Dua Puluh Enam

225 27 3
                                    

Aku mencintaimu, Ares -994.

Aku baru saja menutup diary, ketika sebuah pesan masuk.

"Aku jemput jam 7."

Dari Ares.

"Ok."


Aku melempar handphone ke tengah kasur dan berlari ke depan meja rias. Sebenarnya tidak banyak make up yang bisa aku aplikasikan. Jadi "berdandan" dalam versiku hanya sekadar memakai bedak, lipcream dan maskara. Hanya khusus malam ini kutambahkan blush on.

Berhubung dress code yang diumumkan adalah terkait warna biru dan hijau (mungkin karena warna itu yang cenderung mendominasi pada planet bumi), aku tidak perlu mencari pakaian yang susah-susah. Dari lemari, aku hanya menarik simple dress selutut warna hijau armi dan jaket denim. Sementara rambut kucepol asal, lagipula ini bukan acara resmi.

Pukul 18:45.

Lima belas menit lagi Ares akan sampai. Sekali lagi aku berputar di cermin, lantas mengamati wajah sendiri untuk meyakinkan diri bahwa pemakaian blush on ini sudah tepat. Aku menyambar handphone dan dompet, memasukkannya ke dalam sling bag lalu keluar kamar.

"Ma, Nada jadi pergi ya," ucapku begitu menemui Mama di sofa menonton TV.

Mama menoleh. "Sama Ares, kan?"

"Iya, bentar lagi dia kesini."

"Ya udah." Mama mengamatiku atas-bawah memudian mengangguk. "Tapi jangan pulang terlalu malem, ya."

Aku mengacungkan jempol dengan mantap. Setelah menyalami Mama, buru-buru aku meraih converse shoes di rak. Begitu membuka pintu depan, klakson mobil berbunyi.

"BENTAR, RES." Suara cemprengku merambat melintasi halaman menuju ke luar pagar, dimana mobil Ares terparkir. Secepat kilat kupakai sepatu dan berlari kecil menuju kesana.

Ares bersandar di pintu kemudi. Tampak mempesona dan indah. Di balik kemeja hijau armi nya, kulit Ares yang (jujur saja) lebih putih dariku tampak begitu kontras.

"Hai, make up an?" Kalimat yang pertama kali dia lontarkan begitu menganggetkan.

"Engga kok, cuma pake yang natural kayak biasa aja, kenapa?"

Dia tersenyum singkat. "Cantik."

Oksigen tolong!

"Pipi kamu merah," katanya pura-pura polos. Padahal dia pasti sengaja menyerang.

Meski kenyataan nya pipiku merah karena blushing, Ares tidak boleh menang begitu saja. Maka aku jawab, "Tadi pake blush on," lagipula memang begitu kenyataannya.

Dia terkekeh pelan. "Mau berangkat sekarang?"

"Yuk."

Dan kami berdua masuk ke mobil, memasang seatbelt lantas jajaran pohon mulai berlarian. Lagu "Cantik" dari Kahitna pun mengalun dari stereo. Ares melirik sekilas untuk melempar senyum. Kurasakan pipiku meleleh saking panasnya.

---

Dari depan, rumah Laya nampak disinari cahaya. Sayup-sayup terdengar musik mengalun dari dalam. Laya melambai begitu kami turun, tampaknya sudah menunggu sejak tadi.

"Ini dia yang gue tunggu. Yuk, langsung masuk aja." Matanya mengerling penuh semangat.

Mengekor Laya, aku dan Ares berjalan beriringan. "Res, berapa banyak orang disana?"

"Mungkin sekitar empat puluh orang, kenapa?"

Aku menggeleng pelan. Ramai, asing, menjadi pusat perhatian-

Halaman Terakhir [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang