Twenty-nine

3.9K 493 17
                                    

"Gue cuma mau tau kenapa lo balik lagi dan berlagak kaya pahlawan dengan bantuin masalah gue sama Kika." Julian duduk disebuah cafe ternama sama Denis yang notabenenya adalah kakaknya sendiri.

Denis senyum miring, dia minum kopinya pelan, baru akhirnya dia jawab pertanyaan Ian. "Karena lo masih childish sama kaya dulu, karena lo gak berubah sama sekali."

Julian naik pitam secara spontan pas dengan pernyataan yang keluar dari mulut Denis. "Lo udah seharusnya pergi dari kehidupan Kika. Lo lupa siapa yang bikin Kika hampir mati?"

"Tau apa sih anak kecil?" Denis berdecih sambil senyum sinis.

"Gue gak nyangka, kakak yang dulu gue jadikan panutan dan gue idolakan tumbuh jadi seorang yang mengerikan kaya lo ini."

"Gue kaya gini juga karena lo ambil satu - satunya alasan gue hidup dengan baik Julian."

Julian tentu tau apa maksud dari omongan Denis barusan. Sejak mereka kecil, baik Julian ataupun Denis mereka gak pernah dapet perhatian dan kasih sayang yang cukup dari orang tuanya. Papa dan mamanya selalu sibuk sama urusan mereka masing masing sampe mereka lupa bahwa ada dua orang anak yang butuh mereka.

"Gue butuh Kika sama kaya gue butuh oksigen untuk bernafas, Ian.." Denis berkata dengan amat sangat pelan.

Julian yang daritadi merhatiin lantai akhirnya natap sang kakak. "But you hurt her."

"Gue gak sengaja. Malem itu Kika nolongin gue di bar. Pas gue mabuk, mama dan papa saling nuduh mereka selingkuh. Lo lagi di Thailand gue ingat betul.

Gak ada tempat gue ngadu, gak ada yang ngerti gue selain bar dan alkohol. Sampe malam kejadian mengerikan itu datang. Gue nyerang Kika.. gue nyesel Ian.." Denis nutup wajahnya pake dua tangan dia nangis karena tikaman rasa sakit didadanya terus menghantui.

"Denis.." Julian manggil abangnya dengan ragu

"Ian, sama kaya lo, yang menjadikan gue sebagai tumpuan.." Denis memotong ucapan Julian.

"Gue menjadikan Kika tumpun. Dan satu - satunya sinar didunia gue yang beneran gelap." Denis lanjutin kata - katanya dengan berat

"Gue selalu kangen lo. Sebagai abang gue yang dulu selalu jagain gue. Lo yang selalu ngalihin perhatian gue disaat nyokap sama bokap lupa hari ulang tahun gue.

Tapi disatu sisi lo hancurin sahabat gue Denis. Kika juga sahabat gue."

Denis ngangguk mengiyakan. Selama dia pergi, pemuda itu tinggal di Amsterdam untuk lari dari perasaan bersalahnya. Meninggalkan semuanya termasuk Kika dan traumanya.

"Gue tau, untuk maafin bajingan kaya gue rasanya mustahil Ian. Tapi gue cuma minta satu dari lo."

Julian natap kakaknya dengan intens.

"Gue minta balikin Kika. Biar gue yang sembuhin traumanya.."

Julian ketawa seolah-olah apa yang Denis katakan itu adalah sebuah lelucon yang menggelikan. "Gak perlu. Karena dia sekarang udah sepenuhnya sembuh. Berkat gue."

Friends With Benefits ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang