Aku mencintaimu, Ares -972
Aku mencintaimu, Ares -973
Aku mencintaimu, Ares -974Tiga kalimat yang kutulis kemarin tetap tidak bisa menahan diri untuk tidak menulis kalimat hari ini.
Aku mencintaimu, Ares -975
Selalu ada kelegaan tersendiri setelah membubuhkan kumpulan kata dalam diary itu. Sekaligus juga merasa tolol karena semakin mendekati angka ke-1000. Dan ketika kalimat sudah mencapai puncaknya, sementara hubunganku dengan Ares tetap begini-begini saja, mau tak mau aku harus berterus terang. Bahwa sejak dahulu perasaanku bukan hanya sebatas teman. Walaupun perlu kuakui perasaan itu sempat terasa asing ketika mengenal Aldo.
Minggu yang begitu membosankan. Mama pasti sedang asik menonton telenovela kemarin, yang tayang setiap weekend. Aku sendiri terlalu malas untuk beranjak dari kasur, apalagi melangkah menuruni tangga.
Dering singkat dari handphone menjadi satu-satunya suara di kamarku yang hening. Malas beranjak, kuulurkan tangan, meraihnya di kepala ranjang. Kemalasanku semakin menjadi-jadi begitu melihat nama yang tertera di layar. Dari Pandu.
Pandu.
Lo marah?Alisku bertaut. Atas dasar apa dia bertanya seperti itu?
Tanpa membalas, aku keluar dari room chat setelah membacanya. Ketika akan diletakkan, benda persegi itu kembali bergetar.
Pandu.
Maaf soal kemarin.Bagus jika dia sadar. Apa yang dilakukannya benar-benar sangat kurang ajar. Dia menempatkanku dalam situasi sulit dan jadi serba salah.
Pesan berikutnya masuk sebelum aku sempat keluar.
Pandu.
Lo kelihatan takut banget, keringet dingin juga. Jadi gue pegang tangan lo. Maaf, ini memang salah gue.Persetan dengan permintaan maafnya. Alih-alih membalas, aku merenung bagaimana cara menghentikannya agar tidak mengacau lewat handphone. Jadi yang kulakukan kemudian adalah menggerakkan jariku, menekan tombol 'blokir'.
Dan selesai, aku mendesah lega. Namun setelahnya, dering panjang memenuhi ruangan, tanda telepon masuk.
Berjaga-jaga, siapa tau itu Pandu dengan nomor yang berbeda, aku tak menggubrisnya. Sampai dering itu berhenti sendiri, berganti tanda pesan masuk.
08234545xxxx
Nada, ini Al temen klub geo Ares. Lo bisa kumpul sama anak geo sebentar? Ada yang perlu kita omongin.Aku langsung ingat cewek yang menanyakan Ares tempo hari. Tanpa pikir panjang, aku langsung mengetikkan balasan.
Bisa. Dimana?
08234545xxxx
Nanti gue share loc.Ok.
---Tepat ketika masuk ke kafe yang disebutkan Al, kudapati lambaian tangan dari salah satu meja. Letaknya tak begitu jauh dari pintu, dekat jendela dan nampak terbuka. Jadi kusimpulkan ini bukan rapat serius.
Tersisa satu kursi, sementara tiga kursi lain terisi oleh Al, satu cewek dan satu cowok entah siapa. Mereka langsung mempersilahkanku duduk saat sampai ke meja.
"Kenalin, Nad, ini Delvin." Al menunjuk cowok sebelahnya. "Kalo itu Laya." Dia menunjuk cewek di kursi sebelahku.
Aku menatap setiap mata bergantian lantas mengangguk. "Nada."
Delvin dan Laya mengangguk sopan dengan senyum ramah.
"Ares enggak tau dimana, susah dihubungi." Al mengumumkan ketika tanpa sadar aku celingukan mencari keberadaan Ares. "Kita udah pesenin minuman buat lo, kalo mau makan, pesen lagi aja."
"Enggak usah," tolak ku "jadi ada apa?"
Mereka langsung bertukar pandang, tampak melempar-lempar tugas untuk menjelaskan. Hingga Laya angkat bicara.
"Ini soal klub geo yang mau kita rintis." Dia mengawali. Maksudnya 'kita' dalam pernyataan nya tentu saja dia sendiri, Ares, Al dan Delvin, bukan aku. "Intinya, sekarang izin pembuatan klub geo itu malah dipersulit. Padahal pas awal-awal sama kesiswaan udah kayak di kasih lampu hijau gitu."
"Minum dulu deh, Nad. Biar enggak seret dengerin kitanya," kata Al sambil tertawa kecil. Membuat wajah Laya dan Delvin yang semula serius menjadi lebih lunak.
"Santai aja, enggak usah kayak laporan ke komandan," candaku. Meski tak yakin itu lucu.
"Gue minum, ya." Aku meraih gelas setelah dipersilahkan oleh Al.
"Ngomong-ngomong, lo bukannya anggota KIR juga?" Kini Delvin bertanya.
Sontak aku menggeleng. "Udah keluar."
"Tapi kenal Aldo, kan?"
Mendengar nama tersebut, aku membeku.
"Soalnya, ini ada hubungan nya sama Aldo."
"Heh, enggak sopan lo. Kak Aldo. Dia kan kakak tingkat kita," koreksi Laya sambil menimpuk Delvin dengan cemilan di piring.
Bukan nya menghindar, Delvin malah menangkap dan langsung melahapnya. "Barbar, lo."
Aku tersenyum kecil sementara Al tergelak pelan.
"Jadi, hubungan nya sama Kak Aldo apa?" tanyaku, mengembalikan topik pembicaraan. Tak lupa embel-embel 'kak' sebelum nama nya, untuk menghormati dia sebagai 'kakak tingkat'.
"Hubungan nya," ujar Delvin "itu orang tiba-tiba ikut campur, padahal udah ganti kepengurusan, kan? Katanya dia yang pegang izin pembetukan klub, mentang-mentang anak mantan kepsek."
Cara bicaranya yang berapi-api dan nyerocos justru malah membuatku sesak.
Delvin menyeruput minumannya sebelum kembali melanjutkan. "Si Aldo bikin syarat, kalo mau perizinan lancar, lo harus temuin dia. Nah, bagian ini gue bingung. Kenapa harus lo yang temuin dia?" Pertanyaan Delvin mengakhiri pidatonya.
Aku melongo, tidak paham.
Ada yang paham maksud Delvin? Cari jawabannya di next part ok wkwkk. Kita ketemu hari senin...
KAMU SEDANG MEMBACA
Halaman Terakhir [Telah Terbit]
RomanceCover by @achielll Sebagian part dihapus untuk keperluan penerbitan. __________________ Ares adalah temanku dan aku mencintainya! Yang bisa kulakukan selama ini hanyalah menulis kalimat 'Aku mencintaimu, Ares.' di diary. Jika kalimat itu sudah men...