ILY, 20

689 45 0
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, teman-teman.
Apa kabar semua? Semoga semua dalam keadaan sehat dan senantiasa dalam naungan rahmat-Nya. Dalam naungan kasih-Nya yang tiada batas. Aamiin.

Saya kembali lagi teman-teman. Kali ini saya ingin berterima kasih kepada teman-teman yang telah sudi meluangkan waktunya untuk membaca cerita saya.

Dan saya juga ingin mengirim salam sayang untuk teman-teman yang telah ikhlas memberikan dukungannya dengan menekan bintang. ❤️❤️❤️✨✨✨

Terakhir, tolong ingatlah ini teman-teman! Saat teman-teman membaca karya orang lain, cobalah untuk menghargainya. Setidaknya dengan tidak mencela atau berkomentar kurang sopan. Jika ingin mengkritik atau memberikan saran, gunakanlah bahasa yang baik, yang tidak menyakiti hati orang lain. Apalagi di ranah publik. Sesungguhnya, dengan berkomentar menggunakan kata-kata kasar yang tidak sepatutnya, itu hanya menunjukkan pribadi yang sama sekali tidak berkualitas. Itu bukan menjatuhkan harga diri orang lain, tapi menjatuhkan harga diri sendiri. Kalau sulit untuk menghargai orang lain, maka setidaknya jangan lakukan hal semacam itu untuk menghargai diri sendiri.

Saya miris melihat banyak komentar dengan bahasa yang tak kalah mirisnya tersebar khususnya di dunia orange ini. Kita tidak tahu, bagaimana perjuangan mereka saat menuliskan ceritanya. Kita tidak tahu mereka rela begadang semalam suntuk demi tidak menggantungkan dan mengecewakan para pembaca walaupun berbagai kesibukan di dunia nyata juga menuntutnya. Kita tidak pernah tahu itu. Oh mungkin saja kita yang tidak pernah ingin tahu.

Ok! Maaf saya sudah terlalu banyak bicara. Bukan maksud hati menggurui, saya hanya ingin mengingatkan. Termasuk mengingatkan diri saya sendiri.

I Love You, All ❤️.

With Love,

NaufalHabibie

.
.
.

Anisa PoV

Ternyata jalan yang harus ditempuh Safiq untuk sampai pada detik ini tidak bisa dibilang mudah. Sama sulitnya denganku. Kurang lebih.

Hari itu dia kembali ke Surabaya, kakeknya (dari pihak ibu) dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Mengharuskan keluarganya pulang ke Surabaya.

Usaha yang dijalankan oleh ayahnya saat itu juga sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Oleh karena itu, terpaksa seluruh aset dimiliki oleh keluarganya dijual, untuk membiayai sekolah Luluk yang terpaksa harus pindah ke Surabaya. Untuk membiayai pengobatan sang kakek. Untuk biaya mendaftar kuliah Safiq yang baru saja menuntaskan ujian nasional. Dan berbagai hal lainnya. Satu-satunya yang tersisa disini adalah rumah mereka.

Saat itu Safiq dan Luluk bahkan berdebat dengan ayah mereka karena mereka ingin tetap meneruskan pendidikan mereka di Jakarta. Namun, ayah mereka tidak memberikan izin tanpa memberikan alasan yang jelas.

Setelah itu, ibunya memberikan pengertian kepada mereka bahwa mereka tidak bisa untuk tetap di Jakarta karena keadaannya tidak memungkinkan. Kondisi keuangan keluarga mereka sedang tidak seperti sebelumnya. Bertahan hidup di Jakarta bagi mereka yang selama ini masih dalam naungan orang tua. Bukanlah hal yang mudah.

Satu bulan setengah setelah mereka kembali ke Surabaya, kakeknya meninggal dunia. Itu memberikan luka yang mendalam di hati keluarga mereka. Terutama sang nenek.

Tidak lama setelah kepergian kakek, salah satu bibinya yang merupakan anak bungsu di keluarga mereka kembali ke Sumatera mengikuti suaminya.

Sedangkan pamannya tidak datang ke Surabaya bahkan di hari pemakaman kakeknya. Entah karena apa? Safiq pun tidak tahu.

I Love You, Yaa Habib Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang