ILY, 01

4.3K 125 5
                                    

250119

Author PoV

Gadis​ itu berdecak kesal. Sudah satu setengah jam dia berdiri di pinggir jalan. Namun, sesuatu yang ditunggunya tak kunjung datang. Dia kesal menunggu taksi online yang di pesannya. Apalagi hari ini cuaca begitu terik, benar-benar merusak suasana hatinya.

Anisa, nama gadis itu. Gadis dengan wajah manis, hidung yang mancung namun kecil, bibir tipis yang memang pada dasarnya berwarna pink. Tak lupa sepasang mata almond indah berwarna coklat. Benar-benar sempurna.

Oh, satu hal yang tidak boleh kita lupa. Tubuhnya sangat ideal. Dengan tinggi badan 165 cm. Apalagi yang dia kenakan sekarang adalah gaun berwarna putih selutut yang mengekspos pundaknya. Kulitnya seperti gadis Indonesia pada umumnya, putih, namun punya karakter sendiri. Iyalah... Indonesia.

"Mas? Ini gimana, sih? Masa aku sudah nunggu dari tadi, nggak datang-datang?!"

"Aduh, maaf mbak. Ini mobilnya mogok. Kayaknya masih lama. Maaf ya, Mbak.", ucap seseorang di seberang telepon, yang sudah bisa di pastikan dia adalah agen taksi online yang dia pesan.

"Ya sudah, Mas nya dimana sekarang? Sudah dekat apa belum?"

"Sudah, Mbak. Ini saya sudah berada di jalan Cempaka."

"Mas pakai mobil warna putih?"

Anisa memicingkan matanya untuk memastikan.

"Iya, Mbak."

"Mas, sedang berada di luar mobil?"

Anisa bertanya untuk memastikan lagi, karena dia lihat makhluk di seberangnya juga menganggukkan kepala.

"Iya, Mbak. Memangnya kenapa?"

"Yaelah, Mas. Kenapa nggak bilang dari tadi?"

Setelah dia yakin makhluk di seberangnya adalah orang yang di maksud. Segera saja dia memutus sambungan teleponnya.

Dia sudah melangkahkan kaki menuju seberang untuk menghampiri seseorang di sana dengan mobil mogoknya.

"Yaelah, Mas. Kenapa nggak bilang dari tadi Mas nya sudah dekat? Jadi kan saya nggak perlu capek-capek nunggu di pinggir jalan sampai lama banget. Udah kaya mannequin, tau nggak?"

Yang diajak bicara malah mengerutkan dahinya. Lalu dia menundukkan kepalanya.

"M-maksud Mbak...?"

Tanyanya sopan setelah merasa bahwa orang yang tengah berbicara dengannya lebih tua darinya. Namun, belum selesai dia mengucapkan kalimatnya. Sebuah suara lain sudah memotongnya.

"Iya. Aku pelanggan kamu."

Pemuda itu malah bertambah bingung dengan kata-kata Anisa.

"Pe-pelanggan?", dia masih tidak berani mengangkat pandangannya.

"Iya, tadi aku yang pesan taksi online ini."

"Tapi, Mbak. Saya..."

"Udahlah. Mas diam saja! Biar saya yang benerin ini mobil.", Anisa kembali memotong kata-kata pemuda itu.

Pemuda itu hanya diam menyaksikan seorang wanita membenahi mobilnya. Namun, dia tetap tidak berani memandang wanita itu.

"Assa! Selesai juga. Mas coba nyalain mobilnya!"

"Baik, Mbak."

Pemuda itu memasuki mobilnya. Tangannya memegang kunci yang dengan setia masih menancap di sana.

"Bismillahirrahmanirrahim.", ucapnya.

Brumm...

"Alhamdulillah. Jadi, Mbak."

Dia hendak turun dari mobilnya. Namun, sebuah suara menahan kakinya.

"Udah nggak usah turun! Lagian aku juga mau masuk."

Blam. Suara pintu mobil yang ditutup dengan keras menyadarkan pemuda tadi yang sempat melamun berusaha mencerna kata-kata Anisa.

"Udah Mas cepetan, deh. Aku buru-buru nih. Gara-gara Mas aku telat."

"Maaf Mbak. Tapi saya juga sedang buru-buru. Sudah ditung..."

Kata-katanya tergantung saat mendapati wanita di sebelahnya memperhatikan dia dari ujung kepala hingga ujung kaki seolah sedang menahan tawanya.

"Kkkkkk...", Anisa berusaha menahan tawanya agar tidak meledak.

I Love You, Yaa Habib Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang