Sepuluh

372 40 5
                                    

Happy reading!

Percayalah, selagi Ares tidur aku tak bisa memikirkan apapun. Yang kurasakan hanya beku, meski entah kenapa tanganku tergerak mengusap puncak kepalanya. Wajah damai Ares tak lagi bisa kunikmati akibat kalimat terakhirnya sebelum tidur.

Namun beruntung, Ares cukup tahu diri untuk bangun lebih cepat. Tidak sampai 15 menit, dia membebaskanku agar bisa bernapas lebih ringan. Bertepatan dengan itu, telepon meraung. Begitu diangkat, kudapati wajah khawatir mama sekaligus raut penyesalan dan rasa bersalahnya yang selalu kubenci.

Aku tahu mama tengah di mobil, perjalanan menuju bandara katanya. Dia berniat meninggalkan meeting, hanya untuk memastikan anak satu-satunya ini masih hidup. Jelas kucegah hal itu dan menyuruhnya agar kembali ke hotel. Aku tak ingin perusahaan mama menanggung kerugian akibat tragedi sialan ini. Akhirnya mama setuju setelah aku menunjukan masih bisa berjalan dengan normal.

Dan disinilah aku, dengan sekantong keripik singkong yang sengaja Ares beli dan televisi yang dibiarkan menyala. Cowok itu pergi entah kemana, jadilah aku sendirian di ruang VIP membosankan ini.

Pintu mendadak berderit terbuka. Sontak aku menoleh dan nyaris terjungkal. Itu Nyx.

"Hai. How are you?" katanya.

Tremor yang terlanjur menguasai tubuh tak bisa lagi kuhentikan. Apalagi ketika dia duduk di tepi ranjang, menatapku lurus.

"Lo ... kelihatan takut." Ada tawa kecil di ujung tuduhan nya itu.

"Ngapain lo kesini?" tanyaku langsung pada intinya. Mengingat pertemuan terakhir kami adalah ketika dia mencekikku. Terlepas dari keingintahuan pada si peneror bangkai tikus itu, aku belum ingin menemuinya. Tidak sekarang ku rasa, dalam keadaan seperti ini.

"Gue datang buat jenguk lo. Salah?"

Tidak ada yang salah memang. Tapi ini Nyx. Si peringkat pertama kelas yang nyaris membunuhku di undakan tangga. "Tahu dari siapa kalau gue ada di sini?" tanyaku.

"Ares."

Aku ber-hah pelan.

"Ares datang ke kelas pagi-pagi, ngasih kabar kalau lo kecelakaan." Seakan hal itu tidak cukup mengagetkan, Nyx menambahkan, "Terus dia izin, katanya mau jagain lo. Sweet banget.."

Tawa sinis Nyx tak lagi menarik. Tanpa sadar aku meremas kemasan keripik, membayangkan Ares berada di sini sejak pagi tadi.

"Udahlah gue mau pulang," katanya lagi, kembali menyadarkan ku.

"Jadi, lo kesini buat apa?"

"Mastiin lo masih hidup, jadi gue bisa ngejahilin lo sepuasnya."

Tremorku kembali, "J-jadi bangkai itu dari lo?"

"Bangkai?" Bokong Nyx yang semula terangkat kembali menempel ke bed. "Bangkai apa?"

"Bangkai tikus yang ada di tas gue. Lo kan yang ngelakuin nya?"

"Bangkai gimana? Lo bikin gue bingung aja." Dia mengedikkan bahu nampak tak tertarik.

"Jangan pura-pura bingung!" Aku melompat mencengkeram tasnya. Seolah-olah dia mangsa yang akan kabur kapan saja.

"Lo apaan sih? Gue bener bener ga tau!" Dia balas berteriak. Membuatku khawatir akan ada suster yang masuk memastikan keadaan.

"Sekarang simple aja." Aku mengembalikan suaraku pada volume normal. "Lo pelaku teror bangkai tikus itu atau bukan?"

"Bukan," jawabnya, tegas dan yakin.

"Kenapa gue mesti percaya sama lo?"

"Karena sejak kecil gue takut sama tikus."

Halaman Terakhir [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang