Empat

514 59 4
                                    

"Langsung pulang, Fei?" kedua tanganku sibuk menjejalkan benda-benda yang bertebaran di meja ke tas.

Fei terkekeh pelan, "Jalan dulu sama Pandu,"

Sehabis itu aku tak berkomentar apapun. Kekasih baru memang sedang gila-gilanya menghabiskan waktu berduaan. Mengingat Fei yang begitu sering gonta-ganti pacar, hal itu bukanlah sesuatu yang aneh lagi. Tunggu saja sampai seminggu kedepan, rona ceria itu akan berubah muram. Nyaris menangis dia akan menghampiriku, "Gue putus," katanya. Dan seperti biasa aku menghibur alakadarnya.

Tetapi mungkin kisah kali ini akan sedikit lain. Tidak seperti cowok-cowok sebelumnya yang memang hanya numpang status 'pacar' saja. Ini Pandu. Cowok berkacamata yang membuat Fei uring-uringan barang sehari saja tidak melihatnya. Dia cinta mati sejak kelas 10.

"Semoga kalian langgeng," ucapku di tengah dengungan penghuni kelas yang bersiap pulang. Meski tak terhitung berapa kali aku mengatakan kalimat itu (setiap Fei mengumumkan pacar barunya), entah kenapa untuk yang sekarang aku benar berharap doa tersebut terkabul. Sama berharapnya untuk segala kemungkinan baik dengan Ares.

"Eh, makasih, loh," Fei makin merona, "Ngomong-ngomong udah ada kabar dari Ares?"

Aku menggeleng pelan. Belum. Sejak jam istirahat tadi dia tidak online lagi. Dasar penuh misteri. Awas saja kalau ketemu!

Satu per satu bangku mulai kosong karena si-empunya telah meninggalkan kelas. Menyisakan 5 orang yang memiliki tugas piket, Nyx, Fei dan aku. Nenek sihir itu- Nyx tampak anteng memainkan handphone keluaran terbaru nya, sambil sesekali mengawasi anak buahnya yang sedang piket.

"Yuk pulang," Fei menepuk bahuku.

Baru aja akan ku sampirkan tas namun seorang cewek berseru di ambang pintu. Kepalanya menyembul ragu "Ada Kak Nada?"

Semua yang ada di kelas menoleh, lantas kembali acuh. Urung menyampirkan tas, aku pun memilih menghampiri asal suara diikuti Fei.

"Ya, kenapa?"

"Kak Nada?" katanya sekali lagi, seolah memastikan.

Aku mengangguk.

"Kak Nada diminta datang ke sekre KIR, ditunggu Kak Aldo,"

HAH? 6 bulan berlalu sejak kejadian konyol itu dia kembali mengundangku?

"Ada apa? Saya gak bisa kesana," jawabku tegas. Tak sadar akan ekspresi tidak nyaman adik kelas di depanku, jika saja Fei tak menyikut untuk mengingatkan.

"Saya juga nggak tahu, Kak Aldo cuma nyuruh aja," jelasnya pelan, menunduk.

Aku melipat bibir, berpikir sejenak.

"Bisa kok, Dek. Nanti Nada kesana,"

Sontak aku menatap Fei tajam. Seenaknya saja dia menjawab, tanpa persetujuan dariku pula. Muak begitu kulihat senyum manisnya dilemparkan pada adik kelas yang kini undur diri.

"Apa-apaan sih lo?" teriakku berang. Adik kelas tadi sudah berbelok di persimpangan lorong.

Fei nyengir tanpa rasa bersalah sedikitpun.

"Gue males ketemu Aldo" kutekankan kata terakhir demi menunjukkan seberapa emosionalnya pengalaman masuk BK karena cowok itu.

"Come on, cuma ketemu aja, kok. Gue anter deh," katanya, berusaha membujukku.

Sayangnya aku tak terbuai. Fei mau mengantar karena akan menjemput pacar barunya yang kebetulan anggota KIR juga.

"Enggak, ah. Gue mau pulang," aku memutar haluan namun Fei mencekal tanganku. Tanpa aba-aba dia mulai menarikku melintasi lorong.

"Tas gue!" protesku.

"Nanti aja, deh," balas Fei sambil terus berjalan. Tentu saja otomatis menyeretku.

"Yaudah lepasin!"

"Nanti lo kabur,"

Pandangan orang-orang yang kami lewati menghujam tajam. Mereka mungkin merasa terganggu karena dua cewek gaje menerobos lorong sesak. Beum lagi ekspresi kontras antara Fei yang sumringah dan aku yang cemberut.

Berbelok ke bagian selatan bangunan sekolah, kami pun tiba di sekre. Belum banyak orang di dalamnya sehingga dengan leluasa Fei dapat memanggil nama Pandu.

"Lepas dong," perintahku.

Fei nyengir, segera dilepaskannya belenggu yang sejak tadi mengikat tanganku. Lantas menatap lekat pintu sekre untuk memastikan pangerannya melewati pintu dengan selamat.

Sedetik kemudian cowok berkacamata muncul. Wajah Fei memerah. Aku menahan tawa.

"Sampai jam berapa?" tanya Fei.

"Tunggu 5 menit aja, ya. Aku gak akan ikut kumpulan hari ini, kok," kemudian Pandu menatapku, "Hai, Nad,"

Aku mengangguk membalas sapaan nya.

"Kak Aldo ada?" rupanya Fei yang mengambil alih keadaan. Aku pasrah begitu Pandu kembali masuk, berseru menyebut ketuanya yang berstatus siswa kelas terakhir. Ya, memang kelas 12, namun aku enggan menambahkan awalan 'Kak' dalam panggilannya.

Tak sampai 5 detik cowok bertubuh jangkung dengan wajah tegas dan serius itu- tipikal cowok IPA, berada tepat di depan ku, tersenyum takjub. Kupalingkan wajah namun malah mendapati senyum jahil Fei.

"Makasih udah dateng," suara nge-bass Aldo memenuhi gendang telingaku.

Aku menatapnya malas, "Langsung aja, kamu cuma punya waktu 3 menit sebelum saya pergi"

"Saya suka kamu,"

Pandanganku memburam. Sesaat yang kulihat di depanku Ares. Yang menyatakan cinta itu adalah Ares. Namun ketika berkedip malah Aldo yang berdiri di sana. Aku kecewa.






Part pendek, wkwk. Gpp ya, voment jgn lupa!

Lv u🖤

Halaman Terakhir [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang