***
"Apa rencanamu?" tanya Jiyong setelah mau tidak mau dia menerima pistol dari Lisa. "Apa itu insiden No Escape?"
"Kita sudah menonton filmnya oppa," jawab Lisa sembari berjalan kesana kemari mencari jalan keluar. "Sekelompok pemberontak membatai semua turis setelah membuat mereka terpojok di sebuah hotel,"
"Siapa pemberontaknya dan kenapa kita yang akan di bantai?"
"Kita tidak punya waktu untuk mencari tahu masalah itu," ucap Agen Yook menjawab pertanyaan Jiyong karena Lisa sedang benar-benar berfikir saat itu. "Kita hanya perlu bertahan sampai bantuan datang,"
"50 orang pemberontak dan 1 penembak jitu," gumam Lisa. "Kita tidak akan bisa bertahan, kita harus melawan atau pergi,"
Namun jeritan lagi-lagi terdengar. Masih karena alasan yang sama, suara tembakan yang mengenai pintu di sebelah kanan. Semua orang bergegas ke posisi masing-masing. Lima belas petugas dan enam warga sipil bersenjata melindungi warga sipil lainnya. Sementara Lisa berjalan perlahan-lahan mendekat ke arah pintu yang tadi sempat tertembak.
"Lisa-ya! Apa kau masih hidup?! Ini aku!" teriak seorang pria dari luar, membuat Lisa langsung mengangkat kepalan tangannya, menyuruh semua orang bersenjata untuk menahan jari mereka. Gadis itu masih sangat siap untuk menembak namun sebelah tangan yang tadi ia kepalkan kini bergerak untuk membuka kunci pintu di depannya.
Lisa benar-benar membuat Jiyong khawatir. Jiyong sangat takut Lisa tertembak dan mati saat itu juga. Jiyong benar-benar berharap Lisa berdiri di sebelahnya, berpura-pura menjadi warga sipil dan membiarkan si agen negara itu yang bekerja.
"Wah... Kau benar-benar cantik dengan gaun dan senapan itu," komentar seorang pria begitu pintu terbuka. Hyunbin. Dan kedatangannya membuat Lisa menghela nafas lega. Pria itu datang, terlihat lebih santai di banding agen lainnya sembari membawa dua buah pistol. "Bantuan sudah datang, tidak perlu khawatir!" ucap Hyunbin sembari berjalan masuk dan memperhatikan sekeliling. "Apa kau mengajari adikku ini dengan benar, Lisa?" tanyanya sembari menyapa Agen Yook.
"Bagaimana kau bisa sampai disini, oppa? Aku sudah menyuruhmu pergi, dan dimana Minhyuk?" tanya Lisa menghampiri Hyunbin setelah menyuruh beberapa petugas menutup pintunya kembali.
"Dimana lagi? Tentu saja di depan laptopnya, mematikan seluruh frekuensi sinyal di tempat ini. Bantuan sudah datang tapi tidak bisa masuk. Ada 40 pemberontak dengan rompi bom di bawah. Semua rompi itu akan meledak begitu seseorang yang ada di luar tempat ini menekan pemicunya. Untuk saat ini Minhyuk masih bisa memutus sinyal pemicu itu tapi kita hanya punya waktu 10 menit sebelum gedung ini meledak,"
"Kalau begitu kita hanya perlu keluar dari sini," ucap Lisa yang kemudian menatap Agen Yook. "Kau bisa memimpin yang satu ini kan, Agen Yook?"
"Ne, sunbaenim," ucap Agen Yook sembari mengajak orang-orangnya untuk segera bersiap melarikan diri.
"Ada banyak reporter di luar," ucap Hyunbin begitu Agen Yook membawa semua orang untuk bersiap di dekat pintu, bersiap melarikan diri.
"Lalu bagaimana?" tanya Lisa yang kemudian memutar tubuhnya untuk melihat salah satu dari wanita yang ada disana. "Hhh... Syukurlah dia selamat," komentarnya ketika ia melihat Jeon Somi masih hidup diantara warga sipil lainnya.
"Bagaimana lagi? Tentu saja seperti biasanya. Minhyuk sudah bersiap," jawab Hyunbin kemudian.
"Sunbaenim, kalian tidak ikut?" tanya Agen Yook yang berdiri di baris paling belakang, melindungi warga sipil dari belakang.
"Pergilah duluan," ucap Hyunbin. "Jangan lupa kau bisa langsung mati kalau tidak menembak kepalanya, bomnya mungkin bisa langsung meledak begitu kau menembaknya,"
"Duluan saja, kakiku sakit," ucap Lisa yang kemudian mendudukan tubuhnya di atas lantai. Melihat Hyunbin membuat gadis itu lupa kalau ada Jiyong disana.
"Kenapa? Kakimu terluka?" tanya Jiyong yang langsung menghampiri Lisa dan mengecek kaki gadis itu. Kaki Lisa sedikit lecet karena sepatunya.
"Pergilah, kami akan baik-baik saja, kalian tidak punya banyak waktu," ucap Hyunbin menyuruh Agen Yook segera pergi
"Kita juga harus pergi, ayo," ucap Jiyong, menatap Lisa sementara Lisa justru menatap Hyunbin. Lisa sempat bimbang, ia tahu kalau saat itu ia punya kesempatan untuk mengakhiri hubungannya dengan Jiyong. Namun tindakannya saat itu bisa sangat beresiko. Ada senjata ditangan mereka dan Lisa tidak bisa menebak apa yang akan Jiyong lakukan kalau sampai pria itu marah.
"Kami tidak bisa keluar," ucap Hyunbin, yang dengan sengaja membuatkan keputusan untuk Lisa. "Ada banyak reporter di luar dan kami sedang dalam pelarian, Pergilah bersama yang lainnya-"
"Kau ada di pesta ini tadi, siapa kau sebenarnya?" tanya Jiyong yang kemudian menoleh untuk menatap Hyunbin.
"Oppa-"
"Aku tidak akan membiarkan Lisa disini sendirian," potong Jiyong tanpa mengindahkan panggilan Lisa. "Siapa kau?"
"Aku bertugas bersama di Irak tahun lalu," jawab Hyunbin yang kemudian melirik Lisa. Lisa terlihat terkejut ketika Hyunbin dengan sangat tenang berencana menceritakan yang sebenarnya terjadi pada Jiyong. "Semua orang tewas, dan hanya kami yang selamat. Itu bukan misi bunuh diri, jadi sangat aneh karena hanya kami yang selamat. Lalu sekarang kami dalam pelarian, karena mereka menganggap kami sebagai pemberontak. Kami akan terus jadi pemberontak sampai penyebab kegagalan itu di ketahui,"
"Kau bilang kau mengundurkan diri?"
"Bagaimana aku bisa mengatakan yang sebenarnya padamu? Aku hanya akan membuatmu khawatir-"
"Kau pikir sekarang aku tidak khawatir?! Lalu bagaimana sekarang?! Apa yang akan terjadi kalau kau sampai tertangkap dan bagaimana kau bisa membuktikan kalau kau bukan pemberontak?!" maki Jiyong memutus ucapan Lisa. Tentu saja pria itu mengkhawatirkan Lisa, namun saat itu rasanya Jiyong tidak dapat menahan emosinya. Ia benar-benar marah karena Lisa tidak mengatakan apapun padanya.
Lagi-lagi suara tembakan. Seseorang tengah menembak salah satu pintu ruangan besar itu dari luar. Dan suara tembakannya lantas membuat Hyunbin, Lisa dan Jiyong langsung meraih senjata masing-masing.
"Kita harus pergi sekarang," ucap Hyunbin yang kemudian berjalan mendahului Lisa dan Jiyong menuju jendela pintu paling kanan. "Kau bisa berlari dengan sepatumu?" tanya Hyunbin sembari melirik Lisa yang tengah menggengam erat tangan Jiyong. Gadis itu lebih mengkhawatirkan keselamatan Jiyong dibanding amarah pria itu.
"Jangan meremehkanku," balas Lisa yang kemudian berjalan lebih dulu. Gadis itu berjalan di depan Jiyong keluar dari ruangan besar tadi. Kalau Agen Yook akan keluar melalui tangga darurat di sayap kiri gedung itu, Lisa, Jiyong dan Hyunbin akan keluar melalui pintu belakang– yang tidak terekspose reporter.
Lisa berjalan di depan, Jiyong di tengah dan Hyunbin di belakang. Ketiganya sama-sama memegang senjata. Namun belum sampai 5 meter mereka berjalan, Lisa sudah tiga kali melubangi kepala manusia. Lisa lebih memilih menjadi seorang pembunuh dibanding membiarkan Jiyong terluka.
"Akh!" pekik Lisa bersamaan dengan suara dua tembakan. Lisa menembak dan tertembak, tepat di bahu kanannya.
"Ya! Kau baik-"
"Kau pindah ke belakang," ucap Hyunbin yang kemudian merebut senjata laras panjang dari tangan Lisa dan menukarnya dengan sebuah pistol.
"Kita harus berhenti dulu," pinta Jiyong karena melihat Lisa menekan bahunya dan merasakan sakit luar biasa disana. Seluruh bahunya terasa sangat panas seakan baru saja terkena uap panas.
"Pakai dasimu untuk menghentikan pendarahannya," suruh Hyunbin dan Jiyong langsung melepaskan dasinya. Pria itu memakai dasinya untuk mengikat bahu Lisa namun mereka tidak punya banyak waktu. Mereka bisa terkubur di gedung itu kalau mereka tidak segera keluar.
"Nanti saja," ucap Lisa yang kemdian menghentikan Jiyong dan gerakannya. "Kita harus keluar dulu sekarang, kita sudah di lantai dua dan akan benar-benar terkubur disini kalau tidak segera keluar,"
Namun sepertinya 10 menit sudah berlalu. Karena Hyunbin dapat kembali mendengar suara Minhyuk. Itu berarti seluruh frekuensi yang ada di sekitar bangunan itu sudah kembali, termasuk frekuensi yang dipakai oleh si pemicu bom. Dan mereka bertiga masih ada didalam gedung itu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way Out
ФанфикMereka kembali bertemu setelah sempat terpisah sejauh samudera. Malam-malam nostalgia terasa seperti mimpi indah namun tetap berakhir sebagai mimpi buruk, tapi tidak ada jalan keluar. Segalanya berakhir tanpa sebuah epilog.