ILY, 29

597 38 5
                                    

Rupanya keluar di pagi hari tidak buruk juga, apalagi sekarang sedang jam kerja, jadi tidak terlalu macet. Mataku menyusuri sekitar. Aku mengenal arah ini. Kalau benar dia mau membawaku kesana, aku harap hari ini tidak terlalu ramai.

"Zi,"

"Hm?" gumamku yang tak melepaskan penglihatanku dari jalanan dan kendaraan di depan kami.

"Kamu tidak penasaran aku mau membawamu kemana?"

"Tidak. Melihat dari arah kemana mobil ini melaju saja aku sudah tau."

"Apa kamu tidak tertarik kesana? Kenapa nadamu seperti itu?"

Kamu benar-benar tipe orang yang terlalu banyak berpikir, Fiq. Bukan aku tidak tertarik, tapi rasa-rasanya pergi ke Taman Mini adalah hal biasa. Aku mengajakmu jalan. Kenapa kamu malah mengajakku berwisata edukasi? Ku rasa kita sudah cukup tua untuk itu.

"Aku hanya sedang berpikir, mau apa kita disana. Apa kamu tidak berpikir kita terlalu tua untuk berwisata edukasi?" ungkapku terang-terangan.

"Bukan itu tujuanku. Dulu kamu pernah bilang setelah kita lulus, kamu ingin kita mengunjungi semua objek wisata yang ada di Jakarta. Dan aku ingat kamu ingin naik perahu angsa dan kereta gantung disana. Karena kamu belum pernah. Dan sekarang aku ingin naik keduanya denganmu, untuk mengganti yang dulu."

Rupanya dia masih ingat. Aku hanya tidak menduga. Mengingat dia yang tiba-tiba saja seolah menghilang dari dunia, ku kira dia melupakan hal itu.

***

Safiq sedang sibuk mencari barang-barang yang hendak dibelinya, dia memisahkan diri dariku. Dia sedang terburu-buru, karena dia bilang salah satu temannya nanti ada urusan, lalu dia sudah mengatakan pada temannya kalau dia akan sampai di café setelah dhuhur. Dan sekarang sudah jam sebelas. Melihat dari barang-barang yang dia butuhkan, berbelanja ku rasa membutuhkan waktu sekitar dari tiga puluh menit. Ditambah dengan mengantri di kasir, meskipun tidak terlalu panjang ku kira. Ditambah dia berbelanja denganku yang pada dasarnya adalah wanita, sama dengan butuh waktu lama. Biasanya aku berbelanja di supermarket yang memang berada di satu bangunan dengan apartemenku, tapi jujur saja aku bosan disana. Jadilah aku mengajak Safiq untuk ke tempat lain saja.

Dan lagi, nanti Safiq masih harus mengantarku pulang terlebih dahulu, karena meskipun aku bisa saja menggunakan taksi, dia tidak akan membiarkan.

Siapa suruh dia malah mengajakku menonton teater setelah kami menyelesaikan urusan dengan perahu angsa dan kereta gantung yang menjadi tujuan utama kami?

Tadi saat menaiki perahu angsa aku merasa kalau itu sangat menyenangkan. Dengan es krim ditangan, kaki yang mengayuh pedal, cuaca yang cukup teduh, tidak terik seperti biasanya, air yang terhampar luas, lalu para pengunjung yang beberapa terlihat berlalu lalang di kejauhan dan beberapa ada yang juga menaiki wahana air ini, dan semuanya. Lebih menyenangkan dari yang ku bayangkan, karena sebelumnya aku mengira ini akan terasa sedikit membosankan.

Lalu menaiki kereta gantung yang tak kalah menyenangkannya. Mungkin lain kali aku akan mencobanya lagi. Kenapa dulu aku tidak mengajak Tia kesini? Meski jujur saja tempat ini sedikit kekanak-kanakan menurutku, dan tidak sesuai dengan gayaku dan Tia. Tapi tempat ini juga bisa terasa menyenangkan. Sebenarnya semua itu mungkin tergantung bagaimana cara kita menikmati dan menilainya.

Aku tengah berada di depan stan es krim setelah ku rasa semua yang ku butuhkan sudah ku masukkan ke dalam keranjang belanjaan. Tinggal menunggu Safiq selesai. Lagi-lagi aku menginginkan benda dingin yang berpotensi membuat ngilu deretan gigi-gigiku. Si dingin yang manis.

I Love You, Yaa Habib Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang