ILY, 17

652 51 0
                                    

Kehidupan kita itu tentang waktu. Dia layaknya stopwatch, menghitung mundur waktu yang kita miliki hingga sampai dimana dia akan menunjukkan angka 00.00.00. Saat itulah kita akan kembali kepada pemilik dunia, kembali kepada Sang Pencipta.

~NaufalHabibie~

08.53 WIB - Jumat, 10 April 2020
.

.

.

Aku memanggul sekarung beras dua puluh lima kiloan ke tempat dimana mobil yang tadi membawa kami diparkir. Andra juga melakukan hal yang sama. Bang Safiq dan Ilham melakukan tugas mereka, yang mungkin mengangkut dua peti telur, beberapa kilogram gula pasir, dan entah apalagi yang sudah dibeli oleh para wanita.

Saat aku sampai ke mobil, di bagasi belakang aku melihat sudah ada dua kardus mie instant dan lima minyak kemasan dua literan. Andra yang tadi sudah sampai lebih dulu, kini sedang menggeser letak barang-barang disana agar bisa masuk semua. Termasuk kardus besar berisi pakaian dan kardus sedang berisi buku-buku.

"Yang lain mana, Rin?" tanyaku kepada Rina yang terlihat hendak turun dari mobil untuk membantu menata barang-barang di belakang.

"Lagi ngambil sisa barangnya, tadi aku disuruh disini aja, jaga mobil sama barang-barang. Tapi, ini aku baru angkat telepon dari ibuku. Soalnya HP ku, ku tinggal di dalam mobil,"

"Oh... Begitu..."

"Ini gimana menurut kalian, biar nanti bisa masuk semua?"

"Mending kita turunin dulu yang lain, terus kita masukkan berasnya dulu aja, Ndra. Rina, tolong kamu bantu turunin barangnya ya."

"OK, Fal,"

Kami bertiga menurunkan barang-barang yang sudah ada di dalam. Selanjutnya aku dan Andra mulai mengangkat dua karung beras itu bergantian. Setelah itu, kami berganti menaikkan kardus berisi pakaian dan buku-buku. Sedangkan kardus mie instan kami tempatkan di atas kedua kardus tadi masing-masing. Untuk urusan minyak, kami serahkan kepada Rina. Dia kan perempuan, pasti punya jiwa alami untuk menata sesuatu, entah barang, tempat, atau yang lainnya.

Tak lama berselang aku melihat dari kejauhan Bang Safiq dan ketiga sosok lain mendekat ke arah kami. Bang Safiq membawa sepeti telur ayam, begitu pula Ilham. Sedang Fitri membawa sekantong plastik berwarna transparan berukuran sedang yang berisi gula pasir, kurang lebih lima kilogram beratnya. Dan Luluk entah membawa apa di kantong plastik hitam, terlihat sedikit berat juga.

Satu yang tidak terlihat, Syifa. Entah kenapa aku tidak melihat sosoknya di antara mereka.

"Luluk, dimana Syifa?" tanyaku spontan begitu keempatnya sudah sampai di depanku.

"Hayo... Bang Naufal... Bukannya nyapa kita dulu yang baru aja sampai, eh langsung nanyain Syifa,"

"Ya kan cuma Syifa yang nggak kelihatan, Luk."

"Masih lanjut godain Naufal aja kamu, Dek." kata Bang Safiq.

"Habisnya sikap Bang Naufal minta digodain, Bang."

"Andra, ini gulanya ditaruh dimana?" Fitri yang sudah siap meletakkan benda di tangannya ke bagasi, bertanya saat dia melihat bagasi yang sudah hampir penuh.

"Itu masih ada ruang di sebelah minyak, cuma jangan ditaruh di atas ya, soalnya nanti di bawahnya akan ada telur. Takutnya nanti jatuh malah mengenai telurnya. Ngomong-ngomong itu kamu bawa apa, Luk?" sahut Andra.

"Garam, Bang. Oh iya, Bang Naufal, aku sampai lupa jawab pertanyaan kamu tadi. Syifa tadi bilangnya mau mampir ke toko roti, yang di sebelah utara itu, di pinggir jalan. Bilangnya sih nggak akan lama."

I Love You, Yaa Habib Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang