***
Dengan celana panjang hitam, sebuah blouse putih dan mantel coklat, Lalisa keluar dari mobilnya di tempat parkir salon yang Somi janjikan. Suara dari sepatu hak tinggi yang ia kenakan mengisi kesunyian di tempat parkir itu. Rambutnya ia biarkan tergerai, untuk menyembunyikan anting-anting kecil di telinganya. Langkahnya terasa sangat berat, ia tidak ingin menunjukan tubuhnya bahkan pada Somi sekalipun. Namun tidak ada pilihan lain yang dapat ia pilih, selain memaksa kakinya untuk melangkah masuk ke dalam salon mewah di hadapannya.
Haruskah ia berpura-pura sakit untuk menghindari spa itu? Lisa benar-benar berharap ia dapat melakukannya.
Dan sepertinya, langit tengah berpihak kepadanya. Somi menunggunya di ruang tunggu salon tersebut dan Lisa langsung menyapanya. Keduanya sempat berbasa-basi sebentar sebelum Somi mengajak Lisa masuk keruang yang telah ia pesan.
"Mari saya antar anda keruangannya," ucap si petugas begitu Lisa dan Somi selesai berbasa-basi di ruang tunggu. Keduanya melangkah hendak memasuki ruang yang telah Somi pesan namun di depan reseptionis, Lisa menghentikan langkahnya. Ada Jiyong disana, bersama seorang wanita yang tidak Lisa kenal sebelumnya.
"Ruang itu sudah di pesan tuan," ucap si reseptionis pada Jiyong dan gadis dalam rangkulannya.
"Apa yang memesan sudah datang? Aku sudah sampai disini, haruskan aku pergi begitu saja?" tanya Jiyong, sama sekali tidak melihat kearah Lisa maupun Somi yang membeku di tempat mereka berdiri.
"Tamu yang memesan ruangan VIP tersebut sudah datang," jawab si reseptionis, yang kemudian melirik ke arah Somi. Jiyong mengikuti arah lirikan tersebut, sampai kemudian ia melihat Lisa dan Somi berdiri disana.
"Somi-ya, bagaimana kalau kita pergi-"
"Kenapa pria selalu begitu? Berengsek," umpat Somi sembari melirik Jiyong. Gadis itu kemudian menoleh pada Lisa dan meraih tangan Lisa. "Eonni, bagaimana kalau kita melakukan hal lain saja? Spa jadi terasa sedikit menjijikan untukku,"
"Ne? Ah... Tentu, apa yang ingin kau lakukan?" tanya Lisa yang langsung buru-buru mengalihkan pandangannya dari Jiyong.
"Hm... Bagaimana kalau kita berbelanja saja? Ayo pergi, aku muak disini," ajak Somi sembari menggandeng lengan Lisa. "Berikan saja ruangan itu pada mereka yang lebih membutuhkan, aku sudah tidak menginginkannya lagi," lanjut Somi pada seorang petugas yang menahannya. Gadis itu terlihat jauh lebih kesal dibanding Lisa. Seakan Somi lah yang tengah melihat mantan kekasihnya bersama gadis lain.
Sementara Somi pergi bersama Lisa, dengan mobil Lisa, Jiyong melepaskan rangkulannya pada gadis di sebelahnya.
"Aku akan mengambil ruang yang mereka tinggalkan," ucap Jiyong sembari memberikan kartunya pada si reseptionis.
"Untuk dua orang?" tanya si reseptionis dan Jiyong mengangguk.
"Mereka memesan untuk dua orang, bukan?" tanya Jiyong yang masih menunggu si reseptionis itu menyelesaikan pembayarannya. "Hubungi seorang temanmu dan minta dia menemanimu disini, terimakasih atas bantuanmu, aku sudah membayar semuanya jadi kau hanya perlu menikmati spanya. Aku pergi dulu, pulanglah naik taxi," lanjut pria itu, namun kali ini ia bicara pada gadis di sebelahnya. Jiyong memberikan beberapa lembar uang tunai pada gadis itu sebelum ia juga pergi dari salon tersebut.
"Aku sudah mengurusnya," ucap Jiyong pada seseorang yang ia telpon. Pria itu menyetir sendiri mobilnya, keluar dari tempat parkir dengan telinga yang tersumbat sebuah earphone. "Mereka pergi berbelanja sekarang,"
"Bagaimana kau mengurusnya?" tanya seorang pria dari ujung saluran telponnya. "Kau tahu kalau Lisa tidak suka pergi spa?"
"Aku sudah mengenalnya sejak dia masih kecil. Dia tidak suka di pijat dan lebih tidak suka lagi menunjukan tubuhnya pada orang lain," balas Jiyong, ia ingin mengikuti mobil Lisa namun sudah tertinggal terlalu jauh. "Dimana mereka sekarang?"
"Perjalanan ke pusat perbelanjaan,"
"Kau pikir aku tidak tahu soal itu?"
"Tidak perlu mengikuti mereka, Lisa akan langsung curiga kalau melihatmu berada disana juga," ucap pria itu yang sontak membuat Jiyong mengumpat. "Aku yang akan mengawasinya sekarang, tunggu saja kabar dariku. Rasanya aku sedikit gugup karena menghianati Lisa, dia akan membunuhku kalau sampai mengetahui ini," lanjut pria itu yang kemudian mengakhiri panggilan itu secara sepihak.
Jiyong ingin melihat sendiri apa yang Lisa dan Somi lakukan. Ia mempercayai Hyunbin– yang beberapa menit lalu di telponnya– namun tetap merasa ingin mengawasi Lisa dengan mata kepalanya sendiri. Namun ada banyak sekali pusat perbelanjaan di kota itu. Hingga Jiyong tidak dapat mengira-ngira dimana Lisa akan berada sekarang.
Kembali pada Lisa, sore itu Lisa benar-benar berusaha keras untuk meluluhkan Somi. Gadis itu terlihat sangat mudah didekati, namun sedikit sulit membuat Somi mempercayainya. Tidak mudah membuat Somi merasa nyaman dan mau membicarakan masalah pribadinya pada Lisa. Bahkan sampai Lisa lelah berkeliling dan berbelanja, Somi belum mau memberitahunya mengenai Jungkook.
"Ku dengar oppamu sedang berkencan dengan seseorang, kau bilang dia sangat pemalu. Apa kau yang mengenalkan gadis itu pada oppamu?" tanya Lisa di antara dua rak sepatu di salah satu pusat perbelanjaan.
"Eonni, mana yang lebih bagus?" tanya Somi yang justru mengalihkan pembicaraan mereka setiap kali Lisa menyinggung soal Jungkook. "Eonni, kenapa kau terlihat baik-baik saja?" tanya Somi setelah Lisa memilih salah satu sepatu yang Somi tanyakan sebelumnya.
"Baik?"
"Ya, kau terlihat baik-baik saja melihat mantan kekasihmu bersama wanita lain, di salon dan akan spa bersama,"
"Hm... Mungkin karena kami sudah lama berhenti saling menyukai? Kami memang sudah bertunangan, tapi itu 3 tahun yang lalu. Kami sudah tidak bertemu selama 3 tahun,"
"3 tahun? Dan sama sekali tidak bertemu?" tanya Somi dan Lisa menganggukan kepalanya. "Eonni tidak mengantarnya ketika ia pergi wamil dua tahun lalu?" tanya Somi sekali lagi dan sekali lagi juga, Lisa menganggukan kepalanya.
"Aku langsung pergi bertugas satu minggu setelah pertunangan kami, dan kembali ke Korea satu minggu sebelum pesta waktu itu,"
"Kau tidak merindukannya? Kalian tidak berkirim pesan atau semacamnya selama 3 tahun itu? Sudah ada banyak sekali alat komunikasi sekarang,"
"Satu tahun pertama kami masih sering berkirim pesan, menelpon dan melakukan panggilan video. Masuk tahun kedua, kami hanya berkirim pesan sesekali dan tahun ketiga... Kami tidak menghubungi satu sama lain karena keadaan,"
"Kalian tidak saling merindukan?"
"Tentu saja awalnya kami saling merindukan. Tapi lama kelamaan, aku terbiasa tanpanya dan dia pun begitu. Berkencan atau bertunangan, tidak ada bedanya dengan sendirian, ketika kau berada di tempat yang jauh darinya.
"Lalu apa kau akan pergi lagi dalam waktu dekat ini?" tanya Somi yang tetap sibuk memilih barang-barang belanjaannya.
"Tidak, aku mengundurkan diri belum lama ini,"
"Kenapa? Untuk menikah? Tapi kalian sudah putus, apa kau mengundurkan diri sebelum kalian putus? Kau sudah terlanjut mengundurkan diri dan kalian putus, apa begitu? Sayang sekali..."
"Tidak... Aku mengudurkan diri karena appaku,"
"Ahh... Mewarisi perusahaan?" tanya Somi dan Lisa hanya tersenyum. Raut wajah Somi berubah dan sepertinya gadis itu menerima umpannya. YG Entertainment.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
The Way Out
FanfictionMereka kembali bertemu setelah sempat terpisah sejauh samudera. Malam-malam nostalgia terasa seperti mimpi indah namun tetap berakhir sebagai mimpi buruk, tapi tidak ada jalan keluar. Segalanya berakhir tanpa sebuah epilog.