ILY, 28

583 36 0
                                    

Assalamu'alaikum, semua!

Masih ada yang baca cerita ini?

아무튼, 기다리는고였어  감사합니다!

ありがとうございました!

謝謝你!

Selamat membaca!

.

.

.

Safiq, di seberang sana dia sedang tidak baik-baik saja. Kalimat yang dilontarkan Anisa sangat berpengaruh terhadap kerja jantungnya. Membuat benda sebesar kepalan tangannya berdetak tak karuan.

Anisa mungkin memang bercanda. Atau mungkin tidak. Tidak ada yang tahu pasti kecuali Sang Pemilik Kehidupan.

Safiq, hanya beralasan agar bisa menghindar dari kemungkinan terburuk, yaitu Anisa bisa saja mengetahui pasti perasaannya saat itu juga. Karena dia tidak yakin bisa menahan diri lagi.

Ada sesuatu yang dimaksud Safiq adalah telah terjadi serangan pada jantungnya, bukan dalam konteks menakutkan. Sebaliknya, bunga bisa kita lihat dimana-mana di setiap bilik jantungnya.

***

Naufal PoV

Aku tengah duduk bersama dengan dua orang laki-laki lain saat sebuah getaran terasa dari dalam saku celanaku. Panggilan telepon. Ku rogoh saku celanaku, tanganku sedikit meraba, memposisikan tanganku dengan tepat untuk menggenggam benda multifungsi itu, lalu ku keluarkan.

Bang Safiq.

Itu yang tertera di layar HP ku.

"Abi, Ayah, Naufal permisi ke depan dulu, ada panggilan dari Bang Safiq."

"Oh iya, Kak."

Aku berlalu dari sana, menuju teras rumah. Namun, saat jempolku hendak menggeser simbol berbentuk gagang telepon ke arah gagang telepon berwarna hijau, getaran itu berhenti. Rupanya Bang Safiq memutuskan panggilannya sebelum aku sempat menjawab.

Sejenak berpikir, lalu ku langkahkan kakiku lagi, ku putuskan untuk meneleponnya nanti setelah sampai di teras. Saat aku membuka pintu, terlihat sebuah motor matic memasuki gerbang menuju pelataran rumahku. Sesosok gadis mengendarainya. Rupanya Syifa sudah sampai. Baiklah, ku tunggu dia dulu saja.

Aku menunggu dia memarkirkan motornya. Kemudian turun dengan kantong plastik hitam di tangannya yang entah berisi apa. Lalu dia menghampiriku.

"Kakak ngapain disini?" tanyanya begitu sampai di hadapanku.

"Ini mau angkat telepon, tapi keburu mati."

"Ooo... Kalau begitu Syifa masuk dulu ya, Kak." Syifa hendak berlalu dari sana dengan perasaan tidak enak. Entahlah apa yang gadis itu pikirkan.

"Kenapa baru sampai?" Aku bertanya saat hampir saja dia melangkahkan sebelah kakinya menjauh dari hadapanku.

"Tadi mampir sebentar di tempat tukang gorengan. Ya udah Kak, Kakak mau menelepon balik orang itu kan?"

"Iya, ini rencananya mau nelpon Bang Safiq, tapi aku lihat kamu sudah datan. Sana langsung masuk aja."

Syifa berlalu, dengan begitu aku segera menelepon Bang Safiq.

"Assalamu’alaikum, Bang. Tadi ada apa Bang Safiq nelpon?"

"Wa'alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh, Fal. Besok kamu bisa nggak ke rumah Abang dulu sebelum datang ke café, ambil kunci?"

I Love You, Yaa Habib Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang