22. Abi?

10.6K 488 6
                                    

Tentaya acioal I doecia
Ciap empeytahaka egaya
Ea cupah ajuyit da apta ayga
Kobayka cema at Pacasila
Tentaya acional I doecia
Ciap embela uca da baca
Embau peycatuan da kecatua di dayat di laut di UDAYA
Pyajuyit ni paytiyot ucataya
Yeey

Ghiffar bertepuk tangan setelah selesai menyanyi. Ia sedang duduk di pangkuan kakeknya. Kakek yang gemas segera menciumi pipi Ghiffar. Rama yang tahu adiknya sedang dicium memeletkan lidahnya. Ia tahu adiknya paling tidak suka jika ada yang menciumi pipinya. Ghiffar hanya dapat mengerucutkan bibirnya. Ia berusaha turun dari pangkuan kakek. Namun, tidak bisa karena kakek memeluknya erat.

" Maaf pak ada tamu di depan, " Satpam yang menjaga pintu depan rumah memberi tahu.

" Siapa? "

" Uminya kembar.... "

" Kenapa gak suruh langsung masuk aja, " Kakek menurunkan Ghiffar dan menuju depan. Ghiffar segera nyengir karena terbebas dari pelukan maut kakeknya. Ia mengepalkan tinju kecilnya dan bergoyang menggerakkan pinggulnya.

Rama menahan tawanya agar tidak meledak. Ia melihat adiknya sedang berjoget lucu. Bibir monyong, tangan mengepal, pinggul digoyang. Ia menyusul kakeknya yang sudah hilang dari pandangan meninggalkan adiknya yang masih asik berjoget. Ia tidak ikut ke teras. Hanya mengintip dari jendela ruang tamu. Ghiffar yang baru sadar ditinggal segera berlari menyusul. Ia melihat abangnya sedang mengintai dari jendela. Muncul niat untuk mengagetkan. Saat hanya berjarak beberapa cm Rama berbalik badan dan berjalan ke depan. Ghiffar yang berlari dengan kecepatan tinggi menabrak Rama. Keduanya jatuh terduduk di lantai.

" Ngapain? " Rama bertanya setelah berdiri. Ia membelakangi pintu.

" Itu, " Ghiffar tidak menjawab pertanyaan Rama. Ia menunjuk ke arah Rama. Rama yang tidak mengerti hanya diam. Ghiffar menarik tangan abangnya sehingga dapat melihat ke arah pintu.

Seorang laki-laki dengan seragam berdiri di ambang pintu menatap bocah kembar yang sedang bergandengan tangan. Zenda yang melihat adegan eye contacts mengajak ketiganya duduk di kursi ruang tamu. Rama dan Ghiffar duduk rapi di dekat uminya. Sepuluh menit hanya hening. Ghiffar sudah tidak duduk rapi. Ia sedang memangku stoples dan memakan isinya dengan nikmat. Rama hanya menyender di kursi. Matanya kadang mengerjap lucu. Ia bosan hanya diam.

" Ghiffar makannya berhenti dulu sayang abi mau bicara. Rama duduk lagi yang rapi, " Zenda mempersilakan Gravin bicara.

" Abi? " Ghiffar bertanya serius.
Zenda tersenyum lembut. Ia membelai kepala Ghiffar. Rama yang mendengar uminya berkata semakin melihat serius ke arah lelaki dewasa di depannya.

" Ramadhan Zevino Bamantara yang mana? " Gravin bertanya dengan membaca kertas di tangannya. Rama mengangkat tangannya. Gravin mengamati Rama selama 30 detik.

" Kamu Ramadhan Ghiffari Bamantara? " Gravin menunjuk Ghiffar. Ghiffar mengangguk semangat. Ia senang jika ada yang menyebut lengkap namanya.

" Paman namanya abi? Atau paman abi? " Ghiffar bertanya bingung. Ia meletakkan jari di pelipisnya. Gravin mengulurkan tangannya. Ghiffar balas menjabat tangan Gravin.

" Saya Gravin. Kamu tampan sekali Ma. "

Ghiffar melepaskan paksa jabatan tangannya. Ia Ghiffar bukan Rama .

" Pama aku Iffal ini abang ma, " Ghiffar menunjuk dirinya sendiri dan Rama. Gravin mengangguk. Ia masih belum bisa membedakan Rama dan Ghiffar.

" Boleh gak kalau saya ajak main Rama dan Ghiffar ke rumah dinas? Saya masih tidak bisa mengingat apapun yang orang katakan tentang saya sudah memiliki istri dan anak. "

" Boleh. Jaga mereka baik-baik. Mereka selalu menurut, tidak pernah menuntut. Jangan bentak mereka. "

" Baik. Nanti sore saya antar lagi mereka ke sini, " Zenda mengangguk.

" Rama, Ghiffar. Kalian mau main ke rumah paman? Di batalyon, " Zenda miris. Gravin menyebut dirinya sendiri ke anak kandungnya paman.

" Ayon? Paman Ndi ada? " Ghiffar yang tahu Rendi dinas di batalyon bertanya.

" Batalyon? Paman Rendi ada? "

" Oh. Rendi Adisa Zen? "

" Bukan. Rendi yang Ghiffar maksud tugas di luar kota. Kemarin mereka baru saja ketemu Rendi. "

😊😊😊

Gravin mengendarai mobil Zenda. Ia meminjamnya sebelum berangkat. Ia baru sadar membawa motor. Rama dan Ghiffar asik berceloteh di kursi belakang. Gravin mengendarai dengan kecepatan sedang. Ia membantu keduanya untuk turun dari mobil.

" Nah silakan masuk jagoan, " Gravin membuka pintu lebar-lebar. Ghiffar sudah berlari masuk ke dalam. Ia duduk di kursi kayu dan akan mengambil stoples. Tapi sebuah tangan menghentikan kegiatannya. Ia menoleh menatap siapa yang berani mencegahnya. Ia akhirnya melepas cengkraman pada stoples.

" Dimakan gak papa. Sebentar ya saya ke dalam dulu, " Setelah mendapat izin Ghiffar mencomot kukis dalam stoples. Rama mengambil pot mini berisi kaktus yang ada di atas meja. Ia memegang hati-hati duri kecilnya. Tak lama Gravin kembali dengan nampan berisi jus buah naga. Ia menata rapi di meja.

😊😊😊

Thok thok thok

Gravin sedang berusaha menebang ranting bercabang dari sebuah pohon. Rama dan Ghiffar melihat dari samping rumah dinas. Mereka memakai topi hitam dan biru dongker agar tidak terpapar sinar matahari secara langsung. Setelah menebang ranting Gravin membersihkan daun dan ranting-ranting kecil yang tidak akan digunakan. Ia mengupas kulit kayu dengan rapi.

Gravin merapikan golok dan gergaji yang ia pakai. Ia membawa peralatan ke dalam rumah. Rama dan Ghiffar takjub dengan kayu bercabang yang membentuk huruf Y dan memiliki panjang 20 cm. Gravin mengambil kedua kayu dan menjemur di atas tempat duduk kayu samping rumah.

" Nah kayunya biar kering dulu. Sekarang kita beli karetnya di toko yuk, " Gravin mengulurkan kedua tangannya dan segera disambut Rama Ghiffar. Ia membantu kedua bocah itu ke dalam mobil. Butuh waktu setengah jam menuju toko. Beruntung masih ada toko yang menjual karet untuk ketapel di dekat rumah dinasnya. Ia mampir ke tempat makan karena sudah waktunya makan siang. Ia menggandeng Rama di kiri dan Ghiffar di kanan. Gravin menyuapi keduanya bergantian. Ia bahkan belum sempat menyentuh makanannya sendiri. Rama menyendok es krim di mangkuk dan menikmatinya. Ghiffar mengambil kue dengan tangannya. Remahan kue terjatuh ke baju dan celananya. Grafik segera menyelesaikan makannya. Ia mengajak Ghiffar ke kamar mandi untuk membersihkan kekacauan yang bocah kecil itu buat. Rama duduk dengan tenang menatap jendela. Ia menunggu Ghiffar dan paman yang belum kembali. Ia melihat seorang anak laki-laki sedang memainkan skateboard. Memutar, bergaya, dan tertawa dengan teman-temannya. Rama keluar dari restoran dan mengikuti gerombolan anak itu. Ia tidak menyadari jika tadi ia menunggu adik dan paman.

Gravin yang baru saja kembali dengan Ghiffar mencari sosok kecil yang serupa dengan yang di gandengannya. Ia memanggil petugas resto dan bertanya.
" Maaf pak, apa bapak melihat anak kecil mukanya seperti ini. Ke mana ya? "

Future Pedang Pora (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang