40. Ending

17.8K 407 24
                                    

Zenda baru saja selesai menyetrika pakaian. Tumpukan pakaian memenuhi karpet ruang televisi. Ia belum memasukkan ke almari. Terburu panggilan alam ke kamar mandi. Kembar baru saja masuk rumah. Mereka masih membawa pistol mainan di tangan masing-masing. Melihat tumpukan pakaian Ghiffar menata agar membentuk benteng. Pakaian yang telah rapi  kini sudah tak berbentuk. Lipatannya ada yang lepas. Ghiffar bersembunyi di belakang tumpukan back bersiap akan menembak.

Zenda keluar kamar mandi setelah urusannya selesai. Ia baru saja akan memindahkan pakaikan ke almari. Rahangnya mengeras. Pakaian rapi kini berceceran. Ia melihat Ghiffar dan Rama yang ada di belakang tumpukan baju.

" Astaghfirullah, adek, abang! "

" Dor! " Zenda masih berdiri tegak. Biasanya ia akan pura-pura terjatuh. Rama dan Ghiffar bertos ria. Mereka menganggap diri mereka menang.

" Loh berantakan banget mi. Kenapa bajunya ditaruh sini sih? "

" Bang tadi rapi udah kusetrika. Kebelet kan aku tinggal ke kamar mandi dah berantakan. "

" Ram... Lah ke mana lagi mereka? Huft. "

" Yaudah biar kusetrika lagi. Mumpung ada 2 jam istirahat, " Gravin menawarkan.

" Tapi kan kamu masih banyak kegiatan. Biar kulanjut lagi nanti bang. "

" Dah gak papa. Aku ganti baju dulu, " Gravin mengambil satu kaos oblong dan memakainya.

😄😄😄

Gravin membuat pola-pola tidak jelas pada telapak tangan Zenda. Zenda yang tangannya diperlakukan hanya geli. Ia mencoba menarik tangannya tapi tidak bisa.

" Jangan ditarik. Lagi dibaca nih alur tangannya, " Gravin berhenti sebentar dari kegiatannya itu dan menatap istrinya.

" Bang jangan ngerjain deh. Geli tahu. "

" Hm tanganmu cantik mi. Pinginnya dielus aja. Bisa cantik gini sih? " Gravin mengelus tangan Zenda juga membolak balik tangan Zenda. Zenda yang merasa geli tertawa. Kembar ikut duduk di samping kedua orang tuanya. Gravin memberi kode agar kembar menggelitik Zenda. Mereka segera melancarkan aksinya. Zenda yang tidak tahu kaget. Ia sampai menggeliat-geliat dan tertawa geli.

" Dah ha-ha ber ha-ha hen ha-ha ti, " Akhirnya mereka mengehentikan aksi gelitik. Zenda lemas. Ia mengatur napasnya yang tidak karuan. Duduk bersandar di tembok dan mengipas-ngipasi dengan tangan agar membentuk angin. Gravin yang peka menyalakan kipas angin manual.

" Bang... "

" Hm? " Gravin masih fokus mengipasi dengan kipas angin manual. Zenda menangkup pipi Gravin dengan kedua tangannya. Membuat sang suami melihat ke arahnya. Gravin meletakkan kipas angin manual dan meletakkan kedua tangannya di atas tangan Zenda yang masih berada di pipinya.

" Kalau misal aku gak ada, gimana? " Tanya Zenda serius.

" Ya kucari lah. Emang mau ke mana sih? Aku susul deh kalau perlu. "

" Janganlah bang. Bang sayang gak sama kembar? " Gravin mengangguk semangat. Ia menurunkan tangan yang masih di pipi ke pangkuannya.

" Iya. Mereka dan kamu itu separuh jiwaku, " Zenda tersenyum.

" Bang besok aku ikut ke kebun yang dekat lapangan tu. Ngawasin pembuatan taman. "

" Kalau capai langsung istirahat ya. Lagian aneh-aneh aja ibu-ibu pia sih. Lagi hamil gini jadi pengawas lapangan. Istriku juga mau-mau aja, " Zenda cemberut. Bibirnya maju seperti bebek.

" Daripada riweuh. Ibu-ibu kan takut panas bang nanti item. Yaudah aku aja. "

" Kamu gak takut item juga kek ibu-ibu pia lain? "

Future Pedang Pora (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang