15

996 159 1
                                    

***

Gadis itu melangkah dengan hati-hati masuk ke dalam rumah ayahnya, takut kalau ia akan membangunkan seisi rumah dengan suara langkahnya. Namun langkah Lisa terhenti, ketika ia membuka pintu kamarnya kemudian menyalakan lampunya. Ada ayahnya disana dan tengah membongkar barang-barangnya.

"Apa yang kau lakukan, appa?" tanya Lisa, masih berdiri di ambang pintu kamarnya. Lisa kemudian meletakan helmnya di atas meja. Meja itu terlihat berantakan karena Hyunsuk menumpahkan seluruh isi tas Lisa kesana.

"Jiyong bilang kau terluka, kau baik-baik saja?" tanya Hyunsuk yang langsung menghampiri Lisa dan memegang kedua lengan putrinya, memperhatikan setiap inchi tubuh putrinya untuk memastikan kalau ia baik-baik saja.

"Ah... Sedikit sakit disini, ototnya rusak tapi saraf dan tulangnya baik-baik saja," jawab Lisa sembari menyentuh bahunya sendiri. "Bukan luka yang parah dan sudah di obati, lukanya sudah hampir kering," bohong Lisa yang tidak bisa pergi ke rumah sakit. Apapun yang terjadi, Lisa tidak bisa menginjakan kakinya di rumah sakit dan memberitahu semua musuhnya kalau ia masih hidup. "Jiyong oppa menemuimu?"

"Ya, dia datang ke kantorku dan memberitahuku kalau kau terluka, dia juga bilang kalau kau dapat masalah karena menyebut pangkatmu di pesta kemarin padahal sudah mengundurkan diri, apa semuanya baik-baik saja? Beberapa orang datang dan mencarimu,"

"Lalu apa yang appa katakan pada mereka?"

"Aku bilang kau belum pulang sejak kemarin dan meminta mereka mencarimu, karena Jiyong memberitahu mereka kalau kau di culik. Jiyong bilang kalian berdua diculik tapi mereka hanya melepaskan Jiyong, sementara kau tetap disana. Sebenarnya apa yang terjadi? Kau benar-benar di culik?"

"Tidak benar-benar di culik sebenarnya," jawab Lisa yang kemudian tersenyum pada ayahnya. "Aku lapar, bisakah appa menemaniku makan? Eunju imo punya makanan di lemari es kan?"

Hyunsuk mengiyakan ajakan Lisa, ayah mana yang tega membiarkan putrinya kelaparan. Di tengah malam itu, Hyunsuk menyiapkan makanan untuk Lisa. Untuk pertama kalinya dalam kurun waktu belasan tahun terakhir. Hyunsuk tidak pernah menyiapkan mangkuk-mangkuk makanan untuk Lisa semenjak ia bercerai dengan ibunya Lisa.

"Appa, bagaimana dengan rumahku?" tanya Lisa sembari memperhatikan ayahnya mengambil semangkuk nasi.

"Sebentar lagi bisa kau tempati, kenapa?"

"Aku putus dengan Jiyong oppa," cerita Lisa membuat Hyunsuk menghentikan gerakannya. "Bukan karena appa melarang hubungan kami, tapi... Kurasa aku tidak akan berbeda dari eomma kalau aku mengambil jalan yang sama dengannya,"

"Aku akan mendukungmu apapun yang kau pilih," ucap Hyunsuk kemudian. Pria itu lantas menaruh mangkuk nasi di hadapan putrinya kemudian duduk di sebrangnya. "Makanlah, kau harus makan agar cepat sembuh,"

"Kenapa appa tidak terkejut? Jiyong oppa sudah memberitahumu,"

"Anniyo, aku senang karena kau mempertimbangkan ucapanku kemarin,"

"Aku rasa sepertinya aku tidak akan sanggup kalau harus berusaha mengikuti gaya hidupnya," cerita Lisa sembari mulai memakan makanan yang ayahnya siapkan. "Sejak dulu kami sangat berbeda. Jiyong oppa dengan segala gemerlapnya sementara aku berkubang di lumpur dan darah. Ku pikir karena aku kuat melihat darah dan dipukul, aku tidak akan jadi seperti eomma. Tapi kuat di pukul tidak membuatku kuat melihatnya di kelilingi banyak gadis yang lebih cantik dariku, lebih bersih, lebih terawat dan yang membuatku kesal... Kenapa aku punya banyak sekali bekas luka di tubuhku? Lukaku bahkan lebih banyak dari Jiyong oppa, menyebalkan kan?"

"Kau hanya perlu ke rumah sakit untuk menghilangkan semua bekas luka itu," jawab Hyunsuk yang meraih sumpit di ujung meja untuk kemudian memisahkan tulang dari daging ikan di hadapan mereka. "Ingin appa kenalkan pada seorang dokter terbaik?"

"Kalau itu memang bisa, aku akan mencari dokter sendiri," jawab Lisa kemudian. "Tapi... Kenapa appa tidak terlihat senang? Aku putus dengan Jiyong oppa? Bukankah appa khawatir kalau aku menikah dengan Jiyong oppa, tapi Jiyong oppa tetap akan selalu di kelilingi banyak wanita dan akhirnya bisa saja melakukan kesalahan yang sama sepertimu?"

"Kau putriku, tentu saja aku tidak ingin kau terluka karena kesalahan seorang pria. Tapi Jiyong juga bukan orang asing untukmu. Dia melakukan banyak hal untukmu dan eommamu. Aku malu, karena berfikir dia akan melakukan kesalahan dan melukaimu dengan pesonanya. Tapi aku melakukan kesalahan dan kau putriku, aku menyakiti eommamu juga Eunju, bagaimana nanti kalau Tuhan membalasku melaluimu? Aku seharusnya tidak mengorbankan anak orang lain untuk anakku sendiri, tapi begitulah orangtua... Tidak ada yang lebih penting daripada anaknya sendiri. Kau tidak melakukan dosa apapun. Aku yang salah karena membuatmu harus menanggung dosa dari masalahku dengan ibumu,"

Lisa lantas tersenyum. Dulu ia memang membenci ayahnya, yang stress bekerja, mabuk dan tidak sengaja menghamili seorang artis wanita. Keadaan memburuk ketika wanita itu bersikeras untuk melahirkan anaknya. Dan ibu Lisa mengalah, ibu Lisa tidak bisa hidup bersama suami dan wanita barunya, tapi ia juga tidak tega membiarkan anak dalam kandungan itu di cerca karena lahir dari seorang wanita tanpa suami. Jadi ibu Lisa menceraikan Yang Hyunsuk, meminta hak asuh Lisa untuk di berikan padanya dan memberi selamat pada pernikahan kedua Yang Hyunsuk.

"Aku sangat membencimu ketika melihatmu membuat eomm menangis," ucap Lisa yang masih tersenyum. "Tapi eomma bilang, appa tidak akan pernah benar-benar merasa bahagia setelah melukai kami. Jadi eomma memintaku memaafkanmu dan selama ini aku juga masih bisa melihat dengan jelas kalau appa masih mencintai kami. Lagi pula Eunju imo, Seunghyun dan Yoojin juga cukup tahu diri dan tidak menggangguku dan eomma. Mereka bersikap baik padaku dan menghormati eomma. Jadi berhentilah menyalahkan dirimu sendiri,"

"Kau sama seperti eommamu," komentar Hyunsuk yang kemudian menyuruh Lisa segera menyelesaikan makannya dan lekas tidur sebelum matahari mulai terbit.

Di pagi harinya, Lisa bangun cukup awal karena nyeri luar biasa di bahunya yang terluka. Gadis itu bergegas bangun dan mencari jaketnya semalam, ada satu buah suntikan anti nyeri di saku jaket itu. Gadis itu mengerang cukup keras ketika ia tidak dapat lagi menahan rasa sakitnya dan rasa sakit itu semakin parah ketika ia menusukan jarum suntik ke lengan kanannya. Butuh beberapa detik sampai rasa sakit itu perlahan-lahan menghilang, namun detik itu tetaplah terasa sangat lama disaat rasa sakit yang luar biasa menyerang. Keringat sudah banyak keluar ketika Lisa perlahan-lahan menjatuhkan tubuhnya di atas lantai dan bersandar pada ranjang, nafasnya tersengal seakan ia baru saja berlari belasan kilo meter. Rasanya ada yang salah dengan tubuhnya.

"Eonni, sudah waktunya sarapan," suara renyah seorang gadis kecil merasuk masuk ketelinga Lisa. "Appa!! Lisa eonni tidur di lantai dan tidak mau bangun!" teriak gadis kecil itu yang kemudian membangunkan Lisa, rasanya jam masih menunjukan pukul 4 pagi ketika Lisa kesakitan tadi. Matahari belum terlihat ketika Lisa menunggu efek obatnya. Dan dengan cepat, sebelum seseorang melihat suntikannya, Lisa membuang suntikan itu ke bawah ranjang.

"Yoojin-ah... Eonni sudah bangun," ucap Lisa bersamaan dengan datangnya Yang Hyunsuk kekamar Lisa. Pria itu langsung berlutut di depan Lisa ketika melihat Lisa duduk di lantai kamarnya.

"Kau baik-baik saja?" tanya Hyunsuk sembari menghampiri Lisa setelah ia menyuruh Yoojin untuk segera keluar dan menghabiskan sarapannya. "Kenapa kau tidur di lantai? Apa kau pingsan?"

"Anniyo," jawab Lisa yang kemudian memaksa dirinya untuk bangun dan berdiri di hadapan Hyunsuk. "Aku sedang bermain game disini dan tidak sengaja tertidur," jawabnya sembari menunjukan handphone yang ada di sebelahnya. Dini hari tadi Lisa menelpon Hyunbin karena merasa ia butuh dosis yang lebih tinggi untuk obat nyerinya.

"Sungguh? Kau terlihat pucat,"

"Sungguh aku baik-baik saja, aku hanya tidak bisa tidur semalam. Aku akan mandi sekarang, appa sarapan saja dulu, kita bisa mengobrol lagi nanti," ucap Lisa yang kemudian berjalan ke kamar mandi di dalam kamarnya. Gadis itu menutup pintu kemudian kembali duduk di atas lantai kamar mandinya. Pengelihatannya belum kembali normal, ia masih tidak bisa fokus– pengaruh obatnya.

***

The Way OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang