Suara-suara hewan beraktivitas di malam harilah yang bergema di pendengarannya. Pria itu menatap gusar kedua pria paruh baya yang menatapnya dengan tajam, seolah menyimpan dendam padanya. Ekor matanya menatap ke arah sekelilingnya, tempat yang dirinya pijaki ini, dimana kedua pria paruh baya tadi menyeretnya kesini, bahkan mengikatnya seperti tawanan --mungkin Kongpob sekarang lebih terlihat seperti buronan yang baru saja tertangkap setelah berhasil kabur-- dari dalam penjara.
"Siapa namamu?"
Mean mendekati Kongpob sembari mengarahkan sebuah besi panjang, ramping dan juga runcing tepat di depan wajah Kongpob, seolah ingin selalu merusak wajah pria itu sekarang juga.
"Jangan terlalu dekat, nanti dia terluka."
"Biarkan saja, aku gemas padanya. Kau tidak ingat bagaimana dia mengatakan tepat di depan wajah kita, jika Arthit murahan, dan tidur dengan banyak pria."
"Oh, iya aku ingat. Seketika itu juga aku mau meremukkan rahangnya yang berbicara kurang ajar pada keponakan kita."
"Siapa namamu? Kau bisu, hah?"
"Kongpob."
"Berapa umurmu?"
"18 tahun."
"Astaga, lihatlah anak muda jaman sekarang. Baru 18 tahun saja sudah memperkosa anak orang!"
"Kau tidak ingat? Dulu kau juga seperti itu? Menjebak orang untuk tidur denganmu?"
"Jangan bawa-bawa masa lalu, kau ingin menjatuhkan aku di depannya?"
"Oi, kenapa kita berdua yang justru ribut?"
"Kau memulai duluan."
New mengisyaratkan agar Mean diam, dan menatap ke arah Kongpob yang terlihat bingung dengan apa yang keduanya sedang lakukan. Pria itu terlihat sedikit ketakutan, membuat New menyeringai karenanya.
"Aku peringatkan, jangan macam-macam pada keponakanku. Sedikit saja kau membuatnya menangis, kau akan berurusan dengan kami semua."
"Ya, kami semua, selalu mengawasi gerak-gerikmu. Apapun yang kau lakukan, dan kemanapun kau pergi, jadi awas jika kau sampai membuatnya menangis ataupun menyelingkuhinya. Hari itu juga kau akan mati!"
"Tunggu-tunggu, paman. Aku tidak melakukan apapun."
"Tidak melakukan apapun? Kau bahkan memperkosa keponakan kami, apa kau tidak punya otak sampai mengatakan tidak melakukan apapun?"
"Jawab! Kenapa diam!"
Kongpob menatap ke arah kedua paman Arthit dengan diam, tidak tahu harus menjawab apa, lagipula dirinya akan tetap salah, meskipun mau membela diri seperti apapun. Tidak akan mereka menganggap Kongpob benar.
"Aku minta maaf."
"Minta maaf? Aku tanya, untuk apa kau meminta maaf pada kami? Apa kau pernah meminta maaf pada Arthit? Pernah tidak? Sikapmu buruk, wajahmu juga sama buruknya, kau pikir kau siapa? Kau tidak tahu kami siapa? Aku bisa membuatmu cacat dan mati sekarang juga."
"Bagaimana jika kita lakukan saja. Apa yang mau kita potong terlebih dahulu?"
"Bagaimana jika miliknya saja, supaya tidak bisa berbuat tidakan asusila lagi."
"Ou, aku tidak membawa apapun."
"Aku punya kawatku."
"Memotongnya dengan kawat? Seperti apa? Menggesek-geseknya sampai putus?"
"Aku juga mau mencongkel pita suaranya mengunakan besi ini. Menggores lehernya karena sudah mengatakan hal-hal buruk tentang Arthit."
"Sepertinya itu kurang, bagaimana jika kita mengambil jari-jarinya? Pasti lucu untuk di jadikan mainan."
KAMU SEDANG MEMBACA
[25]. Crazy Love { Sequel Of Slave } [ Kongpob x Arthit ]
Fanfic[COMPLETED] Sequel Of Slave [Krist & Singto] "Ahhh, sakit." "Arghhh, kau sangat sempit sayang." Seseorang pria yang berada di bawah kukungan pria tampan itu hanya menatap pria itu dengan tatapan tajam, seolah ingin membunuhnya. "Lepaskan aku, Brengs...