9. Segitu Sempitnya?

14.4K 643 3
                                    

Zenda melajukan mobil hasil meminjam dari Gravin ke kantor Alan. Alan tidak bisa keluar kantor. Jadi pertemuan dilakukan di kantor Alan. Zenda memarkirkan mobilnya. Melepas seat belt dan memasuki lobi gedung.

" Maaf ruangan Alan Dianjar dimana ya? " Tanyanya kepada resepsionis.

" Oh Pak Alan. Ada di lantai 9 ruangan ke 10 di pintu terdapat tulisan CEO. Apakah sudah mengatur janji? "

" Oh oke. Sudah. "

" Tunggu sebentar ya mbak. Saya telepon dulu. "

Zenda menunggu di sofa lobi. Ia memainkan game di ponselnya. Tak lama seorang laki-laki menghampirinya. Ia mengantar Zenda sampai di ruangan Alan.

" Waduh. Bu Gravin nih tumbenan main? Biasanya sibuk ngebulin dapur terus yak? "

" Hahaha bisa aja. "

" Nih minumnya Bu Gravin. Maaf ya cuma ada kue bolu sama teh. Gak kaya di resto Bu Gravin, " Alan meledek dengan senyum usilnya.

" Kapan-kapan mainlah ke resto Lan? Kukenalin sama Bang Gravin belum ketemu kan lo? Dasar CEO sibuk sih. Gue nikahan malah masih di luar negeri. Kagak ngasih bingkisan atau apa gitu? "

" Iya deh kapan-kapan ke resto lo. Penasaran gue. Lah bingkisan mang mau apa sih Bu Gravin entar deh dicariin suer. Sorry banget gak datang. Itu urgent banget titah ayahanda makanya gak bisa pulang gue. "

" Sip. Selow lah Lan bercanda kali. "

" Eh serius kalau bingkisan mau apa? Ya permintaan maaf lah itung-itung Zen. "

" Apa aja lah. Kalau maksa. "

" Haha oke. "

Alan menjelaskan tentang detail konsep dan menu untuk acaranya. Setelah membahas bisnis mereka ngobrol tentang masa kuliah. Walau ia menjadi chef tapi Zenda tidak kuliah dengan jurusan kuliner ia bahkan menjadi mahasiswa jurusan bisnis.

" Eh Vicha katanya mau nikah ya? Udah lama gue gak ketemu tuh anak. "

" Iya dia nikah sama teman suami gue. Namanya Jovan. Baru ketemu berapa kali langsung tiba-tiba aja tuh anak ngabarin mau nikah. Lebih gila sama bawahan suami gue. Waktu gue cedera si Vicha panik sampai nerobos penjagaan komplek dia disidang mobilnya kagak boleh masuk. Nah jadilah dia diantar Jovan kebetulan dia baru pulang dinas. Eh ternyata jodoh mereka. Geli gue ingatnya. "

" Kalah start gue. Mana ayah nyuruh gue cari istri. Sampe pengang kuping gue. "

" Lagian Vicha jomblo lama loh. Dia kerja di resto gue. Kalau lo ke resto pasti ketemu dia. Orang kepercayaan gue di resto. Harusnya juga ini yang meeting sama lo dia. Tapi dia mau ketemu sama WO. Biasa kan sibuk bener kasian gue. Pengajuan ribetnya minta ampun. Belum ngurus gedung, baju, makanan. Si Jovan lagi tugas luar seminggu. Dia ketemu WO sendiri deh. "

" Wah beneran istrinya TNI tahan banting semua. Gila salut gue. Oh ya pas cedera ko bisa sampai ketembak sih katanya tangan lo ketembak? "

" Gak ngerti juga gue itu. Kan lagi makan sama Vicha. Nah gue ngeledek dia biar sama Jovan. Dia ngambek ninggalin gue. Kan ke situ naik mobil Vicha yaudah gue ke halte. Eh ada kejadian itu. Ya gimana gue ngeliat popor senapan ngarahin ke suami. Pasang badan lah gue. Nubruk badan dia. Untungnya gue cuma kegores. Tapi asli sakit sih. Pas dijahit gue cakar-cakar lengan bang Gravin. Gak sadar habisnya sakit banget. "

" Wah. Cariin gue calon istri kek Zen? Pusing lama-lama. Mending baca sama buat laporan perusahaan gue daripada mikir calon istri. "

" Lo kira gue biro jodoh? Hahaha. "

🍧🍧🍧

Zenda memarkirkan mobilnya di jalan depan rumah. Ia mampir sebentar ke rumah. Lagipula pas sampai depan rumah mobilnya mogok. Jadi ia taruh di pinggir jalan.

Tin tin tin tin tin

Suara klakson memekakkan telinga. Zenda yang memakai baju rumahan keluar setelah memakai jilbab.

" Maaf ada apa ya Mbak Hanis? " Zenda bertutur sopan.

" Ini mobil dik Gravin kan. Bisa minggirin gak? Saya mau lewat ini, " Sabila istri Kapten Hanis menjawab ketus. Zenda menghela napas jengah.

" Maaf mbak. Tapi mobilnya mogok jadi tidak bisa dipindah, " Zenda menjelaskan hati-hati.

" Terus gimana ini saya lewat gak muat dik Gravin. Saya buru-buru. "

" Tapi bagaimana mbak? Mobilnya mogok apa harus saya mengangkatnya? Kalau tidak mogok sudah saya masukkan ke garasi mbak. "

" Dik Gravin ini nyolot ya. Dibilangin. Mentang-mentang masih baru, cantik, manis, chef tapi kelakuannya. "

" Maksudnya apa ya mbak? Memang kelakuan saya ada yang salah. Saya minta maaf kalau salah, " Zenda agak terpancing sedikit emosi.

" Iya kamu kelakuan kamu itu ah. Tidak bisa dijelaskan. Tadi saya melihat kamu dengan laki-laki lain bahkan tertawa bersama. Memangnya kamu itu apa? Tidak sadar posisi? Sudah memiliki suami tampan seperti Gravin tapi masih ganjen. Buat apa kamu pakai kerudung lebar kelakuan kamu ah. "

" Maaf ya mbak. Mbak salah pa-.... "

" Halah sudah MINGGIR! " Sabila mendorong Zenda hingga tersungkur. Kalau Zenda tidak ingat ia harus menjaga kehormatan diri dan suaminya. Ia pasti telah melayangkan pukulannya. Tidak ada yang tahu jika dia atlet Yong moo do.

Mbak Yuva yang sedang menyuapi Kalia anaknya menghampiri Zenda.

" Ada apa dik Gravin? "

" Ini loh Mbak Ridho nyolot masih anak baru kemarin juga. Gak mau ngalah sama saya. " Sabila menyela Zenda yang baru akan menjawab.

" Tapi saya

Plak

Zenda meringis menahan perih di pipinya. Ya Rab cobaan apa ini. Belum pernah ia mendapat tamparan. Walau ayah dan kakaknya tentara mereka merawat Zenda dengan kelembutan bukan kekerasan. Mbak Yuva yang melihat tercengang. Mengelus lembut pipi Zenda.

" Ada apa ma? " Mas Ridho yang baru pulang melihat istrinya di depan rumah tetangga. Gravin menyusul. Ia melihat pipi istrinya memerah dan masih ada bekas jari.

" Kenapa pipi kamu sayang? Hah? " Yuva angkat bicara.

" Itu mbak Hanis menampar dik Gravin. Katanya dik Gravin nyolot, dan kelakuannya..."

" Kelakuannya mempermalukan kesatuan kita. "

Gravin menarik napas dalam-dalam. Menahan emosi yang siap meluap.

" Maaf mbak kita bisa bicara di dalam rumah. Sambil duduk agar tidak tegang seperti ini. "

" Halah saya buru-buru lebih baik kamu bantu mobil saya supaya bisa keluar. "

Gravin mengambil kunci mobil Mbak Hanis. Menjalankan mobil Mbak Hanis agar tidak menggores mobilnya sendiri. Mbak Hanis pergi tanpa mengucap terima kasih. Ridho dan istrinya kembali ke rumah karena Kalia menangis. Gravin menuntun istrinya ke dalam rumah. Duduk di sofa ruang tamu. Ia mengambil air dan membantu istrinya minum.

Zenda memeluk Gravin erat. Ia tidak menangis.

" Sakit sayang pipi kamu? Bentar ya abang ambil air hangat biar gak bengkak, " Zenda hanya menggeleng dalam pelukannya. Ia tidak akan meminta penjelasan. Istrinya pasti shock dengan kejadian yang baru saja terjadi. Ia membalas pelukan Zenda. Mengusap lembut punggungnya.

Future Pedang Pora (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang