Apakah akan indah jika kita tidak pernah bertemu?
***"Saya terima nikah dan kawinnya Halimah Ramadhani Firdaus bin Retno. Firdaus dengan mas kawin 81 gram emas, dan seperangkat alat shalat dibayar tunai" ucap laki-laki itu dengan lantang
"Bagaimana saksi, sah?"
"Sah"
"Sah"
"Alhamdulillah"
Mempelai wanita keluar dari kamarnya menuju lelaki yang kini sudah resmi menjadi suaminya, air matanya menetes tak menyangka jika akan secepat ini menjadi seorang istri menjadi wanita yang akan mengabdi sepenuhnya pada suaminya. Dia tak pernah menuntut apapun pada lelaki yang baru saja menjadi suaminya ini tapi semoga saja suaminya ini bisa menjadi imam yang baik untuk rumah tangga yang baru saja dibangun ini.
Waktu berjalan dengan begitu cepat, ijab qabul pernikahan telah usai dan diproses ijab qabul ini hanya keluarga dan orang kepercayaan yang diundang, sehari sebelum akad dilaksanakan pengajian dikediaman kedua mempelai, lima bulan sebelum ijab qabul Halimah meminta pihak mempelai laki-laki untuk tinggal di Pesantren Al-Ikhlas selama lima bulan lamanya, memberikan syarat untuk mempelajari beberapa kitab seperti Bulugul Maram, 'Ukudulujain, Hadits Arbain dan berbagai ilmu yang harus ditimbanya disana sebagai syarat untuk menikahinya.
Menikah secara sah dalam hukum agama dan negara, dia tidak ingin menikah karena masalah tertentu atau pun karena sebuah keterpaksaan dan saat lima bulan terakhir sebelum akad itulah Halimah memantapkan hatinya pada lelaki yang akan menjadi suaminya.
“Bersikap baiklah pada suamimu nanti, jadi istri yang baik dan taat pada suami” nasihat ayah Halimah
Memang yang menjadi walinya adalah ayah tirinya, karena itu adalah permintaan ayah Halimah. Akad sederhana yang dilangsungkan di kediaman ayah tirinya di Solo. Pengajian pun dilangsungkan di rumah yang di Solo dengan hanya mengundang kerabat terdekat. Halimah tak banyak bicara dan tak banyak bertanya walau pun kepalanya penuh dengan seribu satu pertanyaan dan rasa penasaran.
Tenda berwarna putih dan diperpadukan dengan warna gold menjulang dengan kokoh di halaman rumah Ramli, berbagai macam bunga menghiasi dengan indahnya ditambah dengan perpaduan adat Jawa dan nuansa Islami, Arif menitikan air matanya haru saat pasangan pengantin itu digiring ke singasana, menjadi Raja dan ratu dalam satu hari.
Pernikahan ini dibalut dengan perayaan sederhana, tidak menyewa gedung dan memakai jasa Weding Organizer. Semua diurus oleh kedua pihak keluarga. Tenda yang sangat luas dan memenuhi seluruh halaman rumah ini dipenuhi dengan tamu yang mulai berdatangan.
Sepasang pengantin dengan warna pakaian senada itu tersenyum menyalami tamu, baju pengantin berwarna putih gading dengan berukat yang terukir rapi dan klasik, baju yang digunakan mempelai wanita dan laki-laki itu adalah pakaian pernikahan yang dipakai Ibu dan ayah dari pihak mempelai wanita, itu adalah permintaan dari ayah tiri Halimah, baju yang sudah berpuluh-puluh tahun usianya itu masih terawat dan cantik, disimpan dengan baik oleh pihak keluarga dan menurunkannya pada anak mereka, terlihat klasik dan sangat indah dipandang.
Tak lupa mempelai wanita memakai kerudung yang senada menjuntai indah menutupi dada dengan bros cantik berwarna gold yang menghiasi kepalanya. Cantik natural dengan senyum yang terus menghiasi bibirnya.
Terlihat lelaki yang baru saja keluar dari dalam taksi, membawa sebungkus kado yang disiapkannya untuk kedua mempelai, rasa pahit menusuk hatinya, inilah yang disebut takdir seulas senyuman terbit dibibirnya. Jika orang mengatakan kita bertemu adalah kebetulan maka itu adalah bullshit belaka. Karena kenapa? Kita bertemu karena sebuah takdir, saling mengnal karena takdir, pertemuan dan perisahan karena takdir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salahkah Aku Jatuh Cinta
SpiritualBagaimana rasanya jika cinta kita ditolak? Cinta yang bertepuk sebelah tangan, rasa sayang yang tak terbalaskan, cinta yang hanya satu hati. Rasa perih dan sakit menjalari seluruh hati hingga tak tersisa ruang untuk bahagia. Begitulah kata orang yan...