Bagian12 Daisy

55.6K 2.3K 436
                                    

"Bagimu, aku ini apa?" Tanya Dina serius.

Elan menghentikan aktivitas mesumnya. Melepaskan ciumannya di leher Dina, mengendurkan kecepatannya dalam meremas payudara. Ia tersenyum, menjatuhkan pandangan jauh ke pegunungan sebagaimana Dina.

"Apa itu penting?"

"Tentu saja.. Seorang gadis yang sudah diperlakukan sepertiku patut bertanya, kenapa seorang lelaki memperlakukanya demikian. Hanya nafsu? Atau pelampiasan?"

"Aku sedang nafsu ingin menjilatimu tapi tidak bisa." Jawab Elan terkekeh.

"Itu bukan jawaban yang ku harapkan." Dina mengangguk kecewa. "Kamu mengalihkan pembicaraan dan.. Ah sudahlah.."

Dina menekuk wajahnya, menelan kepahitan. Mungkin ia terlalu berharap. Tidak pernah ada yang spesial di mata Elan tentang siapa dirinya.

Ia menyingkirkan kedua tangan Elan dari dadanya. Memasukkan kembali dua bola dadanya ke dalam cup bra. Mengancing seragamnya cepat, lalu melepas jas Elan dari bagian depan tubuhnya.

"Aku ke toilet dulu, lalu kita pulang." Ekspresi Dina datar seraya menekan jas ke dada Elan.

"Kopimu belum disentuh." Elan mengingatkan.

"Aku tidak haus." Jawab Dina tak peduli. "Aku langsung ke mobil setelah dari toilet."

Elan tersenyum kecut. Hatinya sedikit terluka melihat kekecewaan di wajah Dina. Ia merasa jahat. Pikirnya, mungkin tak seharusnya menyakiti Dina dengan candaannya.

***

Kurang lebih lima belas menit Elan menunggu Dina dalam gelisah. Gadis itu sedang dalam suasana hati tak bagus. Elan menyesal tak menjawab pertanyaannya dengan benar.

Berulang kali Elan memainkan jarinya di setir bundar. Berpikir bagaimana cara menjawab pertanyaan itu kembali, karena ia tahu menanamkan kepercayaan pada Dina bukan perkara mudah. Gadis itu tangguh, tak mudah luluh.

Tak lama kemudian gadis yang ditunggu masuk. Wajah ayu Dina sengaja bersembunyi darinya. Meskipun demikian, Elan menemukan hidung Dina merah. Matanya juga basah.

Sebuah bungkusan kertas coklat ia letakkan di pangkuan Dina. Memulai usahanya memperbaiki keadaan.

"Makanlah, kamu pasti lapar."

"Apa ini?" Tanya Dina serak.

"Cilembu bakar. Kamu suka?"

Dina tidak menjawab. Ia membuka bungkusan itu lalu mengambil sepotong. Mengupas kulitnya lalu menggigitnya.

"Manis?" Tanya Elan.

Dina mengangguk.

"Seperti.. Seperti wajahmu kalau tidak menangis."

Rayuan Elan terdengar receh tapi penuh arti. Ia tak ingin Dina menangis lagi. Sejujurnya sejak kemarin ia diliputi perasaan bersalah karena Dina tak tampak bahagia karenanya. Ia ingin senyuman istrinya.

Dina memelankan kunyahannya. Ia paham bahwa Elan menemukan sisa tangisan di wajahnya.

"Ayo pulang.."

Hanya kalimat itu yang terlintas di pikiran Dina. Ia tak mau terlalu larut dalam bahasa Elan yang mematikan logika. Sudah terlalu sering ia larut. Kali ini dan seterusnya ia tak lagi mau terjerembab ke lubang yang sama. Memalukan baginya sudah mau-mau saja diperlakukan Elan sebagi istri tanpa bisa membalasnya.

"Aku dengar Raka memperkosa adikku di salah satu hotel di sini."

Dina gelagapan. Kalimat Elan memecah lamunan, juga mengandung sesuatu baginya. Ia mengunyah cilembu bakar lebih cepat melampiaskan kegugupan.

REVENGE (SUDAH TERBIT) PART LENGKAP DI GOODNOVEL ATAU KARYAKARSA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang