Singto hanya menatap anak dan menantunya yang saat ini tengah berjalan kearahnya sembari menampilkan wajah kusutnya. Pria paruh baya itu tidak terlalu memperdulikan apa yang keduanya tengah lakukan, meskipun Singto tahu jika kedua orang pria itu pasti baru saja bertengkar, itu sudah biasa dan tidak sampai setengah jam mereka juga akan baikan lagi, jadi percuma jika Singto ikut campur itu tidak ada gunanya, ketika dia masih marah pada Kongpob, sedangkan Arthit justru sudah berbaikan bahkan bermesra-mesraan dengan menantunya itu. Jemari Singto menyibak koran yang di bacanya, sembari menyesap secangkir kopi yang berada di atas meja makan.
Arthit berjalan mendahului Kongpob, bahkan menyenggol lengan pria itu dengan sengaja, lalu mendudukkan dirinya di meja makan, untuk sarapan. Sementara Kongpob yang berjalan di belakang Arthit kaget, saat melihat dua paman Arthit yang dulu pernah menyekapnya tiba-tiba ada di sana dan menatapnya tajam. Kongpob mencoba bersikap biasa saja, dan mendudukkan dirinya di samping Arthit.
"Kenapa paman ada di sini?"
"Membicarakan masalah pekerjaan dengan Daddymu."
"Oh."
Arthit hanya ber-oh ria, sembari menyantap sarapannya, akan tetapi pria manis itu menangkap sesuatu yang janggal dari pamannya.
"Paman, kenapa menatap suamiku seperti itu?"
New terhenyak, dan berpura-pura menatap ke arah lain, "Tidak, suamimu itu sangat tampan."
Mendengar hal itu, Arthit langsung memeluk lengan Kongpob, "Paman tidak ada niatan untuk mencari suami ke tigakan?"
Mean yang ada di samping New terkikik geli, "Dia sudah terlalu tua, untuk punya suami lebih dari dua, kasian nanti dia bisa lumpuh."
Kesal, New menginjak kaki Mean. Masih saja anak itu mencari gara-gara padanya, sudah berumur tidak mengubah cara Mean menanggapi keadaan, Mean ya tetap Mean, adiknya dan Singto yang paling menyebalkan, dan selalu meminta untuk di bully oleh mereka berdua.
"Sakit, phi New."
"Tutup mulutmu, nanti Arha dengar."
"Okay." Mean mengisyaratkan pada New jika dirinya akan diam, dan tidak berisik.
Sementara Kongpob, menyandarkan kepalanya pada bahu Arthit, "Tidak marah padaku lagi?" Kongpob menatap ke arah lengannya yang di peluk erat oleh Arthit.
"Cih, tidak! Sampai kau mengijinkan aku membawa mobil."
"Tidak bisa."
"Kong, aku akan hati-hati. Lagipula aku tidak pernah sekalipun terluka saat membawa mobil."
"Tidak mau."
"Kong!"
"Kau harus menuruti apa kataku."
"Tidak mau."
Kongpob berbisik pekan pada Arthit, "Jika kau tidak mendengarkan aku, lihat saja aku akan menghukummu nanti malam."
Bibir Arthit mengerucut sambil memukul-mukul lengan Kongpob pelan, "Yang tadi malam saja masih sakit."
"Aku akan melakukannya pelan-pelan."
"Tidak mau." Arthit mendorong wajah Kongpob menjauhinya, "Jangan macam-macam disini tidak hanya ada kita berdua."
"Apa yang kalian bicarakan sambil berbisik?" Krist menatap curiga kedua pria yang tengah sibuk ribut itu, tanpa menyadari jika keduanya menjadi sorotan para orang tua yang kini ingin tahu apa yang keduanya perdebatkan, sampai melupakan apa yang ada di sekitarnya.
"Oh, itu Mom ... Kong meminta Arthit untuk membantunya mengerjakan tugas."
"Tugas apa?"
"Tugas kampus, memangnya apalagi ... Ahhh."
KAMU SEDANG MEMBACA
[25]. Crazy Love { Sequel Of Slave } [ Kongpob x Arthit ]
Fanfiction[COMPLETED] Sequel Of Slave [Krist & Singto] "Ahhh, sakit." "Arghhh, kau sangat sempit sayang." Seseorang pria yang berada di bawah kukungan pria tampan itu hanya menatap pria itu dengan tatapan tajam, seolah ingin membunuhnya. "Lepaskan aku, Brengs...