Arthit berjalan seorang diri, di dalam lorong yang sepi. Pria manis itu menatap ke arah sekelilingnya dengan sedikit gusar, karena keadaan di dalam sana cukup gelap, sampai akhirnya ada cahaya terang, tiba-tiba Arthit entah mengapa sudah sampai di area gedung fakultasnya, pria itu berjalan menuju ke arah kerumunan para mahasiswa yang tengah berkumpul, namun anehnya semua orang langsung menghindarinya, dan menatapnya dengan pandangan yang menjijikan. Seolah-olah jika Arthit itu aneh, dan tidak layak untuk ada di sekitar mereka.
Pria manis itu mencoba untuk berjalan pergi, namun itu justru membuatnya mendengarkan suara-suara hinaan yang di lontarkan orang-orang padanya, pada keluarganya.
Mengatakan jika Arthit itu aneh, semua keluarganya tidak normal karena menikah dengan laki-laki padahal mereka laki-laki, dan juga mengatakan Arthit bisa hamil karena sebuah kutukan dan jangan-jangan yang ada di dalam kandungannya bukan anak manusia.
Kata-kata mereka semua bergema pada pendengaran Arthit, membuat pria manis itu semakin ketakutan, di tambah lagi dengan tatapan yang mengintimidasi dari semua orang, seolah-olah merendahkannya, seolah-olah Arthit ini tidak pantas untuk hidup, hingga membuatnya merasa tersudut.
"Hikssss ... hikssss ... hikssss ... hikssss ... hikssss."
Mendengar suara tangisan Arthit di tengah malam Kongpob langsung membuka matanya, dan menatap ke arah Arthit yang masih memejamkan matanya, tetapi menangis di dalam tidurnya, sepertinya Arthit tengah bermimpi buruk.
"Phi Arthit...."
Kongpob mengusap-usap pipi Arthit lembut, mencoba untuk membangunkannya, tidak mau jika Arthit terus seperti ini, dan ketika Arthit membuka matanya, pria manis itu langsung menghambur-hamburkan dirinya ke dalam pelukan Kongpob.
"Kong, aku takut, mereka jahat hikss ... Hiksss...."
"Mereka siapa? Tidak ada siapapun disini kecuali kita, jadi tidak perlu takut, aku tidak akan membiarkan orang lain menyakitimu."
"Tapi tadi, aku lihat...."
"Itu hanya mimpi, coba lihat kesekeliling tidak ada siapapun."
"Iya, itu hanya mimpi." Ujar Arthit setelah menatap ke arah sekelilingnya, dan mendapati dirinya tengah ada di dalam kamar bersama dengan Kongpob.
"Aku lapar, kong."
"Phi mau apa?"
"Ice cream."
"Ou, ini sudah terlalu larut untuk makan ice cream, nanti phi sakit perut."
"Tapi aku mau itu, sedikit saja."
"Baiklah, tapi sedikit saja ya."
Arthit menganggukan kepalanya, menyetujui ucapan Kongpob, hingga pria itu langsung pergi untuk mengambil apa yang Arthit mau, setelah Kongpob pergi, Arthit langsung membaringkan tubuhnya meringkuk seperti janin di dalam sebuah kandungan, dan setelah itu langsung menangis sesenggukan sendirian. Tidak mau Kongpob tahu, jadi dia mengiring Kongpob untuk pergi, tidak mau Kongpob melihatnya seperti ini, tidak mau di anggap cengeng oleh suaminya itu, lalu membuat Kongpob terbebani nantinya.
*
Siang harinya, semua orang berkumpul lagi di kediaman keluarga Singto. Para pria itu hanya menatap satu arah dimana saat ini Arthit tengah mendudukkan dirinya bersama dengan Lyn. Arthit yang di tatap banyak orang seperti itu tidak nyaman meskipun mereka adalah keluarganya sendiri.
"Arthit baik-baik sajakan?"
Arthit hanya mengganggukan kepalanya, saat Nat ayah mertuanya itu bertanya kepadanya. Pria manis itu lebih memilih untuk menundukkan kepalanya, merasa seperti di sidang oleh semua orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
[25]. Crazy Love { Sequel Of Slave } [ Kongpob x Arthit ]
Fanfiction[COMPLETED] Sequel Of Slave [Krist & Singto] "Ahhh, sakit." "Arghhh, kau sangat sempit sayang." Seseorang pria yang berada di bawah kukungan pria tampan itu hanya menatap pria itu dengan tatapan tajam, seolah ingin membunuhnya. "Lepaskan aku, Brengs...