"Panggil Krist dan Plustor."
Nat ingin melangkahkan kakinya untuk pergi, setelah Singto menyuruhnya pergi barusan, akan tetapi Singto menghentikan pria itu, pada detik berikutnya.
"Tidak-tidak, panggil dokter saja."
Nat menganggukkan kepalanya, dan bersiap-siap untuk memanggil dokter, akan tetapi Singto kembali mengubah apa yang di mintanya.
"Phi, panggil Krist lebih dulu saja." Singto menggelengkan kepalanya lagi, "dokter saja." Saat Nat ingin melangkah pergi Singto langsung menghentikannya lagi, "lebih baik kita bawa Arthit keluar dari sini, itu yang benar."
Hembusan nafas kasar keluar dari Nat, saat besannya yang labil itu dari tadi terus saja mengubah apa yang ingin mereka lakukan.
"Apa yang harus aku lakukan terlebih dulu?"
Sungguh Nat kesal, karena Singto sangat cerewet, bahkan melebihi istrinya, Plustor saja tidak secerewet Singto. Sampai Arthit hanya menggelengkan kepalanya, melihat ayah dan mertuanya justru ribut, padahal dirinya sudah amat kesakitan.
"Pho, Daddy cepat ini sakit." Rengek Arthit mencoba menyadarkan keduanya dari pertengkaran tidak penting itu.
"Bagaimana kita membawanya? Di bopong atau di gendong?" Tanya Singto dengan bingung, dan sibuk sendiri menentukan mau mengendong Arthit atau memapahnya
Melihat hal itu Nat berinisiatif untuk menggendong Arthit terlebih dulu, sebab Singto sangat lama, akan tetapi Singto tidak memperbolehkannya, karena pria itu juga ingin mengendong anaknya, dan membawanya keluar, bukan hanya Nat saja. Hingga keduanya yang tengah panik itu masih sempat meribut lagi sesuatu yang tidak penting.
"Astaga, apa yang dua pria tua itu lakukan?"
Suara seseorang menginterupsi apa yang tengah Nat dan Singto lakukan, itu adalah suara Plustor yang tidak percaya setelah melihat dua pria bodoh yang tengah ribut, bahkan panik sendiri melihat anak mereka mau melahirkan, seperti tidak pernah menemani istri mereka melahirkan dulu. Untung saja mereka sadar Arthit hilang, jika tidak bisa sampai pagi Arthit bersama dua pria tidak berguna itu.
"Minggir-minggir, laki-laki memang seperti itu, tidak bisa apa-apa, bisanya hanya membuat anak saja, tapi mengurusnya tidak becus sama sekali."
Gerutu Krist, sembari membawa Arthit bersama dengan Plustor bersamanya, tidak membiarkan anaknya di sentuh oleh Singto yang bodoh.
"Dia sedang menyindirmu, phi."
"Tidak sadar diri kau, Sing."
"Eh tunggu-tunggu, ada yang aneh?"
"Apa yang aneh, cepat kita susul mereka."
"Diakan juga laki-laki, memang sejak kapan Krist berubah jadi perempuan?"
"Sudahlah, jangan di bahas jika Krist marah nanti kau akan menangis. Jadi iyakan saja apa yang dia katakan."
Mendengarnya Singto kesal, meskipun apa yang di katakan oleh Plustor itu ada benarnya juga. Dengan cepat kedua pria itu menyusul Arthit dan istri mereka, sebelum kedua pria itu semakin marah dan terus menggerutu lagi nantinya.
*
Semua orang menunggu Arthit di depan ruangan operasinya, berharap semuanya akan baik-baik saja, seperti yang mereka harapkan sebelumnya. Krist mendudukkan dirinya di samping Singto, sembari terus berdoa di dalam hatinya agar tidak terjadi apapun pada anak dan juga cucunya.
"Semuanya akan baik-baik saja, Krist."
Krist menganggukkan kepalanya, sembari menggenggam tangan Singto dengan erat, mencoba mencari kekuatan dari suaminya itu, hingga membuat Krist menjadi sedikit lebih tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
[25]. Crazy Love { Sequel Of Slave } [ Kongpob x Arthit ]
Fanfic[COMPLETED] Sequel Of Slave [Krist & Singto] "Ahhh, sakit." "Arghhh, kau sangat sempit sayang." Seseorang pria yang berada di bawah kukungan pria tampan itu hanya menatap pria itu dengan tatapan tajam, seolah ingin membunuhnya. "Lepaskan aku, Brengs...