37. Padusan

6.4K 337 7
                                    

Rama dan Ghiffar telah rapi. Mereka memakai setelan kaos dan celana pendek. Mereka berlarian di dalam rumah. Padahal sudah memakai sepatu. Zenda yang masih memakai jilbab menghela napas ringan. Ia mendengar suara kedua anaknya yang menggema. Gravin hanya duduk di pinggiran panjang dan memainkan ponselnya.

" Bang, kembar itu... "

" Apa sih? "

" Udah dirapi-rapiin tar berantakan lagi. Cepat kek bang! "

" Mereka tuh rapi ko gak akan diberantakin, " Zenda beranjak setelah selesai memakai jilbab. Ia melihat ruang tamu masih rapi. Namun, tidak melihat keberadaan kedua anaknya.

" Rama, Ghiffar di mana nak? "

" Belakang mi, " Zenda berjalan menuju ke belakang. Rama memegang wajan dan Ghiffar memegang tutup kukusan. Mereka berbisik-bisik.

Klonthang klonthang klonthang

Ternyata akhir dari diakusi adalah memukul benda-benda itu. Zenda menghampiri keduanya. Sontak keduanya berhenti memukul. Ghiffar bahkan menjatuhkan tutup kukusan. Gravin mendengar suara berisik mencari. Ia melihat tutup kukusan tergeletak di lantai juga Rama masih memegang wajan dan solet.

" Anak abi ngapain sih? "

" Takbir bi, " Zenda tersenyum kecut.

" Yaudah takbirannya nanti lagi. Tapi jangan pakai itu. Buat masak malah dipukul. Jadi mau pergi gak? " Gravin menyuruh Zenda membereskan kekacauan kecil. Ia sendiri menggandeng kedua anaknya ke depan. Zenda menata kembali alat-alat.

Besok sudah mulai memasuki bulan Ramadhan. Zenda dan Gravin menjemput papa di rumah. Mereka akan pergi ke pemakaman mama. Zenda meminta Gravin mampir ke toko bunga. Ia membeli dua buket bunga papa mertua tadi sudah berpesan untuk membelikannya agar menghemat waktu.

Papa sudah menunggu di teras. Ia tersenyum melihat cucunya melambai-lambaikan tangan dari dalam mobil. Ia ikut membalas lambaian tangan lalu masuk ke mobil. Mencium kedua pipi tembam Rama dan Ghiffar.

😇😇😇

Gravin memimpin bacaan tahlil saat berdoa untuk mamanya di pemakaman. Papa bermuka sendu. Tadi saat berangkat masih tersenyum. Namun, cahaya itu kini hilang. Berganti kelabu. Rama dan Ghiffar yang mengerti eyangnya sedih memeluknya dari samping kanan dan kiri. Papa semakin terisak. Ia menahan isakan agar tidak terdengar jelas. Namun gagal. Gravin melanjutkan membaca doa. Zenda menengadahkan tangan mengaminkan. Kembar Juga melakukan hal yang sama. Selesai membaca doa Gravin, Zenda Dan kedua anaknya menuju mobil lebih dahulu. Mereka memberi waktu untuk papa. Ghiffar berlari di pemakaman meliuk-liuk mengikuti alur jalan. Ia akhirnya jatuh tersandung akar pohon. Zenda menghela napas. Ia membantu Ghiffar berdiri Dan membersihkan debu yang menempel pada pakaian anaknya. Beruntung tidak hari setelah hujan.

" Sakit? " Ghiffar mengangguk. Ia menyentuh lututnya yang agak memerah dan meringis kecil. Zenda menuntun menuju mobil. Ia mengambil kotak PPPK dan mengobati luka Ghiffar. Zenda meniup-niup luka Ghiffar yang telah ia pakaikan plester. Ghiffar tersenyum.

" Terima kasih umi, " Zenda mengangguk. Ia mencium puncak kepala anaknya bergantian.

Papa Segera menuju mobil. Ia melihat lutut cucunya memakai plester.

" Loh ko pakai plester kenapa? "

" Jatuh yang tadi adik lari-lari. "

😇😇😇

Gravin menyetir mobil menuju tempat pemandian air panas umum. Ia sudah ada janji temu dengan Alvicha, Faren, dan Rendi.

" Zen! " Alvicha melambaikan tangan dan memanggil keras. Ia tersenyum lebar melihat Zenda. Alvicha datang dengan Rendi dan Faren. Rama dan Ghiffar yang melihat Rendi juga Faren akan berlari. Namun, Zenda menahan keduanya. Kedua sedang digandeng olehnya. Alhasil kembar agak oleng.

Future Pedang Pora (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang