Rama dan Ghiffar duduk di kursi berbentuk batu. Mereka asik menjilati es krim. Sampai es yang makin lumer mengotori baju mereka. Rendi mengambil tisu basah dan mengelap agar tidak terlalu kotor.
Hiks hiks hiks hiks hua hua hua
Rama dan Ghiffar yang masih berkutat dengan es krim mencari suara tangisan. Ghiffar yang pertama kali melihat langsung berlari ke arah gadis kecil yang tengkurap di tanah. Ia melempar es krim sembarangan. Rama yang melihat adiknya berlari mengikuti dengan santai dari belakang. Rendi hanya duduk tidak berniat mengikuti kedua bocah kecil itu. Ia masih bisa memantau dari tempat ia duduk sekarang.
" Amu apa? " Gadis yang tengkurap perlahan bangun. Ghiffar membantunya berdiri.
" Jatuh hiks hiks hiks hua, " Raut wajah Ghiffar menjadi ikut sendu. Seperti ia bisa merasakan apa yang gadis kecil itu rasakan. Rama yang sebal melihat ada orang menangis meniup wajah gadis itu keras. Tangisan gadis itu berhenti.
" Kenapa tiup wajah aku? "
" Kalau lilin ditiup biar nyala apinya mati. Aku tiup kamu biar kamu gak nangis, " Ghiffar bertepuk tangan dan tersenyum lebar. Ia juga menepuk keras lengan abangnya.
" Abang ebat. Yey, " Rama tersenyum kecil.
" Amu awu owes? " Gadis kecil itu tidak mengerti. Ia mengerutkan dahinya lucu.
" Kamu mau gowes? " Rama menjelaskan. Gadis kecil itu mengangguk semangat.
😀😀😀
Ketiga anak kecil itu sedang tiduran di atas rumput taman. Rendi sedang berdongeng untuk mereka. Ia duduk bersandar di bawah pohon. Sesekali suara tawa terdengar dari ketiga bocah kecil.
" Ipa di sini kamu. Om dari tadi muter cari kamu tahu. "
" Om Imal, " Rendi menatap seseorang yang baru datang. Imal juga kemudian melihat Rendi.
" Bang, " Rendi mengangguk. Ia merasa tidak asing dengan wajah satu ini.
" Adik asuh Faren? "
" Siap. Iya bang benar. "
" Ow. Pante gak asing mukanya. "
" Haha iya bang. Makasih sudah menjaga Ipa bang. Mohon izin mau bawa Ipa pulang sudah ditelepon mamanya dari tadi. Saya muter-muter ternyata di sini. "
" Silakan. "
😀😀😀
" Assalamualaikum umi. "
" Wa'alaikumussalam. Uh jagoan umi udah pulang. Gimana? "
" Iffar main sama Ipa mi. Tadi angis, " Setelah menjelaskan Ghiffar berlari ke ruang TV. Ia berteriak.
" Paman Ndi. Iyat acak-acak, " Rendi bergegas sebelum anak itu mengacak-acak ruang TV. Ia mencari DVD tentang memasak. Kemudian memasang pada player. Rama dan Ghiffar duduk rapi menyender ke sofa. Ghiffar memanggku stoples keripik jagung. Matanya fokus pada TV.
" Pesiar lama kamu? "
" Iya. Bosen sama kawan-kawan kalau pesiar ke mall pada. Mending ke sini kan? Lucu mereka. Tadi kan aku ajak ke taman. Ada suara nangis. Langsung nyamperin yang nangis mereka berdua. Diajak main. Lama main omnya nyari adik asuh Faren. Pas lihat kaya gak asing. Ternyata adik asuh Faren. Terus mereka izin pulang. "
" Mereka tuh mirip abang. Gak ada mirip-miripnya sama aku. "
" Kangen yah? "
" Banget. Mau sedih terus juga gak guna. Tapi kangen banget. "
" Ada tamu. Aku aja yang buka ya Zen? "
😀😀😀
Ghiffar sedang memegang penjepit sosis. Rama duduk diam dengan memangku Mbi. Ia mengelus bulu halus Mbi. Mata kelinci itu berkedip lucu.
" Ghiffar jangan ganggu kakek sayang. Yuk sini aja main sama umi. "
" Iffar antu mi, " Ghiffar menunjuk penjepit sosis di tangannya. Kemudian sosis yang ia jepit terjatuh ke tanah. Ghiffar menunduk melihat sosis yang terkapar di tanah.
Kakek hanya tersenyum. Ia menepuk ringan lengan cucunya. Ia juga mengambil penjepit sosis dari tangan Ghiffar." Maaf kakek, " Rama berujar sedih. Ia memeluk kakeknya. Kakek mengelus punggung kecil itu.
Nenek menyelesaikan membakar bakso dan sosis. Ia hanya melihat suami dan cucunya yang saling berpelukan. Ia meletakkan bakso dan sosis ke piring. Ia duduk di samping Zenda yang sedang mengambilkan Rama bakso.
" Zen... "
" Iya. "
" Gravin sudah muncul. Tapi dia melupakan semua ingatan masa lalunya. Maaf baru m memberi tahu kamu sekarang. Sudah satu bulan lalu kami bertemu dengannya tapi dia tak mengenal kami Zen. "
" Sekarang abang di mana? "
" Di rumah dinas. Ia masih ingat jika dirinya abdi negara. Tapi selain itu tidak ada hal lagi yang ia ingat. "
Zenda berusaha menahan tangis yang akan keluar. Ia hanya memperbanyak menghela napas. Ia berpikir tentang kenangan beberapa hari lalu. Ada sekelebat bayangan mirip Gravin. Tetapi ia tidak dapat melihat dengan jelas karena sosok lain yang berjalan bersama dengannya.
" Zen merindukan abang tapi Zen tidak siap jika abang tidak mengenal Zen. Bagaimana nanti Rama dan Ghiffar jika bertemu abang. "
" Papa juga bingung Zen. Dia terlihat normal hanya bekas luka di lengannya memanjang. Kami telah konsultasi dengan dokter dan mereka angkat tangan. "
" Rama Ghiffar tidak pernah bertanya tentang Abi kepada Zen. Tapi Zen takut mereka mengetahui sebenarnya dari orang lain bukan dari Zen. Zen belum siap menjelaskan semua. "
" Kamu pikir saja dulu. Jangan kaget ketika melihatnya dengan Verina entah bagaimana dia bisa menemukan wanita seperti itu. "
" Iya Zen mereka pacaran katanya. Teman letting dan komandan dari batalyon memang akan menghubungi kami dan publik besok. Papa minta maaf sayang. Papa akan berusaha membuat dia kembali padamu yah? "
" Kalau abang memang tidak suka dengan Zen dari segala sisi Zen akan melepaskan abang. Jika abang menemukan yang lebih baik dari Zen. Penjelasan untuk Rama atau Ghiffar nanti Zen pikir bagaimana baiknya pa, " Kakek, nenek dan eyang mengangguk.
😀😀😀
Zenda duduk di sofa dengan televisi menyala. Ia juga memangku stoples kukis coklat. Matanya tidak menatap televisi yang sedang menayangkan berita. Rumah sepi Rama dan Ghiffar ikut ke rumah nenek dan kakeknya. Mereka kekeh ingin ikut walau ia melarang. Suara ketukan pintu membuat lamunannya buyar. Ia bergegas menuju pintu ruang tamu.
" Sia... "
" Assalamualaikum selamat malam. Kamu Zenda Aliksi Adimakayasa? " Gravin bertanya dengan membaca kertas di tangannya.
" Ya. "
" Boleh masuk? "
Zenda mempersilakan masuk. Gravin duduk di kursi. Zenda masuk ke dapur membuat teh. Ia menyajikan di atas meja.
" Jadi gini. Maaf sebenarnya saya ke sini mau mengonfirmasi suatu hal. Apakah kita berdua suami istri? "
Zenda tercekat. Apa ini nyata. Bagaimana ia bertemu dengannya secepat ini. Dilempari pertanyaan yang sudah jelas jawabannya.
" Ya. "
" Kenapa saya tidak mengingat apapun tentang kamu? Apakah emm kita memiliki anak? "
" Ya. Ramadhan Zevino Bamantara dan Ramadhan Ghiffari Bamantara. "
" Di mana mereka? "
" Mereka di rumah orang tua abang. Maksudnya di rumah nenek kakek mereka. "
Mereka berdua keluar dari rumah. Zenda mengendarai mobil. Gravin mengikuti dari belakang dengan motor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Future Pedang Pora (Tamat)
General Fiction" Tapi yah. Aku gak mau. " "Kamu pikir ayah gak tahu kelakuan kamu, Zenda Aliksi Adimakayasa? " " Ayah kamu benar sayang. Kebetulan minggu depan abang kamu juga pulang. Jarang loh abang bisa pulang. " Kata bunda meyakinkan. "Ya udah terserah ayah sa...