***
Aku masuk ke halaman rumahku, saat aku hendak masuk kerumah, kulihat pintu rumahku yang terbuka, aku pun sedikit heran padahal jam sudah menunjukkan pukul 11 lewat"ma..pa..." aku melangkah masuk dan menutup pintu
"ma..pa..bik..bik Idar.." seruku namun tak ada yang menyaut
Tak mau ambil pusing dan sudah terlalu capek, aku pun pergi menuju kamarku
Aku menaiki setiap anak tangga, aku juga sedikit heran melihat kamar Indri yang terbuka setengah, apakah Indri udah pulang dari rumah sakit?
Aku pun mendekat ke pintu, belum juga tiba disana seseorang keluar dan sedikit mengejutkanku
"ha!" ujar kami bersama, aku melihat koper besar yang dibawa Widy
"lo mau ngapain bawa koper? I..itu, itu koper Indri kan?" selidikku
"iya kenapa!" ia malah nyolot
"mau apa lo sama kopernya Indri"
"lo gak perlu curigain gue, gue ini sahabatnya Indri"
"ya tapi ini apa maksudnya, untuk apa?"
"gue sama Indri mau ke puncak malam ini juga!" tegasnya
"apa? Kepuncak? Malam-malam gini"
"iya, udah ya gue gak punya banyak waktu" Widy hendak berjalan namun aku menahan koper dan tangannya
"eh tunggu dulu, lo gak boleh pergi, ma..mama..papa.." ujarku berteriak
"uusst..diam" Widy berusaha menutupi mulutku
Namun aku masih saja kokoh menahannya dan berteriak dan tak lama kemudian papa dan mama muncul dihadapan kami
"eh ada apa ini Cindy-Widy" tanya mama
"ma liat nih Widy bawa koper Indri ma" ujarku
"Widy untuk apa kamu bawa koper Indri" tanya mama lagi dengan lembut
"ehm..gini tante, Widy sama Indri mau ke villa tante malam ini" jelasnya agak takut-takut
"ke villa? Malam ini, Widy kenapa kami gak kasih tau tante, lagian Indri masih sakit, villa itu dipuncak dan puncak itu jauh"
"tante Indri itu gak sakit dia cuma butuh ketenangan dan seharusnya dia itu dibawa ke puncak buka kerumah sakit, percaya deh tante sama Widy, Widy akan jagain Indri"
"tapi ini udah malam Widy.."
"tante tenang aja ya gak usah khawatir, kita perginya gak cuma berdua tapi sama abang Widy juga nanti dia yang bakalan jagain kita" jelas Widy
Widy berusaha meyakinkan, namun tetap saja membuat raut wajah khawatir di wajah mama
"tapi gak bisa Widy, tante gak ijini kalian pergi malam ini, tante takut terjadi apa-apa sama kalian"
"tapi tante ini kemauannya Indri dan tante tau kan gimana kerasnya Indri"
"ya tapi ini udah malam atau kalok enggak tante ke rumah sakit ya, tante bakalan bilang sama Indri"
"jangan tante, Widy mohon jangan, tante ijini kita aja ya ini demi kebaikan Indri tante, tante tolong ngerti ya" Widy memelas dan memohon
"ehm..kalok gak gini aja, malam ini kepuncak tapi om yang antar ya" ujar papa angkat bicara juga
"jangan om, om kan tau sendiri Indri tuh gak pernah suka liat om" ujar Widy sedikit ibah
"aku harus kesana nih mas, aku harus kerumah sakit" mama hendak berjalan
"tante Widy mohon jangan tante, nanti Indri bisa marah sama Widy, nanti dia kira Widy yang kasih tau tante, tante ijini ya..Widy mohon, ini demi segaris senyuman buat Indri"
"baiklah tante ijini demi kebahagian Indri, kalian hati-hati kalok ada apa-apa segera hubungi tante, kamu udah bawa perlengkapan Indri"
"iya tante udah kok, Widy tau apa aja yang diperluin Indri"
"yaudah hati-hati ya"
"iya tante Widy pamit" Widy pun segera pergi dengan senang hati
"kamu gak mau liat keberangkatan mereka" tanya papa
"ohiyaya mas, ayo mas kita kerumah sakit" mama dan papa pun segera bergegas ke rumah sakit
***
Hari berikutnya tepat dihari senin, murid SMU Harapan baru saja selesai mengadakan upacara bendera yang menjadi kewajiban di hari senin, aku dan Widya berjalan menuju kelas"eh Cin lo gak haus apa? Gue haus banget nih, kita beli minum dulu yuk dikantin" ajak Widya
"lo gila bentar lagi pelajarannya bu Sofi" bu Sofi adalah guru Fisika sekaligus wali kelas kami
"ah bu Sofi kan jalannya lama, dia juga guru yang paling sabar, ramah dan baik, dia gak pernah marah"
"Widya sebagai murid yang baik harus menaati peraturan!" tegasku melotot kearahnya
"ah gak asik lo Cin, gue haus mau beli minuman, awas lo kalok minta" Widya melengis pergi
Aku pun melanjutkan perjalananku menuju kelas, baru juga berjalan beberapa langkah, eh sudah ada yang menghadangku
"eeh..Cin stop, tunggu!" ujar Aldi dihadapanku, ia menahanku dan memegang sebuah kotak kecil dibungkus kertas kado berwarna pink
"ada apa?" jawabku datar
"gue mau ngasih lo sesuatu" ujarnya sekaligus membuatku terheran-heran
"jangan salah paham dulu, ini bukan gue yang ngasih, tapi nyokap gue!" ujarnya sewot dan memberikan kotak tersebut dengan asal, aku pun mengambil dan membolak-baliknya
"udah deh gak usah digitu-gituin, masih untung ada yang mau ngasih, lo belum pernah kan dikasih kado gini sama cowok"
"apa lo bilang, jadi kado ini dari lo?" aku menaikan nada suaraku agak tinggi
"eh ya..ya bukan, ih..untuk apa gue ngasih kado sama lo, kurang kerjaan banget, emang lo siapa?" ujarnya songong, ingin sekali aku menjitak kepalanya, menonjok bibirnya yang lemes itu lalu menginjak kakinya sampai gepeng
"udah gak usah ngeliatin gur kayak gitu, bilang makasih lo"
"iyaiya makasih ya" ujarku setengah hati
"kayak gak tulus gitu"
"iyaiya Aldi makasih ya atas kadonya ini" ujarku memasang wajah sok manis padahal dalam hati kesel
"yaudah sama-sama" jawabnya lalu melengos pergi
***
Siang harinya setiba dirumah, didalam kamar aku membuka kadonya, saat aku buka ternyata kalung bermata intan berkilau"ini mas asli? Masa sih tante Sarah ngasih ini ke gue, dia gak salah ngasih? Atau jangan-jangan ini tiruan yang banyak dijual di toko aksesoris, hm..cantik juga" aku pun mengenakannya di leher ku lalu bercermin, melihat diriku tambah cantik menggunakan kalung ini
***Hayolohhh...itu Aldi atau mamanya ya yang ngasih..
Tunggu kelanjutan part nya ya
Jangan lupa vote and comment
Saran dan kritik kalian aku terima kok
Salam author
Indah Lestari
KAMU SEDANG MEMBACA
Mata Hati
Teen FictionPemeran Aku atau sosok bernama cindy yg selalu memandang baik setiap keadaan dan dengan tulus menyayangi orang-orang sekelilingnya dan selalu optimis setiap menjalani hari-hari nya.. Ia selalu memandang kehidupan dgn sisi baik dan juga memiliki hati...