" Sore bu Gravin, " Rendi menyapa dengan membawa kantong makanan.
" Lah pada ngapain? "
" Ya jagain to. Masak Bu Gravin sendirian. Amanah ini namanya, " Faren menepuk dadanya bangga.
" Hilih, " Zenda mendesis. Dia baru saja menyusui Rama dan Ghiffar. Zenda beranjak turun dari ranjang meletakkan Rama di tempat tidurnya.
" Nih kita bawa makanan mau gak bu Gravin? Tapi ya mungkin beda rasanya sama di restomu Zen. "
" Halah beda juga gapapa sini kebetulan aku lapar. Jadi sering lapar deh. "
" Ya kan nyusuin dua jagoan butuh asupan banyak kali, "
Zenda makan dengan lahap. Setelah makan ia membereskan barang-barang. Ia akan segera pulang ke rumah bunda. Sampai sesore ini bunda dan ayahnya belum menjeguk cucunya kembali. Zenda cemas. Ia terlalu banyak menghela napas seharian." Udah boleh pulang Zen? Ko dirapihin ke tas semuanya? "
" Iya bisa minta tolong gak sekarang. Nih pakai kartu ku urus administrasi. Biar cepat nanti Rendi biar bantu beberes. "
" Oke. "
" Mau pulang ke mana emang? Rumah bunda apa mama? "
Rendi memelankan suara saat menyebut kata terakhir.
" Rumah dinas aja. Aku gak mau ngerepotin semua orang harus bantu aku ngurus Rama sama Ghiffar. Aku pasti bisa merawat mereka. "
Zenda baru saja memasuki rumah dinas. Ia sudah mengirim pesan kepada bunda kalau sudah pulang. Rendi dan Faren masih menunggu di ruang tamu. Setelah menidurkan anak kembarnya Zenda keluar kamar. Ia duduk di depan Rendi dan Faren.
" Sebenarnya ada yang mau kami katakan Zen. Tapi maaf kemarin belum bisa. "
" Iya jadi sebenarnya mama kamu. Mama kamu meninggal saat di luar negeri. Dan hari ini sudah dimakamkan. Gravin sampai sekarang belum bisa dihubungi. Jadi dia juga belum tahu. "
" Innalilahi wa Inna ilaihi Raji'un. Mama. Kenapa kalian bisa-bisanya menyembunyikan ini dariku. Aku memang merasa aneh sejak kemarin. Rasanya cemas gak karuan tapi aku berusaha positif thinking ternyata karena ini. Menantu macam apa aku ini? Saat mama terakhir aku tidak ada. "
Zenda hanya menunduk melihat lantai. Ia merasa sedih sekaligus merasa bersalah. Ia sadar tidak bisa menyalahkan siapapun.
" Loh lagi pada ngapain ini? Pada nunduk semua? "
Zenda mendongak. Papanya datang.
" Papa.... "
Papa hanya tersenyum walau masih ada gurat kesedihan. Ia duduk di kursi single sebelah Zenda. Hening selama lima menit.
" Zenda... "
" Iya pa. "
" Maaf papa terlambat memberitahu kamu kalau mama gak ada. Dia sudah tenang di sana. Papa minta maaf. Bukan karena papa membencimu tapi apa melihat kondisi mu belum memungkinkan. Gravin sudah bisa dihubungi tadi. Tapi ia juga belum bisa pulang. Nak, papa minta kamu buat kasih support untuk Gravin. Dia prajurit yang kuat. Tapi ia menjadi lemah jika menyangkut keluarga. Papa bangga sama dia begitu juga mama. Maafkan mama kalau ada salah sama kamu ya. Oh ya cucu papa mana? "
" Iya siap pa. Di kamar mereka tidur pa. "
Papa melangkah masuk mengikuti Zenda. Terlihat kedua cucunya tidur dengan nyaman.
" Pa, papa baik-baik saja? " Zenda menegur papanya yang diam.
" Papa baik. Papa masih sedih tapi papa harus bisa melanjutkan hidup tanpa mama. Cucu papa siapa namanya? "
" Ramadhan Zevino Bamantara dan Ramadhan Ghiffari Bamantara. "
" Namanya bagus. Gimana keadaan kamu? Sudah baik? Kamu gak mau cari orang buat bantu ngerawat mereka? "
" Iya. Aku baik pa. Gak usah aku bisa jaga mereka pa. Papa gak usah khawatir. "
😂😂😂
Zenda sedang menyusui Ghiffar yang rewel. Sejak ia lahir belum pernah Ghiffar serewel ini. Zenda bingung harus melakukan apa. Ia sudah memberi asi tapi bagi itu tidak mau. Menepuk bokongnya lembut agar tenang juga masih menangis. Suara ketukan pintu cukup keras. Ia meletakkan Ghiffar di ranjang dengan hati-hati. Lalu membuka pintu.
" Lama banget sih. Orang di rumah juga. Nih! " Orang itu meletakkan Tupperware dengan kasar ke tangan Zenda. Ia hanya melongo. Belum pernah melihat wanita ini. Tiba-tiba sudah ada di depan pintu rumahnya, mengomel dan memberi makanan dalam Tupperware. Ia pergi setelah Zenda menerima Tupperware bahkan belum sempat mengucap terima kasih.
Ia berbalik akan memasuki rumah dikejutkan dengan suara Rendi. Ia menghela napas pelan. Tanpa disuruh Rendi memasuki rumah dinasnya. Ia duduk di depan TV dan menyalakannya.
" Duh jangan nonton doang kek. Bantuin tenangin Ghiffar dia nangis Mulu. Takut nanti kecapaian kalau kelamaan nangis, " Rama aja anteng dari tadi. Rendi langsung masuk ke kamar. Ia membawa Ghiffar keluar. Menimang-nimang bayi kecil itu. Zenda membawa keluar Rama ke ayunan. Rendi berjalan-jalan pelan di taman.
" Ren, lo lihat gak wanita tadi pas kamu ke rumah? "
" Oh itu anggota pia baru kan? Kemarin baru pindah. Istrinya Banu. "
" Oh ya. Gue gak tahu sih. Jadi kudet banget ya gue. "
" Hilih. Semua juga tahu kalo lo sibuk ngurusin ponakan gue yang ganteng kayak omnya. Hihi iya kan Ghiffar sayang. Ih disenyumin loh omnya. "
" Heh ganteng kayak omnya lo pikir Ghiffar anak siapa sampai mirip lo? "
" Kan gue omnya, " Rendi hanya nyengir. Zenda mencebikkan bibirnya kesal.
" Gue berasa kek bapaknye ye. Si Ghiffar anteng nih digendong gue. "
Tak lama terdengar suara hentakan kaki seirama dan lagu Mars TNI. Zenda mencari suara. Ia menengok ke kiri. Satu pasukan sedang melakukan jogging dan menyanyikan mars TNI. Banyak anggota pasukan menatap dengan heran Rendi di depan rumah Gravin dan menggendong anaknya. Ah hiburan saat di komplek memang menyenangkan melihat pria tampan gagah dengan seragam dan senjata.
" Dududuh. Bu Gravin iler tuh, " Faren baru saja datang mengganggu konsentrasinya yang sedang menatap barisan tentara lari.
" Apaan nggak tuh. Far titip bentar ya. Kebetulan om kembar yang baik dan ganteng. Gue mau masak dulu ya. Jangan sampai lecet awas. Nanti Abang pulang dikirim rudal. "
" Huh ngeri dah. "
😂😂😂
Neil adik Gravin datang sore. Bersama dengan Alvicha yang baru pulang dari resto. Neil meletakkan barang-barang di kamar Alvicha. Jika tinggal di rumah kakaknya jarak ke sekolah semakin dekat. Alvicha membersihkan diri dan menemani Zenda di ruang TV dengan kedua anak dan adik ipar sahabatnya. Rama dan Ghiffar diletakkan di kasur kecil. Mereka lincah memainkannya tangan dan kakinya. Neil yang gemas memegang kaki Rama. Bayi kecil itu terus bergerak tidak terima dengan cekalan tangan di kakinya. Alvicha dan Zenda tertawa melihat Neil diacuhkan seorang bayi.
" Haha Abang Rama dilawan ya bang. Dik Ghiffar hu emang gemesin sih mereka, " Alvicha menggerutu lalu tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Future Pedang Pora (Tamat)
General Fiction" Tapi yah. Aku gak mau. " "Kamu pikir ayah gak tahu kelakuan kamu, Zenda Aliksi Adimakayasa? " " Ayah kamu benar sayang. Kebetulan minggu depan abang kamu juga pulang. Jarang loh abang bisa pulang. " Kata bunda meyakinkan. "Ya udah terserah ayah sa...