Bagian 7 Senyumanmu..

61.4K 2.4K 479
                                    

Merasa kurang dari 21 tahun mohon menepi ya, ini bacaan dewasa.

***

Elan mempersilahkan Dina masuk ke apartemennya lebih dulu, ia menyusul kemudian. Dina berjalan gamang, alat geraknya dibuat ragu-ragu harus bertindak bagaimana. Elan baru saja membagi peluk hangatnya. Membujuknya pulang bersama. Meskipun tak ada kata yang terucap lagi sepanjang jalan tadi.

"Mandilah.. Ingin makan apa? Aku akan pesan via ojek online."

Dina berbalik, mengangkat wajahnya. Gugup. Ada ketegangan.

"Eng.. Apapun." Jawab Dina singkat.

"Asal bukan tempe?"

Elan memasang ekspresi tanya dengan senyum manisnya. Yah, senyum manis yang hampir tak pernah Dina temui.

Dina membalas senyum itu. Damai. Ah suasana terasa hangat padahal tubuh mereka kedinginan karena basah kuyup oleh hujan.

"Ya, apapun asal bukan tempe. Kamu.. Sudah hafal ehm.." Jawab Dina seraya membalik badannya.

"Tunggu!"

Dina membalik tubuhnya bersemangat. Seperti belum ingin berpisah jarak dengan tubuh yang barusan mendekapnya dengan nyaman.

"Ada apa?" Tanya Dina membulatkan mata.

Elan mendekat, mengubah meter menjadi centimeter. Keduanya kian dekat hingga Dina menunduk kikuk. Lagi-lagi situasi ini belum ia persiapkan sebelumnya.

"Masih marah padaku?"

"Ehh.. Emm.. Jika maaf itu tulus, jika kamu tidak lagi merendahkanku, aku tidak akan marah lagi."

"Dengan kata lain, kamu memaafkanku?" Elan menyelidik.

Dina mengangguk tanpa sedikitpun mengangkat wajahnya. Ia malu, gugup pula. Namun siapa sangka Elan justru mengangkat dagunya.

"Ahh.." Dina terperangah.

Kedua mata mereka saling menatap. Dina tak kuat ditatap terus-terusan seperti itu. Ia melarikan bola matanya kesana kemari.

"Tatap aku.."

"Hemp.." Dina tercekat.

"Matamu masih berlari dariku, artinya belum memaafkanku, kamu masih takut."

"Aku tidak takut padamu." Sahut Dina cepat. "Aku.. Aku.. Aku tidak.. Takut lagi.."

Sekuat hati Dina membalas tatapan Elan. Dorongan apa yang membuatnya seberani ini, ia tak peduli. Ini luar biasa. Kekuatan ekstra yang tidak tahu dari mana sumbernya menguatkan Dina menatap mata Elan pelan-pelan tapi pasti.

Dina menemukan iris kecoklatan mendekati hitam yang tajam. Ada keangkuhan juga kekuatan, di mana dendam itu? Apakah ia sembunyikan dibalik kekuatannya? Atau justru ketajamannya?

Sebaliknya, sorot mata Dina membelah tajamnya mata Elan. Mengisyaratkan kelembutan kuat yang bisa melemahkan keangkuhan. Ia bukan gadis lemah, seolah tertulis dengan jelas di bagian pupilnya yang menantang. Meskipun masih ada sebilah keraguan dilihat dari perubahan ukurannya yang tidak konsisten.

"Kamu tidak menyesal memaafkanku?"

Elan merendahkan wajahnya. Hendak mengubah centi menjadi mili. Keduanya belum melepaskan kontak mata. Keduanya berdebar. Keduanya menanti.

"Jadi buatlah aku tidak menyesal."

Dina berlari ke kamarnya. Masuk dan menutup pintu rapat-rapat. Ia menyandarkan punggungnya di balik pintu. Memegang dadanya yang berdebaran. Tak menyangka ia berani mengatakan kalimat isyarat seambigu itu. Kini bibirnya tersenyum kecil, malu-malu.

REVENGE (SUDAH TERBIT) PART LENGKAP DI GOODNOVEL ATAU KARYAKARSA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang