ILY, 24

638 50 4
                                    

14.47 WIB - Sabtu, 25 April 2020.

Adakah yang menunggu?

Jangan lupa vote nya.

Saya sudah berusaha menyajikan cerita untuk teman-teman. Dan sebaliknya, teman-teman jangan sayang untuk memberikan dukungannya.

.

.

.

Naufal PoV

"Fatimah juga yang ngasih alamat rumah kita ke Kak Anisa," Fatimah menunduk, dia tidak berani melihatku.

Jadi...

Pantas saja Anisa menuduhku kalau aku berpura-pura tidak tahu bahwa dia akan datang ke rumahku. Rupanya, ini semua ulahnya adik kecilku.

Aku memang merasa ada hal yang aneh sejak aku melihat Anisa ada di rumahku. Tepatnya di ruang tamu bersama Syifa. Aku tidak pernah merasa memberikan alamatku kepada Anisa ataupun mengundangnya datang. Tapi, bagaimana bisa dia sampai di rumahku? Itu yang sedari tadi menjadi pertanyaan di otakku. Dan sekarang, jawabannya sudah ketemu.

"Fatimah... Minta maaf sama Kakak dan Kak Anisa. Fatimah sudah melakukan kesalahan. Fatimah sudah..." Fatimah hanya meneruskan kalimatnya sampai disitu, dan tidak melanjutkannya lagi.

"Kenapa Adek melakukan itu?" tanyaku. Setiap tindakan pasti memiliki sebuah alasan mengapa hal itu dilakukan. Bahkan hal kecil sekalipun. Dan aku ingin mengetahui alasan Fatimah.

"Fatimah..."

"Fatimah, katakan saja tidak apa-apa. Lagi pula semuanya sudah terjadi," itu adalah kalimat pertama yang Anisa ucapkan sejak pengakuan Fatimah. Dia sedari tadi seperti sibuk dengan pikiran-pikirannya yang entah apa.

Ku lihat Fatimah mengangkat kepalanya yang sedari tadi seperti tertarik oleh bumi. Dia meraih tangan kanan Anisa.

"Fatimah ingin bertemu Kak Anisa, waktu itu Kak Anisa bilang kita bisa ketemu lagi. Jadi..."

Fatimah memanglah anak yang mudah akrab dengan orang lain. Mudah akrab dengan orang-orang baru. Tapi, ini kali pertamanya dia begitu mudah untuk akrab dengan orang lain dalam waktu yang singkat. Biasanya ,dia baru mulai akrab setidaknya jika dia sudah bertemu dan mengobrol dengan orang itu setidaknya dua kali sebelumnya.

"Lagipula kemarin Abi sama Ummi terlihat tidak bahagia saat tahu Kakak dan Adek bertemu dengan Kak Anisa di luar. Fatimah tidak ingin membuat mereka tidak bahagia, jadi Fatimah buat supaya Kak Anisa yang datang ke rumah."

Fatimah masih tetap berpegang pada tangan Anisa. Dia tak kunjung melepaskannya. Bahkan aku disini hanya merasa seperti menjadi pendengar. Aku diabaikan.

"Meskipun yang Fatimah lakukan ini salah. Tapi, Fatimah cerdik kan?" katanya sambil menatap Anisa dengan mata berbinar-binar.

Ingin aku tertawa, tetapi rasa tidak enak hati kepada Anisa atas apa yang dilakukan oleh Fatimah serasa menahanku. Adikku satu-satunya ini memang luar biasa. Aku yang notabene nya sudah terbiasa pun kadangkala masih tetap saja terkejut dan dibuat tidak bisa berkata-kata dengan tingkah dan jalan pikirannya.

Anisa menarik napas panjang dengan mata tertutup. Lalu menghembuskannya. Matanya masih tertutup, tetapi bukan hanya itu, ku lihat senyuman perlahan timbul dari bibirnya. Senyuman yang menurutku malah terlihat mengerikan. Saat senyum anehnya mengembang sempurna, sejurus kemudian dia membuka mata. Aku harap dia...

"MasyaAllah...  Fatimah me...mang cerdik. Tapi, alangkah lebih baiknya Fatimah jangan ulangi lagi hal seperti ini ya. Lihat! Kak Anisa sampai salah paham dengan Kak Naufal." kata Anisa dengan senyumnya yang tak kunjung luntur.

I Love You, Yaa Habib Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang