Zenda berjalan dari barak bujang. Bukan ia yang diantar Rendi atau Faren. Tapi ia yang mengantar mereka. Ia menikmati semilir angin yang membuat jilbabnya berkibar. Rinai hujan mulai turun membasahi bumi. Ia tidak berniat mempercepat jalannya. Ia menengadahkan tangan agar air dapat mengenai telapak tangannya. Ia berhenti berjalan dan menengadahkan kepalanya dan merentangkan tangan. Sangat segar.
Air hujan turun semakin deras. Ia masih berjalan pelan. Ia merasakan hujan tidak lagi membasahi dirinya. Ia mendongak. Sebuah payung biru menaunginya.
" Tidak baik ibu hamil hujan-hujanan. "
Zenda hanya mengikuti saat ditarik Mbak Haikal. Mbak Haikal mengantar sampai rumah dinasnya. Alvicha menunggu di teras dengan cemas. Ia hanya berjalan bolak-balik. Telepon Zenda tidak aktif. Ia khawatir dengan keadaan sahabatnya. Hari sudah mulai gelap. Hujan juga sudah mengguyur deras sejak 20 menit yang lalu. Tapi batang hidung Zenda belum muncul. Tadi Gravin sempat menghubunginya. Karena tidak dapat menghubungi Zenda. Hanya sebentar ia menanyakan keadaan istrinya. Saat membuka ponsel ia melihat spam chat istrinya meminta izin ke taman bermain dan chat kangen.
Alvicha terkejut ketika Mbak Haikal mengantar Zenda dalam keadaan basah kuyup. Ia mengucapkan terima kasih dan membimbing Zenda masuk.
" Lo dari mana sih? Gue khawatir udah mau gelap hujan pula. Gak hubungin gue juga, " Ucap Vicha mengeringkan rambut Zenda.
" Sorry Vich gue main sama Rendi dan Faren. Tapi gue antar mereka dulu tadi. "
" Hadeuh. Aturan mereka anterin lu bukan lu anterin mereka Zenda. "
" Gue yang maksa. "
" Tahu deh serah lo. Oh ya kenapa ponsel lo gak aktif? Tadi Gravin sempat telepon. "
" Iya? " Zenda segera berlari mengambil tasnya. Ia mengubrak-abrik isinya mencari ponsel. Ia mencoba menekan tombol power tapi tetap masih mati.
" Kayaknya low bat deh. Yah gak bisa hubungin abang. "
" Yaudah lah. Makan dulu sup dagingnya ya baru istirahat. Gue buatin teh bentar, " Alvicha melesat ke dapur membuat teh. Ia menyajikan teh di depan Zenda yang sedang menyuapi makanan kemulutnya. Matanya menerawang dengan kosong. Wajahnya agak pucat. Rambut panjangnya masih tergerai. Ia tiba-tiba memeluk Alvicha yang sedang duduk di kursi depannya memainkan ponsel.
" Alamak kaget. "
" Kangen Vich. Banget. Kangen abang. "
" Iye duduk depan TV aja yang enak aduh kasihan ponakan gue. Jangan gini ya. "
Alvicha membimbing Zenda duduk di ruang TV. Zenda kembali memeluk Alvicha erat. Alvicha mengelus punggung sahabatnya. Membuat efek menenangkan.
" Mau nangis? " Alvicha meledek. Ia terkekeh kecil
" Gak. Gak mau gue. Haha, " Zenda balas terkekeh.
" Oh ya ada undangan nih, " Alvicha beranjak mengambil undangan dengan amplop warna coklat. Memberikan kepada Zenda.
" Dari siapa? "
" Gak tahu buka aja. Gue kebelakang bentar yak. Jangan nangis loh. Awas. "
" Dasar lampor sono sono hush. Gue buka amplop dulu. Kagak bakal nangis gue mah. "
😉😉😉
Hatchih
Hatchih
HatchihAlvicha yang sedang membuat bubur memasuki kamar Zenda. Sahabatnya sedang bersandar di kepala ranjang dengan tangan kanan memegang tisu. Keranjang sampai berada di pinggir ranjang telah penuh dengan tisu. Alvicha menggeser keranjang sampah ke samping. Ia memberi Zenda segelas susu coklat. Zenda menerima dan meminumnya sampai habis.
" Lagian Zen lo aneh. Gue lihat di tas bawa payung kenapa gak dipakai sih? Kan jadi demam mana flu lagi. "
" Lagi pingin hujan-hujanan Vich. Hatchih. "
" Untung ada Mbak Haikal lihat lo. Gue tuh pegangin ponsel siapa tahu lo telepon eh kagak. Khawatir banget. "
" Maaf Vich. Lupa mau izin seneng sih lihat Faren ketakutan haha mukanya sampai pucet kemarin. "
" Ketawa lagi lo. Dah ah istirahat cepetan. Nanti sore Dokter Lida ke sini periksa lo. Gue mau beresin rumah. "
Zenda berbaring memejamkan matanya. Walau hidungnya jadi mampet sebelah. Tapi kepalanya benar-benar pusing. Ia memasang selimut menutupi tubuhnya.
😉😉😉
Drrrt drrt drrt drrt
Zenda membuka matanya. Melirik ponsel di atas nakas. Ia mengangkat telepon.
" Assalamualaikum. "
".... "
" Baik Alhamdulillah. Abang gimana? "
" .... "
Alvicha yang baru saja masuk kamar merebut ponsel yang di mode loud speaker. Ia mematikan mode loud speaker ke mode biasa. Zenda cemberut dengan muka bantalnya. Ia berjalan ke kamar mandi. Tidak peduli dengan laporan yang akan disampaikan Alvicha ke Gravin mengenai dirinya. Alvicha menggedor pintu kamar mandi. Zenda langsung membuka membuat tangan Alvicha yang akan menggedor lagi melayang di udara. Zenda mengambil ponselnya. Duduk di ayunan depan rumah.
" Katanya kamu sakit. Kenapa? "
" Iya pusing sama bersin-bersin. Hujan-hujanan kemarin habis jalan-jalan. Pingin sih hujan-hujanan. "
" Duh sayangku cintaku kamu jangan buat khawatir. Kemarin hp kamu gak bisa dihubungi. Abang jadi gak konsen tugas. Kemarin abang dihukum lari 20 kali. "
" Iya? Maaf abang. Aku terlalu seneng kemarin ga sempet ngabarin Vicha aku gak tahu kalau ponselku lowbat. "
" Tapi kamu baik kan? Nanti dokter periksa kamu. Jangan kemana-mana. Turutin kata dokter jangan ngeyel. Anak kita gimana? "
" Baik abang. Iya siap kapten aye aye. Anak kita baik. Kemarin mereka seneng jalan-jalan hujan-hujanan sekarang tambah seneng ditelepon abi. Hehe. "
" Jangan aneh-aneh deh ya kamu. Jaga kesehatan. Aku tutup ya. I love you Zenda Aliksi Adimakayasa. "
" Iya. Love you too abang. "
😉😉😉
Ibu-ibu Pia ardhya garini sedang mempersiapkan tempat untuk acara seminar. Seminar dengan tema " Dukungan keluarga untuk suami tercinta ". Zenda membantu menata taplak meja dan vas bunga. Ia dilarang oleh ibu-ibu banyak bergerak karena kandungannya semakin besar.
" Dik Gravin, " Zenda menoleh memposisikan duduknya agar nyaman.
" Iya? "
" Bagaimana? Rasanya menjadi istri dari Gravin cakep itu haha? Oh iya si baby gimana sehat? "
" Rasanya menjadi istri abang apa ya tak bisa dijelaskan dengan kata-kata mbak. Baby sehat alhamdulilah. "
" Kemarin sakit katanya maaf gak jenguk nemenin suami keluar kota dik aku baru pulang juga kemarin malam. "
" Iya tapi sudah baik mbak. Gapapa doanya aja hehe. "
😉😉😉
Seminar dengan pembicara dosen psikologi Universitas Indonesia sangat menyentuh menggugah hati istri prajurit. Zenda duduk memegang vas bunga yang jadi hiasan pada meja.
" Bu Gravin. "
" Iya? Prof Nataniel ingin menemui di ruang bersama. "
" Oh ya. Terima kasih, "
Zenda beriringan berjalan dengan Rendi. Ia duduk di kursi yang mengelilingi meja oval. Prof Nataniel baru saja di dekat jendela duduk di sebelahnya." Ah Gravin. Maksudnya Anda istri Gravin? "
" Iya benar. Saya dengar Anda mencari saya? Ada apa? "
Prof. Nataniel mewawancarai Zenda. Ia juga memberi saran dan masukan.
" Umm baiklah Anda bisa mampir ke resto. Saya akan menyuruh chef menyiapkan hidangan dari resto. "
" Baiklah. Terima kasih. "
KAMU SEDANG MEMBACA
Future Pedang Pora (Tamat)
General Fiction" Tapi yah. Aku gak mau. " "Kamu pikir ayah gak tahu kelakuan kamu, Zenda Aliksi Adimakayasa? " " Ayah kamu benar sayang. Kebetulan minggu depan abang kamu juga pulang. Jarang loh abang bisa pulang. " Kata bunda meyakinkan. "Ya udah terserah ayah sa...