Tiga Belas

314 34 5
                                    

HAPPY READING!! Vote and comment⬇⬇⬇⬇⬇

Hasil CT scan yang keluar sore kemarin persis seperti yang diharapkan. Tak ada cedera apa pun di kepala ku. Dokter juga memastikan semua masih baik-baik saja, sehingga aku bisa pulang malam harinya.

Mama mendapat bonus libur dari kantor. Maka, kami bisa bersantai ria di sofa, menonton telenovela kesukaan mama.

"Yah ... Kenapa harus ditolak, sih? Padahal kan kalian sudah sahabatan lama banget," omelnya.

Setengah minat aku menengok layar televisi, melihat sekilas adegan penuh air mata itu. "Ya udah sih, Ma. Orang cuma film." Jari-jari ku kembali sibuk membuka room chat Ares, lantas kembali ke menu-masuk lagi-kembali lagi, begitu seterusnya, berharap ada pesan yang masuk. Tapi sejak kemarin Ares belum online lagi.

"Tapi munafik banget, Nad. Kelihatan tuh mereka saling menyukai," jelas mama, masih memelototi televisi.

"Mungkin mereka pertahanin persahabatannya, Ma," komentar ku sok bijak. Kemudian malah teringat Ares. Wanita yang sedang menangis itu berubah menjadi diriku sementara pria yang meninggalkan nya menjelma wajah Ares.

Hampir saja aku terlarut dan berkaca-kaca, mama menepuk tangan sekali.

"Taruhan, mereka bakalan bersatu juga nantinya," ucap mama diakhiri senyum puas.

Secara tak sadar aku mengamininya dalam hati, menahan untuk tidak bertepuk tangan juga.

Layar televisi berubah menghitam saat mama meletakan remot di meja.

"Kok dimatiin, Ma?"

"Ada tamu, tuh, Nad." Mama melempar pandangan ke pintu depan. "Mama mau buka pintu dulu."

Tatapanbku mengikuti mama yang berjalan melewati rak televisi, menuju ruang tamu. Bel rumah berbunyi berulang-ulang, membuatku baru sadar kalau ada yang datang.

"Nadaaa!!" Suara mama terdengar mengimbangi jarak pintu depan dan ruang keluarga. "Sini, sayang!"

Aku mendengus malas. Dengah ogah-ogahan bangkit untuk memenuhi perintahnya. Sekali lagi, aku mengecek handphone dan kembali dibuat kecewa yang kesekian kalinya karena tak ada balasan.

"Siapa, Ma?" tanyaku pelan saat hampir mencapai pintu.

Mama tersenyum, kemudian berlalu.

Aku menggeleng singkat, segera melongok keluar pintu dan seketika takjub. Tebak, siapa yang datang?

"Hai, Nad."

Seharian hilang kabar, semalaman tidak membalas, dia malah muncul di depan pintu.

"Ares? Kemana aja?" Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak menanyakan nya.

"Nanti aja pertanyaan nya." Dia terkekeh. "Aku mau ajak kamu jalan-jalan. Tapi kayaknya enggak jadi, deh."

"Jalan kemana? Kenapa enggak jadi?"

Dia melihat perbanku sekilas. "Kamu kan masih sakit."

"Udah enggak, kok," ralat ku cepat-cepat. "Lagian di rumah bosen juga. Liat, nih." Aku mundur selangkah agar bisa mulai beraksi.

Ares terkekeh geli tatkala melihatku mulai melompat-lompat ke kanan-kiri, depan-belakang. Sementara dia menghitung satu-dua-tiga seperti irama senam.

Aku tertawa, mengakhiri gerakan random dengan berputar cepat mirip penari balet. Sayangnya kaki ku limbung sehingga tak bisa mengontrol tubuh lebih lama. Terseok ke depan, keningku yang tidak diperban membentur ujung pintu. Tapi kok tidak sakit?

Halaman Terakhir [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang