Zenda duduk bersandar di dada Gravin. Rumah dinas sepi hanya ada mereka berdua. Biasanya celotehan buah hati mereka membuat seisi rumah ramai. Mata Zenda makin berat. Ia berencana akan memejamkan matanya. Sebelum itu terjadi Gravin meniup mata Zenda. Membuat sensasi aneh.
" Abang jangan ditiup. "
" Jangan tidur makanya. Mumpung berdua aja ini. Jarang kan kita quality time berdua. "
" Ngantuk bang. "
Gravin menggendong Zenda ke ruang TV. Ia kemudian mengambil kaset dan memutarnya. Zenda hanya melihat sang suami yang sibuk. Ia duduk lesehan dan memeluk boneka harimau putih.
Gravin mematikan lampu. Hanya ada cahaya dari sorot TV yang menyala. Gravin duduk di sebelah Zenda. Ia memeluknya dari samping. Mata mereka fokus dengan tayangan televisi. Zenda semakin merapat ke arah Gravin.
Ia baru saja akan protes tapi bibir Gravin lebih dulu mendarat di bibirnya. Gravin hanya mengecup ringan.
" Abang aku tidur aja ya? Takut ih masa nonton film ini sih? "
" Pingin nonton ini sama kamu. Gak usah takut, " Zenda bangkit dari duduk. Ia menyalakan lampu dan mematikan televisi. Menggeret tangan Gravin. Ia memakaikan Gravin jaket. Ia juga menguncir rambut dan memakai jilbab. Kemudian mengambil kontak motor bebek.
" Ayo bang buru! " Gravin membonceng di belakang. Zenda mengendarai dengan kecepatan sedang. Gravin melingkarkan tangannya ke perut Zenda. Motor agak oleng karena Zenda yang geli dipeluk perutnya. Ia menstabilkan posisi motornya. Setelah menempuh 20 menit perjalanan Zenda menghentikan motor. Ia menurunkan Gigi menjadi 0. Mematikan mesin motor.
" Ngapain ke sini? "
" Udah ayo. Lepas bang helmnya, " Gravin melepas helmnya.
✍✍✍
Gravin berdiri di depan Stan sosis bakar. Zenda menunggu dan duduk di kursi. Ia meletakkan telunjuk di dagunya. Kemudian menopang dagu dengan tangannya. Bau harum makanan membuat kepalanya terangkat. Gravin tersenyum ia meletakkan sosis bakar di atas meja.
" Wuah. Enak bang, " Zenda akan menyerobot. Gravin menghentikan gerakan tangan Zenda. Ia duduk di sebelahnya.
" Masih panas. Nih minum dulu, " Zenda mengambil coklat float Dan meminumnya. Dingin melewati kerongkongannya. Gravin membeli coklat float dalam porsi besar. Ia mencicipi coklat float setelah Zenda meletakkan di meja. Zenda meniup satu tusuk sosis bakar yang masih sedikit mengeluarkan uap panas. Ia menggigit kecil sosis dan merasakan makanan itu. Saus pedas menempel pada ujung bibirnya. Ia melanjutkan melahap sosis bakar. Ia juga menyuap ke mulut Gravin.
" Enak bang. Tapi pedas banget. Ah ada susu kotak. Abang emang best, " Zenda memasukkan sedotan ke dalam lubang susu kotak. Ia meminum dengan cepat. Selesai dengan urusan pedas Zenda menarik tangan Gravin menuju wahana biang lala. Keduanya berada di antrian setelah membeli tiket. Zenda menyenderkan kepalanya ke pundak Gravin. Gravin mengusap kepala Zenda pelan. Mereka memasuki salah satu bilik. Bianglala perlahan naik. Zenda menguap. Ia menutup mulit dengan telapak tangannya.
" Ngantuk ngajak keluar sih, "
Zenda melebarkan matanya. Ia berusaha menahan kantuk. Ia memukul bahu Gravin. Ia duduk menjauh dari Gravin. Ia melihat langit malam yang penuh bintang. Angin bertiup melalui sela-sela bilik biang lala." Ze... "
" Hmm? " Zenda masih fokus melihat langit malam.
" Marah? "
" Gak, " Zenda keluar dari bilik biang lala. Ia segera keluar dari pasar malam. Tanpa menunggu Gravin ia berjalan cepat. Gravin menyusul dengan berlari. Ditariknya tangan Zenda sehingga berhadapan dengannya. Ia menatap wajah kuyu Zenda. Perempuan itu telah berlinang air mata. Gravin segera menarik Zenda ke pelukannya. Ia tahu pasti perempuan di pelukannya sedang berada dalam emosi tinggi. Ia mengelus pundak Zenda pelan. Perempuan itu bahkan tidak mengeluarkan suara tangis. Hanya air matanya tetap mengalir selama masih emosi.
Perempuan itu mengusap sisa air matanya kasar. Ia memasukkan kunci motor dan memencet tombol start. Gravin hanya mengikuti. Ia sigap memakai helm dan naik di belakang. Zenda mengendarai dengan kecepatan tinggi. Gravin harus memeluk Zenda agar tidak terjatuh dari motor. Ia bergidik. Berapa lama ia pergi sampai tidak tahu jika istrinya itu suka mengendarai motor dengan kecepatan tinggi.
Zenda langsung turun dari motor. Ia melepas helm dan berjalan meninggalkan Gravin yang masih duduk di atas motor. Gravin mencari Zenda. Perempuan itu telah duduk di atas bangku panjang menatap danau.
" Bang kalau kita ajak Rama sama Ghiffar siang ke sini pasti bagus. Iya kan? "
" Iya. Udah gak marah? "
" Abang diam daritadi Karena mengira aku masih marah? Kesel tadi sekarang udah gak. "
" Bener? " Gravin berjongkok di depan Zenda. Ia memegang tangannya. Zenda menyentuh pipi Gravin. Ia mencubit hidung mancung Gravin. Gravin mengambil sesuatu dari kantong jaketnya. Ia meletakkan di atas telapak tangan Zenda.
" Ini apa bang? " Zenda mengamati sebuah botol bening dengan beberapa gulungan kertas di dalamnya. Kertas itu hanya ada dua jenis warna hijau dan abu-abu. Zenda membuka tutup botol dan mengeluarkan sebuah kertas.
Selalu, hanya maaf
Maafkan daku
Maaf membuatmu terlalu lama menunggu
Maaf pia ardhya garinikuTerima kasih menyayangi Dan merawat kedua anak kita
Mereka tumbuh menjadi anak hebat
Bahkan kamu harus berjuang sendiri
Ketika daku selalu saja menyakitimuMaukah memaafkan daku, sayangku?
Tak peduli apa
Ketika kamu menjawab tidak
Aku akan berusaha sampai membuatmu berkata yaIni Surat pertamaku hehe. Surat kedua baca di rumah ya. Love you Zendaku sayang😘😘😘
Gravin sukses membuat Zenda mengeluarkan air mata. Perempuan itu meletakkan botol dan memeluk Gravin. Gravin balas memeluknya erat.
✍✍✍
Rama sedang makan dengan kakek. Ghiffar sudah berlari ketika is mendengar suara mobil. Ia berusaha membuka pintu depan. Tapi tidak bisa membukanya. Gifra yang baru keluar kamar menghampiri Ghiffar. Ia membuka kunci Dan memutar knop pintu. Ghiffar berlari ke halaman. Ia bahkan tidak memakai sandal. Menubruk kaki Gravin. Gravin menggendong Ghiffar. Ia juga menggandeng tangan Zenda. Gifra mempersilakan keduanya masuk.
" Tuh Ram umi sama abi. Tumben kalian udah puas berduaannya? " Rama tersenyum dan menyalami tangan orang tuanya.
" Belum yah. Tapi Zenda ngajak ke sini. Yaudah ikut aja. Padahal mumpung masih dikasih libur aku yah, " Zenda memukul pundak Gravin.
" Sepi yah gak ada kembar. "
" Hilih kamu aja terhura tadi... " Zenda menutup mulut Gravin.
" Terharu kenapa Ze? " Gifra memdekati Zenda Dan memangku gadis kecil di pangkuannya.
" Gak sih bukan apa-apa. "
" Tumben sih Gravin pakai surprise. Kemajuan bagus itu iya kan yah? "
" Iya jarang malah gak pernah ayah tahu dia surprise ke orang lain. "
Gravin menepuk dadanya bangga. Ia tersenyum cerah.
" Baru dipuji beuh. Sombong kali. "
Ghiffar yang entah tahu atau tidak ia bertepuk tangan keras. Gravin mengangkat Ghiffar sehingga melayang di udara. Bocah itu tertawa terbahak-bahak. Rama yang sudah selesai makan duduk di pangkuan eyang. Ia bersender dan memejamkan mata kecilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Future Pedang Pora (Tamat)
General Fiction" Tapi yah. Aku gak mau. " "Kamu pikir ayah gak tahu kelakuan kamu, Zenda Aliksi Adimakayasa? " " Ayah kamu benar sayang. Kebetulan minggu depan abang kamu juga pulang. Jarang loh abang bisa pulang. " Kata bunda meyakinkan. "Ya udah terserah ayah sa...