin begitu risih.
Saga berkali-kali memukul setir mobilnya. Sungguh dirinya ingin memukul sesuatu saat ini. Hatinya gelisah sementara otaknya berpikir ke hal-hal yang sangat ingin disangkalnya.
"Ga, tadi mama telpon katanya gak jadi pulang lusa. Si Tatan minta liburnya ditambah katanya mau main ke Ancol lagi." Ujar Ana setengah berteriak. Saga nampak tak memperdulikan perkataannya pemuda itu terus melangkah menaiki undakan tangga tanpa merespon sepupunya.
"Tuh anak kenapa sih!" ujar Ana bermonolog dengan dirinya sendiri. "Bodo!" tambahnya kemudian kembali menonton kartun kesukaannya.
Saga menghempaskan tubuhnya ke kasur miliknya. Buliran hangat mengalir dipipinya. Mungkin dirinya sekarang terlihat begitu cengeng dan lemah sebagai seorang laki-laki. Tetapi bagi Saga ini rasa sakit pertama yang diterimanya seumur hidupnya, sakit kehilangan cinta pertamanya.
Saga bukanlah orang bodoh yang tidak mampu mencerna apa yang sudah dilihatnya. Dia ingin sekali memepercayai yang bahkan mungkin membuat Hanin terlihat buruk dimatanya. Tapi tidak bisa. Saga tidak bisa melakukannya. Saga tau Hanin seperti apa. Yang menjadi satu-satu prasangkanya adalah Hanin dan pemuda itu sudah menikah.
*****
"What? Jadi malam itu kamu ketemu sama Hanin? Dan disitu kamu udah yakin kalo Hanin udah nikah?" tanya Ana retoris. Jelas semua jawaban Saga adalah iya karena pemuda itu baru saja menceritakan dirinya yang tak sengaja melihat Hanin dengan seorang pemuda dan perempuan paruh baya malam itu tentunya dengan versi singkat.
"Kamu bego atau berlagak sok kuat sih?" Ana memukul Saga dengan bantal yang sedari tadi dipeluknya. "Kenapa kamu nggak cerita ke aku? Bego emang." Tukas Ana sambil berdiri.
"Terus pas di rumah sakit, kok kamu kayaknya kelihatan akrab sama suaminya?"
"Kalo itu kamu pasti nggak akan nyangka. Fadhlan itu satu kajian sama Aku An. Dan lucunya lagi, aku tau kalo Fadhlan udah beristri tapi siapa sangka kalo istrinya ternyata Hanin."
"What? Sumpah demi apa Ga!" teriak Hanin. Membuat Saga tertawa namun hatinya masih terasa berdenyut.
"Bego! Masih aja ketawa!" teriak Ana lagi kemudian kembali memukulkan bantal kepada sepupunya itu berkali-kali sebelum tangisnya pecah.
Saga mengernyitkan keningnya. Kemudian menggaruk kepalanya yang tak gatal karena melihat absurdnya seorang Ana. Walau sebenarnya dia tau, Ana begitu mempedulikan dirinya.
"Udah jangan nangis, ntar tambah jelek."
"Bodo!" teriak Ana sambil terus menangis.
"Waduh, jelek banget! Muka kamu udah kayak tomat busuk pada merah semua tuh!" Ujar Saga sambil tertawa terbahak-bahak.
"Bego!" umpat Ana sambil menjambak rambut sepupunya itu sebelum berlari ke kamarnya. Masa bodo jika Saga marah karena dirinya sudah berjanji untuk tidak menyentuh sepupunya itu.
*****
Ana menoleh ke arah suara yang memanggil namanya kemudian memilih pergi karena melihat seseorang yang saat ini membuatnya kesal. Sementara Hanin hanya bergeming tak berani mengejar Ana. Segitu kecewanya kamu sama aku An, batin Hanin.
"Tadi itu bukannya Hanin An?" tanya Saga ketika Ana masuk ke dalam mobil. Ana sengaja meminta Saga mengantar jemput sebagai hukuman karena sudah membuatnya menangis semalaman.
"Nggak tau!"
"Loh kamu kok jawabnya gitu. Dia pasti mau jelasin sesuatu sama kamu An."
"Udah tau Hanin masih juga nanya. Dasar!" Gumam Ana.
"Kamu ngomong apa?"
"Nggak ada!"
"Jelas kamu tadi ngomong sesuatu!"
"Ihh! Saga!" teriak Ana sambil memasang muka kesalnya.
"Ya Allah! Nggak usah teriak juga An, pengang nih kuping."
"Udah jalan!"
"Iya-iya!"
"Jadi Princess Ana mau makan dimana?"
"Terserah."
"Ampun deh! Jangan terserah jawabnya!" seru Saga.
"Ya udah terserah kamu."
"Ya udah terserah aku nih. Ke Bias Resto gimana?"
"Ih aku tu lagi nggak pengen makan makanan Korea."
"Tadi katanya terserah. Biasanya juga ngajakin makan disana." Gumam Saga.
"Aku denger ya? Kamu ikhlas nggak sih ngajakin makan?"
"Ampun deh. Ya udah nggak usah aja makan, kita pulang." Tukas Saga. Dirinya sudah dibuat kesal oleh sepupunya itu.
"Loh kenapa?" Tanya Ana sambil memasang mimik wajah memelas karena dirinya sudah merasa lapar. Sementara Saga hanya diam tidak merespon sepupunya sama sekali.
"Ga!"
"Saga! Kamu marah ya?" cebik Ana. Yang ditanya masih setia diam.
"Ya udah maaf deh. Aku kebawa kesal aja karena kamu ngomongin Hanin mulu, padahal kan aku lagi kesel banget sama dia." Jelas Ana namun Saga masih belum memberikan respon.
"Gaga!"
"An!" Saga menghentikan mobilnya secara mendadak membuat Ana kaget dibuatnya.
"Ga kamu hati-hati bisa nggak? Kalo ada mobil di belakang yang nabrak gimana?" teriak Ana.
"Udah?" tanya Saga datar membuat Ana terdiam karean dirinya tau, Saga dalam mode kesal saat ini.
"An. Kamu bisa nggak untuk berhenti kayak gini?. Berhenti ngejauhin Hanin." Tutur Saga. Semua yang terjadi kepada Hanin, itu nggak ada sangkut pautnya lagi sama Aku An. Aku bisa terima semua keputusan Hanin karena memang Aku nggak punya hak untuk itu An. Dan kalo kamu nanya apa Aku sedih dan kecewa, kamu udah tau pasti jawabannya. Tapi ini yang namanya hidup. Terkadang memang nggak semua berjalan sesuai dengan apa yang kita mau."
Ana memalingkan wajahnya kesamping ketika mendengar penuturan Saga. Hatinya masih belum dapat menerima ucapan sepupunya itu.
"An, kamu udah lama sahabatan sama Hanin. Coba kamu ingat-ingat kesalahan apa aja yang pernah Hanin buat ke kamu dan udah berapa banyak kesalahan kamu yang dia maklumi." Ujar Saga lagi membuat buliran bening mengalir di pipi gadis itu. perkataan Saga menyadarkan Ana bahwa Hanin tidak pernah berbuat salah kepadanya, bahkan Haninlah yang selalu memaklumi kekurangan dan kesalahan yang dia perbuat.
"Coba kamu pikir lagi An. Apakah dengan satu kesalahan yang diperbuat Hanin ini kamu mutusin untuk nggak sahabatan lagi sama Hanin. Coba pikirkan lagi." tutur Saga lagi.
"Kamu nyetir sendiri dan langsung pulang. Janji makannya lain kali aku ganti. Aku pergi nemuin temen dulu." Ujar Saga kemudian keluar dari mobil. Sementara Ana hanya bisa menangis terisak memikirkan ucapan sepupunya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SABDA CINTA [END]
Teen FictionHanin membelalakkan matanya mendengar penuturan Nadia, jantungnya seakan memompa lebih cepat. Gadis itu tiba-tiba berubah jadi kaku. Namun Nadia malah terkekeh senang. Entah apa yang membuat perempuan paruh baya itu demikian. Hanin melirik Fadhlan...