Enam Belas

285 28 4
                                    

A/n : seharusnya aku update hari senin, tapi kelupaan. Semoga dimaafkan yaa:)) happy reading guys!
____________________

Lanjutan

Tiba-tiba saja Laya menepuk-nepuk bahu ku seraya terkekeh. "Lo enggak ngerti, ya?" Kemudian tatapannya berpindah ke Delvin. "Lo, sih, ngebut banget. Kayak lagi balap ngomong aja. Abis itu muter-muter lagi, bikin pusing."

Al terbahak.

Delvin mendengus. "Salah mulu gue."

"Memang salah." Laya menimpali.

"Puasa ngomong aja deh kalo gitu." Delvin bersedekap.

"Bagus deh, biar kuping gue enggak panas," ucap Laya. Membuahkan pelototan dari cowok di depannya.

"Ribut aja terus," sarkas Al. Sementara matanya tiba-tiba berbinar saat melihat layar handphone. "Eh, Ares mau ke sini, nih."

Fokusku dari perdebatan Laya dan Delvin berpindah ke Al yang seketika berseri-seri. Mungkin benar dugaan Fei, bahwa cewek itu ada rasa terhadap Ares.

"Bukannya tadi susah dihubungi?" tanya Laya, yang otomatis kuiyakan dalam hati.

"Tadi sih iya. Tapi barusan nge chat," Jari-jari Al sibuk menari di atas keyboard. Untuk sesaat, keadaan sekeliling tidak dia gubris. "bentaran lagi nyampe katanya." Baru setelah itu dia menaruh handphone, kembali ke dunia nyata.

Semilir angin masuk lewat celah jendela. Menyejukkan hatiku yang mendadak kegerahan, entah karena apa.

"Balik lagi soal klub," ujar Al.

Kembali kutatap dirinya agar dapat lebih seksama mendengarkan.

"Jadi intinya, klub geo yang mau kita bikin itu enggak diizinin sama sekolah."

"Loh, bukannya kata Ares udah diizinin?" sela ku, teringat perkataan Ares beberapa minggu yang lalu.

Sekilas, tampak kekesalan dalam wajah Al. Mungkin dia kesal karena urusan klub malah Ares ceritakan kepadaku. Atau justru dia cemburu? Baguslah kalau begitu.

"Belum. Pak Rahmat baru ngasih lampu hijau aja, terus minta proposal pembetukan klubnya."

"Terus hubungannya sama Kak Aldo?"

"Kak Aldo ketua seluruh ekskul, lo juga pasti tau lah." Kini giliran Laya yang menjelaskan. "Kemarin gue datang ke dia, minta tanda tangan buat lembar pengesahan. Tapi dia nolak mentah-mentah, bilang enggak akan izinin klub kita berdiri."

"Tanpa tanda tangan dia, proposal kita bakalan percuma. Ya meskipun dia pihak terkecil yang harus kita minta persetujuan." Al ikut menjelaskan.

"Bangsat banget memang." Delvin ikut-ikutan berkomentar. Mendapati pelototan dari Laya, dia hanya terkekeh sambil mengusap tengkuknya.

"Kalo gitu tunggu Kak Aldo turun jabatan aja, nanti ketua nya kan ganti," cetusku.

"Gue rasa enggak bisa, Nad. Pak Rahmat bilang kesempatan pembetukan ekskul cuma sebulan lagi. Nanti ada penutupan pembetukan ekskul gitu, jadi untuk selanjutnya ekskul baru enggak bisa lagi dibentuk," jawab Al.

"Dan gue yakin, dalam waktu sebulan Kak Aldo enggak akan mau turun jabatan dulu." Laya menambahkan.

Pandangan Al jatuh pada sesuatu di pintu masuk. Aku tertarik menoleh, mendapati Ares yang berjalan gontai dengan gulungan kertas di tangan nya.

"Loh, Nada kok ada di sini?" tanya Ares bingung.

"Gara-gara Aldo nyebut dia. Ya udah, kita undang aja." Delvin memberi penjelasan.

Halaman Terakhir [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang