"Lo mau ke perpus?" Fei bertanya sembari merapikan buku-buku di atas meja. Bel istirahat baru saja berhenti meraung-raung.
"Iya, kayak biasa," sahutku riang.
Fei berdecak. "Bu Mega gak marah tuh, kalo kalian nge-date mulu di perpus?"
"Enggak lah, dia bahkan ngedukung acara nge-date gue sama Ares." Aku terkekeh.
Sekonyong-konyong Luna duduk di kursi depanku. Dia mengamati Fei dan aku bergantian, sebelum memutar bola matanya dengan raut menyebalkan. "Udah baikan ceritanya?"
"Pergi deh lo, ganggu pemandangan aja," usir Fei. Dia mengibas-ngibaskan tangannya seperti sedang mengusir serangga.
"Terus Pandu jadi milik siapa nih?" Sorot antusias yang dipenuhi keingintahuan terpancar jelas dari matanya.
Aku mendengus. "Lun mendingan lo jajan ke kantin gih, gak usah ngurusin hidup orang."
"Jawab dulu, dong!" Dia merengek.
Beginilah tipikal orang yang suka gosip, tidak akan mau berhenti sebelum mendapatkan jawabannya."Gak jadi milik siapa-siapa, puas?" ujarku tepat di depan mukanya.
"Kalo lo mau, ambil aja sana." Fei berkata dengan suara melecehkan, seolah Pandu adalah sampah.
"Istirahat cuma sebentar loh Lun, nanti gak keburu jajan, lo bisa mati kelaparan." Aku terkikik pelan. Niatnya mengingatkan, tapi malah seperti sindiran.
Berhubung Luna memang salah satu orang yang bertubuh subur di kelas, perihal makanan terkadang jadi hal yang sensitif baginya. "Kalian gak seru." Dia menggerutu sambil beranjak pergi.
Terlepas dari Luna, para penghuni kelas lain pun nampak lebih penasaran pada pertemananku dan Fei. Hanya saja mereka tidak berani untuk bertanya terang-terangan.
"Kayaknya Ares udah nunggu di perpus. Gue harus buru-buru kesana." Aku mengecek handphone dan Ares mengabari bahwa Laya, Delvin dan Al akan ikut berkumpul juga.
"Ck, ya udah sana."
Fei sudah biasa ditinggal saat jam istirahat, jadi ini bukan masalah besar. Maka, aku berlari keluar kelas, menuju ke perpustakaan.
Ares menyambutku dengan senyumnya, seperti biasa. Laya dan Delvin juga sudah ada disana, tapi Al tidak.
"Al mana?" Aku menarik kursi di sebelah Ares.
"Ada urusan katanya," jawab Laya yang sudah duduk manis bersama Delvin. Ngomong-ngomong, semakin kesini mereka terlihat semakin dekat saja.
Baru kali ini aku merasa bahwa perpustakaan bukanlah tempat menyedihkan bagi para kutubuku. Berkat kehadiran Laya dan Delvin, aura suram dari jajaran rak buku seperti mendadak menghilang. Dan mereka terlihat nyaman-nyaman saja berada disini.
"Jadi, ada keperluan apa kita ngumpul disini?" tanyaku.
"Nothing, cuma cari tempat nongkrong yang enak aja." Laya menampilkan senyum tak berdosanya.
"Perpustakaan buat baca buku," balas Ares sarkarstis.
"Sok iye lo, gue juga tau lo kesini buat nongkrong sama Nada. Makanya lo ngerekomendasiin ke kita." Delvin menjawab tak kalah sinis.
"Oh jadi kalian kesini, cari tempat buat pacaran?" Sedikit banyak aku mulai mendapat penjelasan.
"Engga," ujar Laya.
"Iya," bantah Delvin.
Aku dan Ares saling berpandangan, melempar senyum jahil.
"Kayaknya kalian butuh waktu berdua deh." Aku menebak. Dua orang yang sedang kasmaran, sama-sama masih malu terlihat di muka umum, memang lebih baik ditinggalkan berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Halaman Terakhir [Telah Terbit]
RomanceCover by @achielll Sebagian part dihapus untuk keperluan penerbitan. __________________ Ares adalah temanku dan aku mencintainya! Yang bisa kulakukan selama ini hanyalah menulis kalimat 'Aku mencintaimu, Ares.' di diary. Jika kalimat itu sudah men...