Lima

423 47 6
                                    

"Saya cinta kamu." Aldo mengulanginya lagi dengan tatapan yang sama, penuh harap.

Dua sejoli yang baru menjalin kasih itu- Fei dan Pandu, berdeham pelan. Aku tak terpancing menoleh.

"Ada hal lain yang lebih penting? Saya enggak datang buat mendengar hal itu,"

Aldo diam.

Sepersekian detik kutatap matanya. Berharap ada kilat marah agar kemudian dia menyuruhku enyah. Namun sama sekali tidak. Tatapannya masih tetap tenang mempertahankan kontak mata kami.

"Kenapa kamu sebegitu bencinya sama saya?" tanya Aldo dengan ekspresi datar. Asal kalian tau, biarpun dia tersenyum tetap saja yang hadir adalah kesan dingin dan serius. Untungnya Tuhan memberkati dia dengan wajah tam- , ralat, lumayan tampan.

Aku diam karena tak ada yang perlu dijawab. Malah kini Ares yang tiba-tiba merangsek masuk ke dalam pikiranku. Membangun kemungkinan-kemungkinan atas apa yang sedang dialaminya. Ares pernah izin, juga sakit. Tapi tidak dengan menghilang seperti ini. Tidak dengan sepotong informasi yang bahkan terasa mengambang.

"Saya rasa kejadian masuk ke BK itu udah bisa kita lupakan," Aldo berbicara lagi. Sementara dua sejoli di belakangnya sudah hilang entah kemana.

Aku diam. Bahkan setelah kejadian masuk BK itu, kami masih saling menyapa, makan siang di kantin bersama-sama. Siapa pula yang sanggup menolak si-genius Aldo? Aku pernah menyukainya, tentu saja. 

"Lantas kenapa, Nad? Apa salah saya?"

Salah? Apa salahnya?! Aku ingin menjerit kencang namun yang keluar hanyalah dengusan keras. Semua cewek normal di sekolah ini memujanya bak dewa. Mereka tidak tahu saja  kebusukannya.

"1 menit lagi saya harus pergi." Ucapku dingin. Aldo itu toxic, jadi aku tak boleh berlama-lama bersamanya.

"Datang ke acara serah terima jabatan Jumat nanti," akhirnya setelah basa-basi yang panjang, Aldo melafalkan hal pentingnya juga.

"Saya gak bisa datang."

"Kamu anggota KIR, wajib datang." Aldo mendesak.

"Saya keluar."

"Kapan? Bahkan kamu masih ada di daftar anggota,"

Aku mendengus.

"Ok, anggap ini undangan. Dengan penuh kehormatan, saya undang kamu ke acara serah terima jabatan nanti," mata Aldo memancar penuh ketenangan. Bodoh saja aku pernah tertipu hal itu sebelumnya.

"Waktu habis, saya harus pulang." Segera aku berbalik, namun Aldo mencengkeram tanganku.

"Usahakan datang," bisiknya penuh harap.

Aku mengibaskan tanganku pelan, "Saya gak janji,"

Diiringi tatapan Aldo, aku mulai mengayunkan langkah menuju lorong. Panas yang merambat di punggung akibat tatapannya seketika hilang begitu aku berbelok. Sampai di pintu kelas, Nyx bersamaan keluar dengan menyenggol bahuku sekaligus melempar tatapan kebencian. Tak lama kemudian dia menghilang karena menuruni tangga ke area parkir.

Syukurlah. Tak ada peristiwa apapun sebagai lanjutan adegan di tangga kemarin. Cekikkan Nyx mudah saja kulupakan meski masih ada bekas merahnya. Lekas aku masuk, mengambil tas.

Tunggu, ada yang aneh.

Aku termenung beberapa saat sebelum akhirnya menemukan bahwa posisi resleting tas berbeda dengan terakhir kali aku meninggalkannya. Tapi mungkin aku keliru. Segera saja aku sampirkan benda penuh buku itu dan berlari meninggalkan kelas.

Lorong sesak dipenuhi manusia yang berbahagia atas jam pulang. Satu-dua orang menyapa sementara kubalas dengan anggukan kepala. Pemandangan miris seringkali terjadi di kiri-kanan koridor. Dimana  sejodoh makhluk Tuhan malah asyik saling menggoda padahal sedang di tempat umum.

Lain lagi dengan Klub Pemandu Sorak yang berteriak-teriak di lapangan. Sebisa mungkin mereka menarik perhatian banyak orang. Semakin diperhatikan mereka akan semakin senang. Ya.. setidaknya itu lebih bermanfaat daripada bermesraan di tengah hiruk-pikuk jam pulang.

Setengah perjalanan handphoneku bergetar. Buru-buru aku merogoh kantong, menatap layar yang berkedip, seketika kecewa. Kukira Aries, namun ternyata- mama.

"Halo, Ma?"

"..."

"Ini baru keluar kelas, gak usah, Nada-"

"..."

"Ok."

Telepon ditutup.

Kuambil langkah panjang agar cepat sampai gerbang. Di samping trotoar, terparkir sebuah mobil Toyota Hilux D Cab warna hitam. Bahkan sebelum aku mencoba mengingat itu mobil siapa, mama keluar dari kursi penumpang depannya, memburu untuk memelukku. Entah kenapa wanita yang masih berstelan jas ini selalu bersikap seolah kami lama sekali tak berjumpa. Padahal setiap hari aku dan mama ada di rumah yang sama.

Selang beberapa detik pria yang seumuran dengannya keluar dari kursi kemudi, ikut mendekat.

"Sudah pulang ternyata, Nad," kata pria itu dengan gelagat sok perhatian.

Bersamaan dengan mama yang melepaskan pelukan,  aku menoleh menatap nya, "Sudah, Om."

Dia adalah Om Herman. Meski benci mengatakannya, dia adalah pacar mama, itu fakta yang ada. Om Herman selalu berusaha menggantikan posisi papa, dan mama sama saja, dia juga ikut membantu Om Herman dalam mengambil posisi tersebut.

"Ayo masuk mobil," ajak Om Herman, bersikap seperti seorang ayah.

Mama memanduku menuju mobil, membukakan pintu hingga memastikan aku nyaman mendudukkan bokong di kursi penumpang kedua. Tanpa perlu kusadari, mobil sudah melaju melintasi jalanan ramai lancar yang dipenuhi anak sekolah di sisi trotoar. Aku bersandar, memejamkan mata.

Wajah tegas papa tiba-tiba melintas begitu saja. Beliau tersenyum seolah ingin mengatakan bahwa aku harus menerima semuanya. Mulai dari kepergiannya hingga penggantinya. Setahun berlalu tentu aku sudah bisa mengikhlaskan keputusan Tuhan untuk mengambil papa. Tapi tidak dengan Om Herman. Tidak semudah itu aku mempersilahkannya menggantikan posisi Papa.

Teringat pada buku diary ku yang entah di mana, aku membelalak seketika. Segera kusambar tas yang disimpan dibawah, membukanya dan langsung terserang mual.

Aroma busuk yang menguar dari dalam tas memaksaku untuk kembali menutup resleting dan membekap mulut untuk menahan muntah.

Mama yang merasa terpancing pun menoleh, "Kenapa, Nad?"

Masih dengan satu tangan menutup mulut, aku menggeleng. Wanita itu tersenyum singkat sebelum kembali menatap ke depan.

Siapa yang sudah menaruh bangkai di dalam tasku?

***









Nahh maaf lambat post yak, wkwk.. Jangan bosen pantengin NaRes (Nada & Ares) nya! Voment nya vomentttt, mhehe..

Halaman Terakhir [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang