Arthit berjalan mendahului Kongpob, dan tidak menengok sama sekali ke arah suaminya itu, ketika mereka sampai di rumahnya. Bahkan selama perjalanan Arthit bersikap tak acuh kepada Kongpob, saat pria itu mencoba untuk berbicara pada Arthit, hanya saja itu bagaikan sebuah angin lalu bagi Arthit, pria manis itu tidak mengindahkan keberadaan Kongpob, yang menandakan jika dirinya benar-benar marah.
Sedangkan di teras rumah mereka, sudah ada Krist dan juga Singto yang menunggu kedua pria itu. Singto sempat heran untuk apa kedua pria itu satu Minggu pulang lebih cepat daripada apa yang sudah di rencanakan oleh kedua orang tua Kongpob.
Singto merentangkan kedua tangannya, ketika melihat Arthit berjalan mendekat kearahnya, berpikir pasti anaknya akan memeluknya, akan tetapi ternyata Arthit melewatinya begitu saja, dan justru memeluk Krist.
"Ou, kau mengabaikan Daddy, sayang."
Arthit tertawa mendengarnya, "Aku lebih rindu mommy daripada daddy."
"Kenapa?"
"Karena daddy mulai mendramatisir keadaan. Arthit tidak suka."
Krist mencoba menahan tawanya, rasakan saja Singto itu, lagipula pria itu selalu melebih-lebihkan hal yang ada, bersikap berlebihan pada anak mereka itu.
"Ayo, masuk. Jangan berdebat diluar." Krist menatap ke arah Kongpob yang hanya terdiam pada tempatnya, di raihnya tangan Kongpob lalu menariknya masuk, "untuk apa berdiri di luar sendirian? Masuk saja, inikan rumahmu juga sekarang."
Sementara Arthit hanya melirik sinis ke arah Kongpob, dan Kongpob hanya memandangi punggung Arthit saja, ketika pria manis itu lagi-lagi tidak memperdulikannya.
*
"Phi Arthit...."
Panggil Kongpob pada pria manis yang tengah sibuk dengan ponselnya itu, padahal Kongpob jelas-jelas ada di hadapannya. Kongpob kira Arthit nanti akan baik lagi padanya, dan melupakan rasa marahnya, akan tetapi Kongpob salah menduganya. Sudah tiga hari Arthit bahkan tidak mau berbicara padanya.
Jika di depan kedua mertuanya, Arthit langsung bersikap manis padanya, seperti saat beberapa waktu lalu mereka sarapan bersama, Arthit begitu perhatian padanya, seolah menunjukkan kepada kedua mertuanya saat ini hubungan mereka baik-baik saja, tidak ada masalah apapun. Namun begitu masanya hanya ada Kongpob dan juga Arthit saja, pria itu tidak memperdulikannya sedikitpun.
"Phi...."
Kongpob mendudukkan dirinya di samping Arthit, agar pria itu bisa merasakan keberadaannya, akan tetapi Arthit justru menghindarinya, dan mendorong Kongpob untuk menjauh darinya.
"Pergi! Untuk apa kau mendekatiku?"
"Aku minta maaf, kau masih marah?"
"Kau masih bisa bertanya?"
"Phi Namtan itu temanku. Tidak lebih, kenapa kau tidak percaya."
"Jika seperti itu jauhi dia!"
"Aku tidak bisa, jika kau memintaku untuk menjauhinya."
"Kau tidak memikirkan perasaanku. Jika seperti itu pergi saja padanya, jangan bersamaku."
"Kau juga sama, apa kau pernah memikirkan perasaanku? Pernah atau tidak?"
"Aku tidak perduli padamu."
Kongpob bangkit dari tempat duduknya, "Aku tahu itu, tidak ada yang perduli padaku, termasuk dirimu."
Setelah mengatakan hal itu, pria itu melangkahkan kakinya untuk pergi dari sana, tidak memperdulikan Arthit, terserah Arthit mau marah atau tidak, Kongpob sudah tidak perduli lagi, yang terpenting Kongpob sudah membujuknya. Hanya saja Arthit tidak pernah mau mendengarkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[25]. Crazy Love { Sequel Of Slave } [ Kongpob x Arthit ]
Fanfiction[COMPLETED] Sequel Of Slave [Krist & Singto] "Ahhh, sakit." "Arghhh, kau sangat sempit sayang." Seseorang pria yang berada di bawah kukungan pria tampan itu hanya menatap pria itu dengan tatapan tajam, seolah ingin membunuhnya. "Lepaskan aku, Brengs...