Gravin merebahkan tubuh Zenda hati-hati. Masih pukul 5 sore. Ia segera mengambil handuk untuk mandi. Menaruh seragam di keranjang. Ia mandi 10 menit. Memasuki kamar untuk mengambil baju dan memakainya.
Ia kembali ke belakang membawa satu baskom kecil berisi air hangat dan handuk kecil. Ia melepas jilbab yang dikenakan Zenda. Meletakkan handuk yang telah dimasukkan ke air hangat ke pipi Zenda. Zenda meringis sesekali. Tapi tidurnya tidak terganggu. Ia mengompres 15 menit. Ia kembali ke dapur membersihkan baskom dan kembali ke kamar dengan salep. Ia mengoles ke pipi Zenda. Ia memeluk tubuh istrinya dan tertidur.
Suara adzan Maghrib membangunkan kedua insan yang tertidur.
Cup
Gravin mengecup pipi istrinya cepat.
" Sayang bangun. Dah maghrib ini. Aku wudhu dulu ya? " Gravin membuka pintu kamar dan berjalan keluar kamar. Ia menghidupkan lampu ruang tamu, ruang makan, dan ruang keluarga baru masuk ke kamar mandi.
Zenda duduk kemudian merapikan rambutnya yang kuncirnya telah jatuh. Ia memandang dirinya di depan cermin. Pipinya sudah tidak merah. Tapi masih agak perih. Ia membuka almari mengambil baju koko dan sarung. Meletakkannya di atas sajadah. Ia menuju ruang makan. Mengambil air putih dan minum.
Gravin keluar kamar mandi dan melihat istrinya duduk di kursi meja makan.
" Kenapa? Masih sakit pipinya? "
Zenda mengangguk." Sedikit. "
" Yaudah nanti abang kompres lagi. Abang ke masjid ya? "
" Iya. "
✈✈✈
Zenda dan Gravin duduk berhadapan dengan Gravin mengompres pipi Zenda. Zenda hanya diam. Ia memperhatikan wajah suami tampannya. Terlihat imut ia jadi tersenyum kecil.
" Kenapa? "
" Abang imut banget kalau lagi serius ngompres aku. Kalau di hadapan anak buah seriusnya imut gini gak? "
" Haduh ya gak lah. Abang ya gak tahu serius di lapangan kayak gimana kan gak lihat. "
" Ih seriusan abang imut banget ini. Aku jadi pingin cubit, " Zenda menyubit pipi Gravin gemas.
" Duh sayangku, cintaku entar lagi nyubitnya ya ini aku belum selesai kompres loh, " Gravin mengingatkan.
Zenda menghentikan aksi cubitannya. Ia masih menatap Gravin intens. Gravin jadi sedikit salah tingkah.
Ko panas ya pipi gue cuma ditatap istri sendiri
Gravin meletakkan handuk dan kompresan ke samping. Zenda mengangkupkan pipi suaminya. Ia mengelus kening halus yang kadang berkerut kala serius. Ia menyentuh kedua alis Gravin kemudian matanya. Gravin memejamkan mata menikmati sentuhan istrinya. Zenda mengucap hidung mancung suaminya kemudian kedua pipinya dan rahang tegasnya. Zenda mengecup seluruh wajah suaminya.
Gravin membuka matanya. Bersitatap dengan mata istrinya. Ia mendekatkan wajah perlahan dan melirik bibir istrinya. Ia mengecupnya kemudian melumat. Mereka melepas pagutan setelah kehabisan napas. Zenda memeluk Gravin erat.
" Tadi aku ketemu Alan. Kita udah fiks untuk dia nyewa resto buat acara kantor tentang konsep juga menu udah fiks. Aku ketemu dia di dalam ruangannya. Habis itu ngobrol mengenang masa kuliah. Sama bicara tentang Vicha yang lagi sibuk ngurus nikahan. Aku pulang pas nyampe depan rumah mobilnya mogok. Gak mau hidup. Yaudah aku letakin aja kan. Kayaknya kalau ada mobil lain lewat muat. Jadi aku biarin. Pas aku selesai ganti baju Mbak Hanis bunyiin klakson. Aku keluar nanya kenapa. Dia nanya ini mobilku suruh pinggirin. Mau lewat gak muat katanya. Aku udah jelasin tapi ya gitu Mbak Hanis marah-marah. Dia ngatain aku kelakuanku gak bener gitu intinya. Aku didorong sama Mbak Hanis jatuh. Mbak Yuva datang tapi Mbak Hanis masih ngata-ngatain. Aku berusaha meredam emosi. Aku tahu hidup di lingkungan ini berbeda. Ada aturan dan aku harus mematuhi. Apalagi aku sudah menjadi istri kamu. "
" Kalau aku gak ingat posisi pasti dia sudah babak belur bang. Aku gemes banget pingin mukul pingin nendang. Dikira aku gak bisa beladiri apa ya? "
" Kamu memang istri yang baik sayang. Maaf ya abang gak bisa jaga kamu. Pertama kamu kena tembak terus tadi didorong. Lah kalau pipi kamu kenapa?
" Aku mau jelasin tapi Mbak Hanis motong kalimat ku terus nampar aku. "
" Abang ko jadi marah ya. Kalau dia bukan ibu-ibu Abang ah gak tahu deh. Sebisa mungkin kamu hindari aja dia. Dari dulu dia emang gitu. Aku tahu kamu atlet Yong moo do. Tapi ya kalau ada apa-apa jangan gegabah. Pikir dengan kepala dingin. Yah? "
" Iya, " Zenda ndusel-ndusel di dada bidang Gravin.
" Kamu kenapa sih ndusel-ndusel di dada abang hm? Geli tahu. Abang ke dapur lah masak. Kita belum makan ini. "
Gravin melesat ke dapur membuka kulkas. Hanya ada satu butir telur dan satu kotak susu kemasan. Ia kembali ke ruang keluarga.
" Kan aku mau bilang. Kita belum belanja bulanan. Udah habis semua. "
" Yaudah besok belanja. Sekarang makan di luar aja yuk. "
" Tar aja bang, " Gravin masuk ke kamar mengambil surat tugas. Ia membuka surat itu. Pernikahannya bahkan baru sebentar. Baru saja mulai bermanja. Ia menghampiri Zenda yang telentang dan menonton TV.
Gravin mengulurkan surat tugas ke Zenda. Zenda bangun dari tidurnya. Ia membuka.
" Wah tugas. Enam bulan? "
" Iya. "
" Terus kenapa abang murung? Ini kan bagian dari pengabdian abang? " Zenda menatap serius.
" Ya rasanya aneh. Kalau kemarin sebelum nikah abang seneng ditugasin. Sekarang kan ada kamu ya walau dulu juga ada orang tua. Tapi kan jauh mereka. Sekarang kamu setiap hari sama aku. Gimana mau ninggalin kamu sendiri? "
" Abang. Aku tahu cepat atau lambat kita akan kepisah karena negara. Itu sudah akrab di benak Abang kan? Aku gak apa abang. Dulu walau aku serumah sama orang tua juga kadang aku ditinggal. Aku seneng kalau seorang abdi negara sedang mengabdi. Seperti yang akan abang lakukan. Aku ikhlas. "
" Abang dekat kamu saja. Kamu masih belum aman. Kalau abang tinggal Abang khawatir. "
" Abang jangan khawatir berlebihan. Aku gak pernah sendiri ada Allah. Setiap langkahku apapun itu aku pasti baik-baik saja. Percaya sama Yang Maha segala-Nya kan abang. Patuhi sumpah prajurit dan Sapta marga yang telah Abang ucapkan. "
Gravin memeluk Zenda erat. Ia mengecup kepalanya berkali-kali.
✈✈✈
" Udah? " Tanya Gravin memegang troli belanja. Mereka sedang berkeliling di rak-rak pusat perbelanjaan. Mereka pergi setelah sebelumnya mampir ke warung sate.
Gravin memasukkan kantong belanja ke bagasi mobil. Ia menjalankan mobil setelah Zenda masuk.
✈✈✈
Zenda menata barang belanjaan ke dalam kulkas dan almari makanan. Setelah menata ia sibuk dengan adonan kukis. Gravin yang menunggu di ruang TV menyusul kenapa istrinya lama sekali.
" Kamu ngapain? "
" Bikin kukis lagi pingin bang. Ini loyang terakhir ko, " Ia kemudian memasukkan ke dalam oven. Sembari menunggu ia memasukkan kukis yang telah matang ke dalam stoples. Ia juga mencicipinya.
" Hm enak. Abang mau? " Zenda menyuap di depan mulut Gravin. Mata Zenda berbinar memegang kukis coklat.
" Masih lama kukisnya matang? " Gravin bertanya selesai mengunyah. Kukis buatan istrinya memang terbaik.
" Bentar lagi. Kenapa? "
" Kamu aneh banget deh. Ini udah malam besok aja ya beresinnya. Habis itu seloyang masukin stoples tidur. Kamu duduk aja. Abang yang cuci ini, " Gravin beranjak mengambil peralatan yang digunakan dan mencuci di washtable.
KAMU SEDANG MEMBACA
Future Pedang Pora (Tamat)
General Fiction" Tapi yah. Aku gak mau. " "Kamu pikir ayah gak tahu kelakuan kamu, Zenda Aliksi Adimakayasa? " " Ayah kamu benar sayang. Kebetulan minggu depan abang kamu juga pulang. Jarang loh abang bisa pulang. " Kata bunda meyakinkan. "Ya udah terserah ayah sa...